SELAMAT JALAN JUS BADUDU, SANG PAHLAWAN BAHASA
“Ada pakar bahasa kita yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa malaikat karena keberadaannya di tengah-tengah bangsa yang sangat bhineka memang menakjubkan. Seperti sesuatu yang mustahil, tetapi dalam kenyataanya ada.”
Membaca tulisan Jusuf Syarif Badudu berjudul “Bahasa Indonesia Setelah 50 Tahun Indonesia Merdeka” di harian Kompas, 22 Agustus 1995, itu meninggalkan kesan mendalam. Satu dari ratusan artikelnya itu memberi pelajaran berharga tentang kekuatan bahasa Indonesia yang sukses menyatukan perbedaan bangsa ini. Lebih dari separuh hidupnya didedikasikan untuk bahasa Indonesia.
Kini, sosok yang akrab dipanggil Jus Badudu itu telah tiada. Lewat upacara pemakaman militer, jenazah penerima Satya Lencana Karya Satya (1987), Bintang Mahaputera Naraya (2001), dan Anugerah Sewaka, Minggu (13/5) pukul 11.10.
Dia meninggal dalam usia 89 tahun. Hari wafatnya sepekan menjelang ulang tahunnya yang ke 90. Pria kelahiran Gorontalo itu meninggalkan 9 anak 23 cucu, dan 2 cicit. Dia menyusul kepergian istrinya, Eva Henrietta Alma Koroh, yang lebih dulu meninggal pada 16 Januari 2016 dalam usia 85 tahun.
“Terima kasih kepada Negara yang telah memberikan tempat terhormat kepada almarhum,” kata Rizal Badudu, salah seorang anak JS Badudu.
Bahasa Indonesia sebetulnya bukan pilihan utama JS Badudu. Dia awalnya ingin mendalami matematika, Namun, karena itu jatah mempelajari matematika sudah terisi penuh, tekadnya menjadi guru di tanah Jawa membawanya pada bahasa Indonesia.
Dia terlanjur jatuh cinta pada bahasa Indonesia dan mengangkatnya ke tempat tertinggi melalui puluhan judul buku. Beberapa di antaranya bahkan dibuat saat sudah terserang stroke. Beberapa bukunya, seperti Pelik-pelik Bahasa Indonesia (1971), Inilah Bahasa Indonesia yang benar (1993), Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Revisi Kamus Sutan Muhammad Zain (1994), Kamus Kata-Kata Serapan Asing (2003), dan Kamus Peribahasa (2008), menjadi rujukan penting hingga kini.
Murwidi, salah seorang menantu JS Badudu, mengatakan, hingga akhir hayatnya, semangat JS Badudu tak padam. Dia masih ikut menyelesaikan revisi lanjutan Kamus Bahasa Indonesia. Buku itu direncanakan terbit Oktober tahun ini.
“Menjadi guru sejak berusia 15 tahun dan baru berhenti pada usia 80 tahun. Bukan karena ingin beristirahat, tapi karena kondisi fisiknya menurun,” katanya. Selamat jalan, Pahlawan Bahasa… (CORNELIUS HELMY)
Informasi lebih lengkap tentang stroke dapat diklik di www.KlinikStrokeNusantara.com
Informasi lebih lengkap tentang stroke dapat diklik di www.KlinikStrokeNusantara.com
