Tuberkulosis Makin Ganas
Hasil temuan terbaru, TBC bisa menular secara cepat. Itu pun dapat terjadi meski hubungan dengan penderita tak berlangsung lama.
BISA jadi, semua orang nanti terpaksa mengenakan masker. Bukan saja karena makin sesaknya udara akibat polusi, melainkan juga lantaran munculnya generasi baru penyakit tuberkulosis (TBC). Yang mencemaskan, strain bakteri penyakit ini dapat menyebar hanya dalam tempo dua jam setelah seseorang tertular. Penyebarannya pun tidak hanya pada orang dekat, lewat batuk atau bersin, misalnya, melainkan juga melalui interaksi sambil lalu dengan penderita.
Orang yang potensial kena penyakit ini pun tidak lagi hanya dari kalangan miskin dan papa di dunia ketiga. Menurut artikel di New England Journal of Medicine terbitan awal Maret lalu, tuberkulosis generasi baru tersebut pertama kali ditemukan pada seorang anak prasekolah di Tennessee, Amerikat Serikat. Si anak diduga tertular dari pamannya yang berusia 21 tahun, yang sedang menderita batuk kronis, dan belakangan diketahui kena TBC.
Menariknya, mereka berdua jarang kontak badan, karena si paman tinggal di Kentucky, yang terpisah sejauh 100 kilometer dari tempat tinggal anak yang tertular itu. Walaupun mereka hanya bertemu pada Natal dan Paskah selama dua hingga empat jam, ternyata si anak bisa tertulari. Padahal, biasanya orang akan terinfeksi setelah kontak badan yang relatif lama dengan orang yang menderita penyakit tersebut.
Hal itu merupakan hasil penelitian Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention), Amerika Serikat. Penelitian itu menunjukkan, sebanyak 70% orang yang berhubungan dengan penderita beberapa waktu kemudian tertular tiga hingga empat kali lipat dari tingkat penularan umumnya. Bakteri itu pertama kali diketahui muncul di pedesaan di Kentucky dan Tennessee dari 1994 sampai 1996. Tapi menurut artikel tersebut, strain yang agresif itu tidak akan berjangkit lagi bila penderita yang terinfeksi mendapat perawatan intensif.
Bakteri TBC, yang menyebar ke udara ketika penderitanya bersin dan batuk, selama ini diketahui lambat berkembang biak. Hanya sekitar 5% penularannya yang menyebabkan seseorang sakit. Menurut Hasrul Harun, ahli bakteri TBC dari Lembaga Mikrobiologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, ada jenis yang masa penularannya tiga bulan, ada yang lebih atau kurang dari itu. "Tapi strain temuan baru tersebut daya penularannya cepat sekali," katanya.
Bahkan, menurut Dokter Faisal Yunus, ahli penyakit paru-paru dari Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, kehadiran strain baru itu mengagetkan, dan tidak lazim. "Biasanya bakteri TBC tidak mudah menular, dan kalaupun menular, tidak mesti menyebabkan sakit," katanya kepada Dicky Hardianto dari Gatra. Banyak faktor yang menentukan menularnya penyakit ini. Misalnya daya tahan tubuh yang lemah, konsumsi gizi yang kurang, lingkungan yang tidak bersih, hidup yang tidak teratur, atau terserang penyakit lain seperti gula, dan keganasan bakteri TBC.
Penyakit yang biasanya menyerang kalangan kelas menengah ke bawah yang berusia 15-35 tahun ini, menurut Faisal, pada umumnya melalui udara, seperti lewat batuk lama. Juga dari bakteri Mycobacterium bovinum di susu sapi yang tidak disterilkan, sehingga peminumnya menderita TBC usus. Tapi bakteri TBC umumnya menyerang paru-paru, sehingga alat penapasan itu menjadi keropos dan bolong. Selain itu, bakteri TBC juga menyerang kelenjar leher, tulang belakang, pinggul, ginjal, otak, ovarium, dan testis.
Gejala awal serangan TBC paru-paru adalah batuk lebih dari empat minggu. Batuk itu disertai darah, lalu demam di sore dan malam hari, nafsu makan menurun, sesak napas, nyeri, takut mandi atau takut kena air di waktu malam, serta gejala malaise - letih, lesu, lemah, dan lelah.
Cara penanganan penyakit TBC, menurut Faisal, sebenarnya cukup sederhana. Penderita harus rajin berobat dengan teratur dan sampai tuntas, sebab biasanya dalam sebulan sebagian gejala sudah hilang, kendati bakteri masih tetap ada. Untuk pengobatan jangka pendek hanya 6 - 9 bulan, dan jangka panjang 1 1/2 - 2 tahun. Selain itu, rumah juga harus memiliki banyak ventilasi, sehingga sinar matahari bisa masuk dan sirkulasi udara berjalan baik. Dengan begitu, kuman TBC enggan hidup. Maklum, kuman TBC baru mati setelah berada selama tujuh hari dalam udara lembab, satu bulan dalam ruang berdebu, dan hanya tiga jam kalau terkena sinar matahari.
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada 1996, tingkat prevalensi TBC positif (pengidap dan potensi menularkan) di Indonesia adalah 0,29%. Artinya, dari 10.000 orang Indonesia, 29 orang di antaranya adalah pengidap TBC positif.
Irwan E. Siregar