Waspadai Hemofilia Sejak Dini
Sejak tahun 1989, tangal 17 April dicanangkan sebagai Hari Hemofilia Sedunia. Tanggal ini dipilih untuk menghormati pendiri World Federation of Hemophilia (WFH), Frank Schnabel, yang lahir pada hari itu.
Tahun ini, World Federation of Hemophilia (WFH) atua Federasi Dunia Hemofilia fokus pada upaya identifikasi dan diagnosis pasien baru dengan masalah gangguan perdarahan.
Ada beragam jenis gangguan perdarahan termasuk hemofilia, defisiensi faktor pembekuan yang jarang, kelainan trombosit yang diturunkan dan penyakit von Willebrand (VWD). Untuk dapat memperoleh penanganan yang tepat, pasien-pasien ini perlu diidentifikasi dengan pemeriksaan diagnostik yang tepat.
Oleh karena itu, upaya identifikasi dan diagnosis merupakan langkah pertama yang perlu menjadi prioritas, agar mereka dapat memperoleh pengobatan dan memiliki kualitas hidup yang layak.
Pada tahun 2019 ini, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) meluncurkan Aplikasi "Hemofilia Indonesia", Registrasi Nasional Berbasis Android. Sebuah aplikasi yang dikembangkan untuk memudahkan pasien dengan hemofilia dan gangguan perdarahan lainnya tercatat dalam sebuah sistem registrasi nasional.
Dengan aplikasi ini, pasien bisa melakukan sendiri proses registrasi secara langsung ke dalam sistem database nasional. Setelah data diverifikasi oleh tim HMHI, pasien akan memperoleh Kartu Identitas yang bermanfaat bagi pasien sebagai identitas diri dan masalah gangguan perdarahan yang disandangnya. Sehingga jika pasien mengalami kejadian gawat darurat di manapun dia berada, dokter atau rumah sakit yang menangani punya informasi mengenai penyakitnya.
Ketua HMHI Prof dr Djajadiman Gatot SpA(K) mengatakan, dengan aplikasi ini, HMHI dapat membantu Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya memperoleh data yang akurat, sebagai langkah awal upaya penanganan yang efektif bagi pasien dengan gangguan perdarahan di Indonesia.
"Sampai saat ini baru sekitar 10 persen pasien yang terdata. Padahal diperkirakan ada sekitar 20.000 sampai 25.000 penderita," kata Prof Dajadiman saat peluncuran aplikasi Hemofilia Indonesia Registrasi Nasional Berbasis Android di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (14/4).
Hemofilia merupakan penyakit yang dibawa sejak lahir dan bukan penyakit menular. Tubuh individu dengan hemofilia tidak memiliki salah satu faktor pembeku darah atau kadar faktor pembeku yang dimilikinya rendah. Akibatnya perdarahan akan berlangsung lebih lama dan rentan dibandingkan orang normal.
Bila orang normal ketika terjatuh ringan mungkin hanya lecet saja, penderita hemofilia bisa mengalami perdarahan hebat terutama di bagian sendi dan otot.
Prof Djajadiman mengingatkan pada orangtua terutama pada bayi yang terlihat lebam, biru-biru. Bayi yang baru berjalan kerap terjadi perdarahan. Terlebih ketika saat disunat (khitan) perdarahan sulit berhenti. Segera periksa ke dokter untuk memastikan apakah anak terkena hemofilia atau tidak. (Iis)
Oleh karena itu, upaya identifikasi dan diagnosis merupakan langkah pertama yang perlu menjadi prioritas, agar mereka dapat memperoleh pengobatan dan memiliki kualitas hidup yang layak.
Pada tahun 2019 ini, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) meluncurkan Aplikasi "Hemofilia Indonesia", Registrasi Nasional Berbasis Android. Sebuah aplikasi yang dikembangkan untuk memudahkan pasien dengan hemofilia dan gangguan perdarahan lainnya tercatat dalam sebuah sistem registrasi nasional.
Dengan aplikasi ini, pasien bisa melakukan sendiri proses registrasi secara langsung ke dalam sistem database nasional. Setelah data diverifikasi oleh tim HMHI, pasien akan memperoleh Kartu Identitas yang bermanfaat bagi pasien sebagai identitas diri dan masalah gangguan perdarahan yang disandangnya. Sehingga jika pasien mengalami kejadian gawat darurat di manapun dia berada, dokter atau rumah sakit yang menangani punya informasi mengenai penyakitnya.
Ketua HMHI Prof dr Djajadiman Gatot SpA(K) mengatakan, dengan aplikasi ini, HMHI dapat membantu Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya memperoleh data yang akurat, sebagai langkah awal upaya penanganan yang efektif bagi pasien dengan gangguan perdarahan di Indonesia.
"Sampai saat ini baru sekitar 10 persen pasien yang terdata. Padahal diperkirakan ada sekitar 20.000 sampai 25.000 penderita," kata Prof Dajadiman saat peluncuran aplikasi Hemofilia Indonesia Registrasi Nasional Berbasis Android di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (14/4).
Hemofilia merupakan penyakit yang dibawa sejak lahir dan bukan penyakit menular. Tubuh individu dengan hemofilia tidak memiliki salah satu faktor pembeku darah atau kadar faktor pembeku yang dimilikinya rendah. Akibatnya perdarahan akan berlangsung lebih lama dan rentan dibandingkan orang normal.
Bila orang normal ketika terjatuh ringan mungkin hanya lecet saja, penderita hemofilia bisa mengalami perdarahan hebat terutama di bagian sendi dan otot.
Prof Djajadiman mengingatkan pada orangtua terutama pada bayi yang terlihat lebam, biru-biru. Bayi yang baru berjalan kerap terjadi perdarahan. Terlebih ketika saat disunat (khitan) perdarahan sulit berhenti. Segera periksa ke dokter untuk memastikan apakah anak terkena hemofilia atau tidak. (Iis)