Kanker di Satu Atap


KANKER, sel tubuh yang tumbuh liar, kian banyak menggerogoti manusia. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah penderita tiap tahun bertambah 6,25 juta. Di Indonesia belum ada data tepat. Namun, catatan Klinik Kanker Tuilip, RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, menunjukkan peningkatan berarti. Tahun lalu, total pasien kanker hanya 500 orang;. "Tahun ini, sampi Maret saja sudah 600 orang," kata Dr. Johan Kurnianda, Kepala Instalasi Kanker Tulip.

Angka ini jadi membengkak kalau dihitung total kunjungan. Maksudnya, mereka yang datang ke Tulip, baik konsultasi maupun kontrol kesehatan, Jumlahnya tiap tahun mencapai ribuan. Pada awal 2001, saat awal berdiri, kunjungan mencapai 5.000 kali. Tahun 2004 yang tercatat 10.000 kunjungan.
Meski kunjungan cukup tinggi, menurut Johan, banyak penderita yang terlambat periksa. Sekitar 80% berobat setelah terdeteksi stadium lanjut (III dan IV). "Artinya, angka harapan hidup lima tahun hanya sekitar 20%," ia menjelaskan. Sebaliknya, di negara-negara maju, pasien kanker lebih awal mendeteksi dirinya, sehingga lebih dari 80% pasien baru menginjak stadium I atau II. 

Karena itulah, menurut Johan, Tulip gencar melakukan sosialisasi penyakit kanker ke masyarakat awam, baik berupa leaflet, kampanye di media massa, maupun seminar gratis. Filosofi Klinik Kanker Tulip tak hanya memberikan kelayakan kesehatan, juga melakukan riset dan pendidikan. Seperti tergambar dari lambang bunga Tulip yang menunjukkan tiga aktivitas terpadu klinik.

Tulip diresmikan pada 15 November 2000 oleh Gusti Kanjeng Ratu Hemas, istri Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tapi, baru beroperasi pada April 2001. Karena dana awal pendirian klinik dari Yayasan Kanker Belanda senilai 500.000 gulden, atau sekitar Rp 2 miliar, hanya cukup untuk mendirikan gedung. Sedangkan, dana operasional klinik berasal dari RSUP Sardjito dan pemerintah.
Meski tak ada pasokan dana lagi dari Yayasan Kanker Belanda, hubungan masih tetap berlanjut berupa pengembangan sumber daya manusia. Hingga kini, menurut Johan, ada lima perawat dan 15 dokter yang dikirim ke Belanda untuk mengikuti workshop kanker. Malah, lima orang dokter di antaranya melanjutkan ke jenjang pendidikan S-3.

Klinik kanker terpadu baru ada dua di Indonesia. Selain RSUP Sardjito Yogyakarta, RS Dharmais di Jakarta juga menerapkan konsep serupa, one stop clinic. Pelayanan satu atap. Setelah penyakit didiagnosis, pasien langsung mendapat pengobatan. "Pemeriksaan laboratorium maupun obat pasien sudah disediakan di klinik," kata Johan.   

Pelayanan yang disediakan klinik di antaranya adalah konsultasi kanker, kemoterapi rawat jalan, transfusi darah, biopsi dengan jarum halus, pemeriksaan sumsum tulang, pemeriksaan cairan, papsmear (deteksi dini untuk kanker mulut rahim), periksa kanker di hidung, mamografi (deteksi dini kanker payudara), serta apotek.

Klinik Tulip juga memberikan pelayanan gratis bagi masyarakat miskin, setelah mereka mendapat keterangan dan rekomendasi dari dinas sosial. Jumlah kunjungan masyarakat miskin ke klinik terus meningkat, sebagian besar dari Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tahun 2004  tercatat 500 orang lebih, sebelumnya cuma 200 orang. Menurut Johan, semua biaya pengobatan ditanggung pemerintah. Untuk 4-6 kali kemoterapi bisa menghabiskan biaya sekitar Rp 2-10 juta, tergantung jenis kanker dan stadiumnya. Fasilitas keringanan juga diberikan bagi PNS dengan menggunakan kartu Askes.

Kholis Bahtiar Bakri  

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar