Melacak Gen Meramal Keganasan
Bila tes gen BRCA 1 dan BRCA 2 menunjukkan adanya mutasi, risiko terkena kanker payudara meningkat menjadi 50%-85%.
DALAM sebuah diskusi peringatan Hari Kanker Sedunia di Jakarta, beberapa waktu lalu, seorang perempuan mengisahkan pengalamannya menghadapi kanker payudara. Ia sangat sedih karena baru saja selesai menjalani operasi pengangkatan payudara kanannya yang terkena kanker dan melakukan rangkaian kemoterapi, ia harus menerima kenyataan bahwa sudah muncul kanker lagi di payudaranya sebelah kiri. Ia pun harus kembali menjalani operasi dan kemoterapi lagi.
Kisah serupa, tetapi tak sama, pernah dialami selebritas Amerika, Christina Applegate. Pada 2008, saat usianya menginjak 36, ia didiagnosis mengidap kanker di salah satu payudaranya. Ia pun harus menjalani operasi pengangkatan payudara.
Saat itu, walaupun hanya satu payudaranya yang didiagnosis terkena kanker, dalam operasi itu Applegate menjalani pengangkatan kedua payudara sekaligus. Tindakan itu tentu saja bukan asal-asalan, melainkan didasarkan pada pertimbangan matang. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan dalam kasus Applegate pembawa gen penyebab kanker payudara BRCA 1 yang sudah bermutasi.
Keberadaan gen itu memastikan kedua payudara Applegate bakal terkena kanker. Bila payudaranya yang saat itu masih sehat tidak diangkat, cepat atau lambat akan terkena kanker juga. Jadi daripada harus menjalani serangkaian tes rutin untuk mengantisipasi timbulnya kanker dan menjalani operasi serta kemoterapi berulang kali, ia mengambil langkah tersebut.
"Saya terbebas (dari kanker) sekarang 100% bebas," ujarnya setelah menjalani operasi itu.
Langkah Applegate yang memilih agar kedua payudaranya diangkat mungkin terkesan ekstrim. Namun jika dibandingkan dengan perempuan yang harus menjalani operasi dan kemoterapi pada satu demi satu payudaranya yang terkena kanker secara susul menyusul, langkah itu logis.
Terlebih lagi, pilihan yang diambil Applegate didasarkan pada fakta medis yang kuat. Hasil tes gen menunjukkan ia positif membawa gen kanker payudara, BRAC 1.
Saat ini, tes gen pembawa sifat kanker menjadi salah satu hasil perkembangan mutakhir dalam penanganan kanker payudara. Diketahui, salah satu penyebab timbulnya kanker payudara adalah mutasi gen BRCA (breast cancer gene), baik BRCA 1 maupun BRCA 2.
"Gen BRCA sebenarnya merupakan gen yang berfungsi memperbaiki kerusakan sel. Namun bila gen BRCA rusak, sel akan menjadi ganas," terang dr Virgi Saputra dari Kalbe Genomics dalam pertemuan rutin kelompok pendukung penderita kanker, Cancer Information & Support Group, di Jakarta, Sabtu (12/3).
Pada wanita, rusaknya gen BRCA membawa risiko kanker payudara dan indung telur. Beruntung, saat ini keberadaan gen pembawa sifat kanker itu dapat diketahui sejak dini melalui tes gen BRCA 1 dan BRCA 2.
Lebih lanjut Virgi menerangkan pada populasi umum, 12% wanita (di bawah 90 tahun) terkena kanker payudara. Kanker payudara bersifat menurun. Bila pada keluarganya ada yang kena kanker payudara, seorang wanita mempunyai risiko sekitar 40%.
"Bila tes BRCA 1 dan BRCA 2 menunjukkan mutasi gen, risiko terkena kanker payudara meningkat menjadi 50%-85%," imbuhnya.
Rp 21 juta
Mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 bersifat menurun dalam keluarga. Untuk itu, tes BRCA 1 dan BRCA 2 dilakukan bila seorang memiliki dua atau lebih anggota keluarga yang terkena kanker payudara maupun indung telur, dan juga ada riwayat orang tua maupun kakek nenek yang terkena kanker payudara pada usia di bawah 50 tahun.
Saat ini, tes BRCA 1 dan BRCA 2 dapat dilakukan di Indonesia . "Biayanya berkisar Rp 21 juta, ujar Virgi.
Manfaat pengenalan potensi kanker payudara secara dini dengan BRCA 1 dan BRCA 2 ialah memperoleh kejelasan risiko kanker, pengawasan yang baik, dan penanganan pilihan untuk menghindari kanker dengan mengangkat payudara sebelum terkena atau mengonsumsi obat untuk mutasi BRCA yang saat ini masih dalam penelitian.
"Hasil tes BRCA juga dapat mendorong seseorang untuk menjalani gaya hidup sehat, menghindari makanan berpengawet dan berpenyedap rasa, rajin memeriksa payudara sendiri, serta rutin melakukan mamografi setahun sekali, jelas Virgi.
Virgi mengingatkan terjadinya kanker payudara secara umum dipengaruhi beberapa faktor risiko baik yang bisa dikendalikan maupun yang tidak. Faktor risiko yang dapat dikendalikan adalah usia, riwayat keluarga, haid lebih awal (di bawah usia sembilan tahun), dan menopause lambat (di atas 55 tahun).
Faktor risiko yang dapat dikendalikan adalah tidak punya anak, punya anak setelah umur 35 tahun, kegemukan, dan kurang aktivitas fisik. (S-3)
Amalias@mediaindonesia.com
DALAM sebuah diskusi peringatan Hari Kanker Sedunia di Jakarta, beberapa waktu lalu, seorang perempuan mengisahkan pengalamannya menghadapi kanker payudara. Ia sangat sedih karena baru saja selesai menjalani operasi pengangkatan payudara kanannya yang terkena kanker dan melakukan rangkaian kemoterapi, ia harus menerima kenyataan bahwa sudah muncul kanker lagi di payudaranya sebelah kiri. Ia pun harus kembali menjalani operasi dan kemoterapi lagi.
Kisah serupa, tetapi tak sama, pernah dialami selebritas Amerika, Christina Applegate. Pada 2008, saat usianya menginjak 36, ia didiagnosis mengidap kanker di salah satu payudaranya. Ia pun harus menjalani operasi pengangkatan payudara.
Saat itu, walaupun hanya satu payudaranya yang didiagnosis terkena kanker, dalam operasi itu Applegate menjalani pengangkatan kedua payudara sekaligus. Tindakan itu tentu saja bukan asal-asalan, melainkan didasarkan pada pertimbangan matang. Hasil pemeriksaan medis menunjukkan dalam kasus Applegate pembawa gen penyebab kanker payudara BRCA 1 yang sudah bermutasi.
Keberadaan gen itu memastikan kedua payudara Applegate bakal terkena kanker. Bila payudaranya yang saat itu masih sehat tidak diangkat, cepat atau lambat akan terkena kanker juga. Jadi daripada harus menjalani serangkaian tes rutin untuk mengantisipasi timbulnya kanker dan menjalani operasi serta kemoterapi berulang kali, ia mengambil langkah tersebut.
"Saya terbebas (dari kanker) sekarang 100% bebas," ujarnya setelah menjalani operasi itu.
Langkah Applegate yang memilih agar kedua payudaranya diangkat mungkin terkesan ekstrim. Namun jika dibandingkan dengan perempuan yang harus menjalani operasi dan kemoterapi pada satu demi satu payudaranya yang terkena kanker secara susul menyusul, langkah itu logis.
Terlebih lagi, pilihan yang diambil Applegate didasarkan pada fakta medis yang kuat. Hasil tes gen menunjukkan ia positif membawa gen kanker payudara, BRAC 1.
Saat ini, tes gen pembawa sifat kanker menjadi salah satu hasil perkembangan mutakhir dalam penanganan kanker payudara. Diketahui, salah satu penyebab timbulnya kanker payudara adalah mutasi gen BRCA (breast cancer gene), baik BRCA 1 maupun BRCA 2.
"Gen BRCA sebenarnya merupakan gen yang berfungsi memperbaiki kerusakan sel. Namun bila gen BRCA rusak, sel akan menjadi ganas," terang dr Virgi Saputra dari Kalbe Genomics dalam pertemuan rutin kelompok pendukung penderita kanker, Cancer Information & Support Group, di Jakarta, Sabtu (12/3).
Pada wanita, rusaknya gen BRCA membawa risiko kanker payudara dan indung telur. Beruntung, saat ini keberadaan gen pembawa sifat kanker itu dapat diketahui sejak dini melalui tes gen BRCA 1 dan BRCA 2.
Lebih lanjut Virgi menerangkan pada populasi umum, 12% wanita (di bawah 90 tahun) terkena kanker payudara. Kanker payudara bersifat menurun. Bila pada keluarganya ada yang kena kanker payudara, seorang wanita mempunyai risiko sekitar 40%.
"Bila tes BRCA 1 dan BRCA 2 menunjukkan mutasi gen, risiko terkena kanker payudara meningkat menjadi 50%-85%," imbuhnya.
Rp 21 juta
Mutasi gen BRCA 1 dan BRCA 2 bersifat menurun dalam keluarga. Untuk itu, tes BRCA 1 dan BRCA 2 dilakukan bila seorang memiliki dua atau lebih anggota keluarga yang terkena kanker payudara maupun indung telur, dan juga ada riwayat orang tua maupun kakek nenek yang terkena kanker payudara pada usia di bawah 50 tahun.
Saat ini, tes BRCA 1 dan BRCA 2 dapat dilakukan di Indonesia . "Biayanya berkisar Rp 21 juta, ujar Virgi.
Manfaat pengenalan potensi kanker payudara secara dini dengan BRCA 1 dan BRCA 2 ialah memperoleh kejelasan risiko kanker, pengawasan yang baik, dan penanganan pilihan untuk menghindari kanker dengan mengangkat payudara sebelum terkena atau mengonsumsi obat untuk mutasi BRCA yang saat ini masih dalam penelitian.
"Hasil tes BRCA juga dapat mendorong seseorang untuk menjalani gaya hidup sehat, menghindari makanan berpengawet dan berpenyedap rasa, rajin memeriksa payudara sendiri, serta rutin melakukan mamografi setahun sekali, jelas Virgi.
Virgi mengingatkan terjadinya kanker payudara secara umum dipengaruhi beberapa faktor risiko baik yang bisa dikendalikan maupun yang tidak. Faktor risiko yang dapat dikendalikan adalah usia, riwayat keluarga, haid lebih awal (di bawah usia sembilan tahun), dan menopause lambat (di atas 55 tahun).
Faktor risiko yang dapat dikendalikan adalah tidak punya anak, punya anak setelah umur 35 tahun, kegemukan, dan kurang aktivitas fisik. (S-3)
Amalias@mediaindonesia.com