IMUNISASI: Lebih Baik Terlambat daripada Tidak Sama Sekali

Bagi bayi dan anak-anak, imunisasi ibarat perisai yang akan melindunginya dari berbagai penyakit berbahaya. Mengingat manfaatnya, usahakan agar si anak tetap memperolehnya, meski terlambat diberikan.

Ny Lia (27) merasa cemas, karena putrinya yang berusia 12 bulan belum mendapat imunisasi campak. Padahal menurut jadwal pada KMS (Kartu Menuju Sehat), tercantum bahwa imunisasi campak harus diberikan pada bayi berusia sembilan bulan. Bagaimana dengan puterinya?

Menurut dr Hari Martono SpA, dokter spesialis anak dari RS Pondok Indah, Jakarta, imunisasi adalah tindakan pencegahan tingkat pertama. Namun mengingat manfaat imunisasi tersebut maka si anak harus tetap memperolehnya meski terlambat diberikan. Imunisasi adalah bentuk perlindungan pencegahan dari berbagai penyakit menular yang berbahaya pada bayi dan anak-anak. Apalagi "mencegah adalah lebih baik daripada mengobati."

"Dan imunisasi adalah salah satu penjabaran dari persepsi tersebut," kata Hari dalam dialog terbuka bertema: "Siapkah Bayi Anda Menuju Milenium Baru" di RS Pondok Indah bekerjasama dengan SmithKline Beecham, beberapa waktu lalu.
Tanpa imunisasi, sistem kekebalan tubuh seorang anak relatif lebih rendah ketimbang anak yang diimunisasi. Hal ini terlihat jika suatu daerah memiliki angka rata-rata imunisasi yang tinggi, maka masyarakat yang tinggal di daerah tersebut cenderung lebih terlindungi dari ancaman penyakit menular.

Bagaimana imunisasi bekerja?
Melalui suntikan, pemberian oral, atau goresan pada kulit, bakteri atau virus  tertentu yang telah dilemahkan masuk ke dalam tubuh. Tubuh diharapkan bisa memberikan reaksi atas organisma tersebut atas zat toksin yang dihasilkannya.

Reaksi tersebut menyebabkan tubuh memproduksi antibodi dan antitoksin untuk melawan bibit penyakit tersebut. Antibodi maupun antitoksin ini akan tetap aktif dalam tubuh si kecil.

Ketika suatu saat bibit penyakit tersebut masuk kembali ke dalam tubuh, maka sistem kekebalan tubuh akan "mengenalinya." Maka tubuh pun akan langsung melawan infeksi tersebut dengan antibodi dan antitoksin yang sudah diproduksinya. Proses ini berlangsung melalui imunisasi.

Mungkinkah seorang anak terkena penyakit meski telah diimunisasi?
Ya, mungkin saja. Hari menegaskan, pemberian vaksin memang tidak menjamin 100 persen bahwa si kecil akan aman terhadap penyakit tertentu.

Pada kasus tertentu, ada anak yang memperoleh vaksin namun tidak berhasil membentuk kekebalan yang diharapkan. Inilah sebabnya, mengapa seorang anak yang pernah memperoleh vaksin BCG ternyata terserang TBC ketika besar. Namun satu hal perlu digarisbawahi, dengan imunisasi, peluangnya untuk terkena penyakit tersebut lebih kecil.

"Bagi anak-anak yang sudah diimunisasi suatu vaksin kemudian terserang penyakit tersebut maka penyakitnya akan lebih ringan ketimbang yang tidak diimunisasi," jelas dokter yang menyelesaikan spesialisasinya di FKUI pada 1986 ini.

Hal yang perlu diingat adalah pemberian vaksin harus tepat waktu dan tepat populasi. Pasalnya, jadwal yang telah ditetapkan untuk imunisasi tersebut, disusun berdasarkan penelitian.

"Untuk vaksinasi campak, misalnya, harus diberikan pada usia sembilan bulan. Karena menurut penelitian, hingga usia sembilan bulan si bayi masih memiliki kekebalan terhadap campak yang dibawa sejak lahir. Namun ini bukan berarti vaksin tersebut tidak boleh diberikan lebih awal," papar Hari yang mewanti-wanti bahwa terlambat melakukan imunisasi adalah lebih baik ketimbang tidak sama sekali.

Vaksin dan kegunaannya
Saat ini di Indonesia, imunisasi yang wajib antara lain BCG untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TB) berat seperti TB selaput otak dan TB tulang. DPT-Polio dan campak termasuk pula dalam deretan imunisasi yang wajib diberikan pada bayi.

Vaksin DPT-Polio diberikan untuk mencegah penyakit difteri, batuk rejan, tetanus, dan polio. Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri yang kemudian mampu membentuk selaput tipis pada tengorokan hingga akhirnya menutupi saluran nafas. Bakteri ini juga mampu merusak jantung dan sistem syaraf.

Batuk rejan adalah batuk berkepanjangan yang berlangsung sekitar enam hingga delapan pekan. Selain membuat si pasien sulit bernafas, batuk ini akan membuatnya lemah dan kekurangan gizi akibat muntah-muntah yang biasa menyertai batuknya.

Tetanus adalah kuman yang biasanya ditemukan pada tanah namun dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan memar. Toksin kuman ini mampu merusak sistem syaraf yang akan mempengaruhi otot. Jika dibiarkan akan berakibat pada kematian.

Sementara polio adalah penyakit akibat virus yang juga menyerang sistem syaraf dan meyebabkan cacat otot atau lemah. Jika virus ini mengenai jaringan otot pada dada, maka akan berakibat fatal. Pasalnya, akan terjadi cacat pada otot yang berperan dalam pernafasan.

Campak adalah penyakit yang menyerang saluran pernafasan. Tanda kemerah-merahan menjadi ciri khas penyakit ini. Komplikasi yang dikhawatirkan terjadi antara lain infeksi dada hingga pada kerusakan otak. 

Daftar imunisasi wajib tersebut ditambah pada 1997, dengan imunisasi Hepatitis B untuk bayi berusia di bawah satu tahun. Penyakit hepatitis B sendiri terbilang berbahaya karena jika dibiarkan tanpa pengobatan akan mengarah pada sirosis hati (terjadinya parut pada hati), hingga kanker hati. Sementara gejalanya sendiri sulit dideteksi karena sangat umum, bahkan menyerupai gejala flu biasa.

Vaksin Kombinasi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian yang semakin berkembang menawarkan kemudahan di berbagai bidang, termasuk dalam hal imunisasi. Selain menghasilkan sejumlah vaksin baru, teknik baru pun ditemukan.

Salah satu penemuan tersebut adalah vaksin kombinasi yang menggabungkan vaksin DPT dan Hepatitis B. Pada pemberian tunggal, masing-masing perlu diulang sebanyak tiga kali sehingga total si bayi mendapat enam kali suntikan.  Namun dengan vaksin gabungan, pemberian tersebut dapat dilakukan hanya tiga kali.

Kini, model vaksin gabungan antara DPT dan Hepatitis B ini telah diberlakukan di sekitar 80 negara. Vaksin gabungan ini sebenarnya telah diperkenalkan sejak tiga tahun yang lalu, namun baru Mei lalu masuk ke Indonesia. Sayangnya, vaksin gabungn ini belum terdapat di semua rumah sakit di Indonesia.

"Kami memang lebih memusatkan penyebaran vaksin ini pada rumah sakit besar dan klinik tertentu. masalahnya, vaksin gabungan ini berbeda karena penyimpanannya tidak dapat dalam suhu ruangan, namun harus pada temperatur rendah," papar manajer sales dan marketing PT SmithKline Beecham Pharmaceuticals, dr Ping Harton yang juga hadir dalam dialog terbuka itu. 

Berbagai kelebihan penggunaan vaksin gabungn ini telah dirasakan pada sejumlah negara, seperti Thailand, Spanyol, dan Filipina. Jelasnya, vaksin tersebut berhasil menurunkan tingkat drop out pada imunisasi.

Yeyen Rostiyani

IMUNISASI: Agar bisa tumbuh kembang secara optimal, balita perlu dilindungi dari serangan pelbagai jenis penyakit. Dan imunisasi adalah salah satu cara perlindungan itu.  

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar