Derita Batal Menikah
Mimpi indah Anda untuk bersanding di pelaminan berubah drastis menjadi pembatalan pernikahan. Apa yang harus dilakukan?
Menikah, selain keinginan diri sendiri, biasanya melalui berbagai pertimbangan. Menurut Yulia Wahyu Ningrum., S.PSi., M.Psi., psikolog dari biro psikolog Mata V Hati. Samarinda, Kalimantan Timur. "Salah satu alasan seseorang memutuskan menikah adalah desakan dari faktor keluarga atau sosial."
Selain faktor usia, lanjut Yulia, lamanya berpacaran, takut dengan perbuatan terlarang (zina), melegalkan hubungan, cinta, orangtua yang meninggal sehingga terpaksa harus menikah, dan mendambakan keturunan adalah beberapa pertimbangan seseorang memutuskan menikah.
Ada pula kesepakatan tak tertulis di Indonesia bahwa menikahi pasangan berarti menikahi keluarga pasangan. Alhasil, faktor pasangan yang disukai atau tidak disukai oleh orangtua menjadi pertimbangan penting untuk meneruskan hubungan ke jenjang pernikahan.
Konflik dan Godaan
Barangkali Anda pernah mendengar bahwa ada banyak pertengkaran menjelang pernikahan. Tak jarang, konflik semacam ini membuat calon pengantin meragukan keputusannya. "Persiapan pernikahan yang sesuai impian atau sempurna biasanya memerlukan biaya yang cukup besar, persiapan yang matang dan tenaga. Banyaknya ide dari saudara atau keluarga kedua belah pihak kadang membuat calon pengantin stres," jelas lulusan Universitas Gadjah Mada ini.
Sebut saja pemilihan undangan, suvenir, gedung, katering, busana, pilihan adat, hingga undangan. Detail pernikahan tersebut bisa memicu perbedaan, baik dengan pasangan atau keluarga. "Inilah yang membuat calon pengantin tertekan. Belum lagi kecemasan mengenai keberhasilan acara dan stres fisik karena lelah harus mempersiapkan berdua, bila tidak memakai EO.
Saat stres, pasangan memerlukan teman curhat dan godaan biasanya muncul pada fase ini. "Alasannya ingin rileks dan melupakan sejenak mengenai pesta pernikahan yang akan berlangsung, lalu menghubungi teman lama atau mantan pacar.
Hati-hati! Berawal dari obrolan semacam ini, pernikahan bisa batal. Flirting lalu benar-benar jatuh cinta dengan orang tersebut atau pasangan tidak mau menerima Anda kembali setelah tahu Anda berselingkuh. "Ibarat mitos yang mengatakan darah pengantin makin manis mendekati hari pernikahan, sehingga menarik bagi orang lain dan orang baru yang melihat akan jatuh cinta dan dapat menggagalkan pernikahan."
Atasi Keraguan
Pihak ketiga tak selalu menjadi kambing hitam dalam batalnya pernikahan. Seseorang klien Yulia membatalkan pernikahannya karena faktor hubungan jarak jauh di mana calon suami bekerja di luar negeri dan hanya pulang delapan bulan sekali.
"Si klien sendirian mengurus pernikahan. Ia lalu berpkir ulang serta takut jika selalu ditinggal dan mengurus anak serta semua urusan seorang diri setelah menikah. Di hari dan tanggal yang sama di mana ia seharusnya menikah dengan pasangannya, klien tersebut memutuskan menikahi mantan pacarnya."
Keraguan semacam ini, lanjut pemilik akun Twitter@lie_lucky.bpsikologimatahati, tidak akan terjadi bila kedua belah pihak saling mengenal dan baik. Termasuk dengan keluarga pasangan. "Seseorang yang mengenal dirinya dengan baik dan mengetahui seperti apa pasangan yang mampu memenuhi semua kebutuhannya tidak akan mengalami keraguan," urainya yang menganjurkan agar calon pengantin mencari jawaban melalui ibadah.
Bagaimana bila mengalami rasa takut? Seseorang harus mampu mengenali dan mendeteksi jenis ketakutan objektif seperti takut konsumsi kurang, banjir, dan undangan tidak bisa datang. Sementara ketakutan subjektif misalnya takut pasangan tidak setia. Jika kita masih tidak mampu, mintalah bantuan orang ketiga. misalnya keluarga yang dituakan, saudara, bahkan teman-teman pasangan agar lebih yakin, atau berkonsultasi ke psikolog."
Trauma Masa Lalu
Bicara soal alasan pembatalan pernikahan, Yulia menjelaskan bahwa selain keraguan, perselingkuhan, perbedaan agama, ada pula faktor ekonomi seperti tiba-tiba di PHK, kurang cocok dengan keluarga pasangan, tidak mendapat restu orangtua atau mertua, takut berkomitmen, dan trauma masa lalu.
"Misalnya trauma perpisahan atau trauma karena berasal dari keluarga yang orangtuanya bercerai dan kejadian di luar dugaan seperti pasangan ternyata sudah menikah dan ada yang mengaku sebagai istri atau anak pasangan sebelum hari H," papar Yulia.
Soal trauma, perceraian orangtua kerap membuat seseorang memiliki persepsi negatif dengan perkawinan. Lalu, ada pula kasus pelecehan seksual sehingga seseorang cenderung kurang percaya dengan lelaki sebagai pelindung dirinya dan keluarga.
Lima tahap
Pembatalan pernikahan tentu saja akan menimbulkan emosi seperti sedih, kecewa, marah, bahkan depresi. Menurut Kubler-Ross, 1969, ada 5 tahap respons psikologis dalam teori The Five Stages of Grief.
a. Penyangkalan (Denial)
Reaksi pertama adalah terkejut, tidak percaya, merasa terpukul, dan menyangkal pernyataan bahwa pernikahan telah batal. "Responnya seperti menangis meraung-raung atau berteriak, tapi bisa juga diam dan tidak melakukan apa pun. Ia merasa hanya ia yang mengalami penderitaan ini, tidak percaya diri, dan tidak berarti."
b. Marah (Anger)
Ia akan menyalahkan dirinya dan/atau orang lain atas apa yang terjadi padanya, serta pada lingkungan tempat dia tinggal. "Ia cenderung menolak pertolongan berupa nasihat, motivasi, atau semacamnya sebab nasihat dianggap bentuk pengadilan (judgement) yang membuatnya menjadi lebih terganggu. Biasanya fase ini dilalui minimal selama tiga bulan."
c. Tawar Menawar (Bargaining)
Pasca kemarahan, seseorang berpikir seandainya dia dapat menghindari peristiwa tersebut (batal nikah). "Reaksi yang sering muncul adalah mengungkapkan perasaan bersalah atau ketakutan pada dosa yang pernah dilakukan, berdialog dengan Tuhan baik nyata atau imajinasi Biasanya yang dilakukan berdialog dengan Tuhan dan mempertanyakan mengapa ia mengalami hal ini."
d. Depresi (Depression)
Tahap tersulit ini membuat seseorang merasa dirinya paling menderita dan sulit move on karena perasaannya terganggu. "Ia sering menunjukkan sikap menarik diri, tidak mau berbicara, takut, perasaan tidak menentu, dan putus asa. Ada keinginan bunuh diri sehingga harus selalu didampingi agar tidak semakin melakukan hal negatif."
e. Penerimaan (Acceptance)
Tahap depresi yang mampu dilewati akan diiringi tahap penerimaan. Ia akan menyadari bahwa hidup harus berlanjut dan harus mencari makna baru dari keberadaan mereka." Ia pun mampu menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, dan perhatian dialihkan kepada objek baru secara bertahap.
Penjelasan Keluarga
Saat membatalkan pernikahan, Anda tentu harus menjelaskannya kepada orangtua dan keluarga. Selain memilih waktu dan suasana yang tepat, Yulia yang bisa dihubungi melalui www.bmatavhati.co.id ini, menjelaskan, "Persiapan segala sesuatunya, baik secara fisik maupun mental. Secara fisik, misalnya, mempersiapkan uang sisa dari uang gedung dan lain-lain untuk dikembalikan. Lalu mempersiapkan secara mental kepada mantan kekasih bahwa tidak akan ada pernikahan."
Sementara kepada pasangan dan keluarganya, Anda tetap harus menjelaskan secara baik-baik, meski tidak harus jujur sepenuhnya, kemudian meminta maaf. Lalu, kepada orang terdekat, Anda bisa menelepon, mengajak bertemu, dan menjelaskan keadaan yang sebenarnya dan memohon dukungan serta doa.
Untuk undangan, "Bisa melalui SMS dan mengatakan bahwa tanggal resepsi dibatalkan karena kesalahan teknis. Anda tak harus menjelaskan sejujurnya sebab tamu undangan hanya membutuhkan kejelasan mengenai tanggal dan tempat."
Terakhir, mengenai hantaran dan uang patungan, Yulia angkat bicara. "Jika Anda memiliki uang untuk mengembalikan, terlebih jika Anda sebagai pihak yang membatalkan, sebaiknya uang dan barang-barang yang berhubungan dengan pernikahan sebaiknya dikembalikan."
Soca Husein