Pelebaran Aorta di Perut. Tak Terkenal Walau Mematikan

Pada umur 69 tahun, Albert Einstein didiagnosis mengalami pelebaran pembuluh aorta di perut atau aneurisma aorta abdominal. Dokter sudah berupaya menahan agar aorta itu tidak kian melebar. Namun, tujuh tahun kemudian, aorta tersebut pecah dan menimbulkan  perdarahan hingga merenggut nyawa ilmuwan paling menonjol pada abad ke-20 itu. 

Untuk mengatasi makin lebarnya aorta di perut Einstein, dokter bedah terkemuka masa itu, Rudolph Nissen dan Frank Glenn bersama ahli radiologi Gustav Bucky menyelubungi aorta Einstein dengan plastik khusus cellaphone. Itu adalah teknik rintisan mengatasi pelebaran pembuluh aorta di perut (AAA) tahun 1948.

Setelah operasi, gangguan akibat AAA tak muncul lagi. Namun, pada 17 April 1955, aorta yang membesar itu pecah dan menimbulkan perdarahan dalam perut. Memang AAA tak bisa dipulihkan. Esoknya, sang pencetus teori relativitas umum itu akhirnya meninggal di salah satu rumah sakit di Princeton, New Jersey, AS, usia 76 tahun.

Aorta perut adalah pembuluh darah nadi atau arteri dari jantung yang memasok kebutuhan darah ke organ-organ yang ada di perut hingga kaki. Diameter rata-rata perut orang Asia adalah 1,6 sentimeter (cm), sedangkan orang Eropa 2 cm.

"Aneurisma terjadi jika ukuran pembuluh darah 1,5 kali dari ukuran normal," kata dokter bedah konsultan vaskular di Rumah Sakit Premier Bintaro, Tangerang Selatan, R Suhartono, Rabu (8/7). Jika aorta perut orang Asia lebih dari 2,4 cm dan orang Eropa 3 cm, mereka didiagnosis menderita AAA.

Pemicu pelebaran aorta adalah penipisan dinding aorta. Penyebab penipisan dinding aorta. beragam, mulai dari kelainan dinding aorta, infeksi jamur atau bakteri, serta penuaan. Akibat tekanan darah yang dipicu pompa jantung, dinding aorta yang menipis itu terus tertekan dan akhirnya melebar. 

"Radikal bebas dari rokok juga  memicu penipisan aorta," kata dokter bedah konsultan vaskular RS Premier Bintaro, " Alexander Jayadi Utama.

Penuaan merupakan faktor utama pemicu AAA karena mayoritas penderita adalah warga lanjut usia. Sejumlah faktor risiko dan penyakit yang muncul bersama penuaan, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol, dan kencing manis, juga meningkatkan risiko pelebaran aorta.

Tak ada gejala 
Publikasi di jurnal Lancet, 10 Januari 2015, menyebutkan, kematian global akibat aneurisma aorta di perut ataupun dada, pada 2013 mencapai 151.500 orang, naik 52,1 persen dibandingkan dengan 1990. Jumlah pasien laki-laki 4 kali lebih banyak daripada perempuan.

Tak ada angka pasti pasien AAA ataupun aneurisma aorta secara umum di Indonesia. Namun, menurut Alexander, ada 4 kasus AAA yang ditangani di sekitar Jakarta setiap tahun. "Ini fenomena gunung es. Pengetahuan masyarakat. Pengetahuan masyarakat tentang AAA amat rendah," ujarnya. 

Jika ada kematian mendadak seseorang, kerap dianggap sebagai serangan jantung. Padahal, pecahnya aorta akibat pelebaran yang progresif juga memicu kematian mendadak. 

Tak ada pertolongan pertama yang bisa diberikan pada pasien AAA yang aortanya pecah. Pertolongan yang bisa diberikan ialah secepat mungkin membawa penderita ke rumah sakit.

Masalahnya, pelebaran atau pembengkakan aorta kerap tak menimbulkan gejala apa pun. Jika pelebaran aorta besar dan penderita kurus, pelebaran itu kadang bisa dideteksi lewat benjolan di perut yang bisa diraba. Berbeda dengan benjolan tumor yang keras, benjolan akibat AAA biasanya kenyal dan berdenyut seirama detak jantung.

Selain itu, AAA umumnya terdeteksi tak sengaja saat pasien melakukan pemeriksaan penyakit lain. Oleh karena itu, satu-satunya cara mencegah adalah pemeriksaan dini memakai ultrasonografi. 

Dengan ditemukannya AAA lebih awal, upaya pemantauan pelebaran aorta bisa segera dilakukan untuk mencegah pecahnya aorta. Jika sudah pecah, dokter kadang bisa menanganinya dengan operasi meski tingkat kematiannya 70 persen. 

Penanganan 
Pencegahan pecahnya aorta itu biasanya dilakukan dokter bedah vaskular jika pelebaran aorta sudah 4,5 cm bagi orang Eropa atau kurang dari 4 cm untuk orang Asia. Jika aorta melebar 5-6 cm, kemungkinan pecahnya aorta 25 persen. Jika pelebaran aorta lebih dari 7 cm, risiko pecah 75 persen. 

Tindakan oleh dokter bedah kini tentu jauh lebih canggih daripada enam dekade lalu saat menangani Einstein. Kini, metode yang dipakai ada dua, yaitu operasi bedah terbuka untuk pemasangan pembuluh darah tiruan dan pemasangan cincin (stent) lewat teknik endovascular aneurysm repair (EVAR).

Pada teknik bedah tebuka, perut bagian tengah pasien akan dibuka. Lalu, bagian aorta yang membesar akan dibelah untuk memasukkan pembuluh darah tiruan. Pembuluh darah tiruan itu dijahit pada pembuluh darah asli agar aliran darah di aorta kembali normal. 

Risiko bedah terbuka juga amat besar. Menurut Suhartono, tingkat kematian operasi besar terbuka sebelum aorta pecah 2-5 persen. Selama operasi, pasien harus dibius total. Setelah operasi, mereka harus dirawat intensif 2-3 hari dan perawatan di rumah sakit sekitar 2 minggu. Keunggulan operasi bedah terbuka ialah tak perlu banyak kontrol sesudah operasi.  

Sejak 1995, teknik EVAR mulai dikenalkan dan baru diterapkan di Indonesia pada 2013. Teknik itu dilakukan dengan pembedahan noninvasif di paha. Cincin dimasukkan melalui selang kecil dari pembuluh darah di paha yang prosesnya mirip kateterisasi jantung.

Setelah operasi, pasien bisa langsung pulang. Selama 1-3 bulan pertama, pemeriksaan lewat pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT scan) dilakukan demi memastikan cincin tak bergesar atau berubah posisi. Jika hasil pemeriksaan baik, pengecekan diulang lagi 5 tahun sesudah pemasangan cincin.  

"Kini pembedahan noninvasif jadi pilihan utama karena tingkat kesakitan dan kematian lebih rendah," kata Alexandr. Namun, kadang bedah terbuka jadi pilihan utama jika karakter pelebaran aorta bersifat khusus, pasien AAA masih muda, pemicu pelebaran aorta karena infeksi dan terjadi multi-penggelembungan aorta. 

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar