Wanita Rentan Depresi
Depresi merupakan kondisi kejiwaan yang rentan terjadi pada usia 15-44 tahun. Penelitian menunjukkan, satu dari enam orang dewasa pernah mengalami depresi dalam hidupnya. Dalam penelitian itu, wanita dua kali lebih tinggi terkena depresi ketimbang pria.
Depresi adalah perasaan sedih sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau peristiwa menyedihkan lainnya. Namun itu tidak sebanding dengan peristiwanya dan terus menerus dirasakan melebihi waktu normal.
Depresi terbagi menjadi tiga macam; pertama, depresi situasional yang terjadi setelah suatu peristiwa traumatik, seperti kematian orang yang dicintai. Kedua, holiday blues (depresi bersifat sementara) yang terjadi ketika sedang berlibur atau merayakan sesuatu. Ketiga, depresi endogenous yang terjadi tanpa penyebab pasti.
Penyebab
Penyebab depresi sebenarnya belum sepenuhnya diketahui secara pasti. Namun sejumlah faktor dapat menyebabkan seseorang cenderung menderita depresi, misalnya, faktor keturunan, efek samping dari obat-obatan tertentu, kepribadian introvert, peristiwa emosional (terutama kehilangan).
Menurut dr. B. Handoko D, SpKJ, psikiater dari rumah sakit Dr. Soetomo Surabaya, wanita dua kali lebih mudah terkena depresi, kendati alasannya belum diketahui dengan jelas. Penelitian jiwa memperlihatkan wanita cenderung memberikan respon terhadap kesengsaraan dengan cara menarik diri dan menyalahkan dirinya sendiri. Sebaliknya pria cenderung menolak atau mengalihkannya dengan berbagai kegiatan.
Tak hanya itu, perubahan kadar hormon wanita juga memegang peranan penting. Perubahan suasana hati bisa terjadi sesaat sebelum menstruasi (ketegangan pre-menstruasi) dan setelah persalinan (depresi post-partum). Perubahan hormon serupa bisa terjadi pada wanita pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Depresi juga bisa terjadi karena atau bersamaan dengan sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Dokter Alberat Maramis, SpKJ menambahkan, kelainan fisik bisa menyebabkan depresi secara langsung dan tidak langsung. Misalnya, menderita penyakit tiroid yang sering dialami wanita. Penyakit ini menyebabkan berubahnya kadar hormon sehingga bisa memicu munculnya depresi.
Begitu pula penderita AIDS yang secara langsung bisa menyebabkan depresi jika virusnya merusak otak. "Secara tidak langsung penyakit itu juga bisa menyebabkan depresi jika menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan penderitanya," kata dr. Albert.
Lebih lanjut ia menjelaskan, berbagai obat yang diresepkan (terutama obat yang digunakan untuk mengatasi tekanan darah tinggi) bisa pula menyebabkan depresi. Sejumlah penyakit dan kelainan jiwa yang menyebabkan penderita mengalami depresi misalnya, kanker, influenza, penyakit kecemasan, alkoholisme, skizofrenia, efek samping dan penyalahgunaan obat, serta stadium awal demensia.
Gejala
Menurut dr. Widjaja Kusuma, Product Manager Pharmaceutical Division PT Wyeth Indonesia, gejala depresi biasanya muncul secara bertahap selama beberapa hari atau minggu. Penderita tampak tenang dan sedih atau mudah tersinggung dan cemas.
Pada depresi vegetatif, penderita cenderung menarik diri, jarang berbicara, tidak mau makan dan tidak mau tidur. Sedangkan penderita depresi agitasi tampak sangat gelisah, meremas-remas tangannya serta banyak berbicara.
Banyak penderita yang tidak dapat merasakan emosi duka cita, gembira, dan senang secara normal. Mereka merasa dunia tampak semakin suran, tidak ada kehidupan dan mati. Kondisi ini tentu saja membuat penderita depresi semakin kurang berpikir, berbicara dan melakukan kegiatan umum lainnya, sehingga aktivitas bisa terhenti sama sekali.
Lebih dari itu, pikiran mereka dipenuhi perasaan bersalah dan memiliki gagasan untuk menghancurkan dirinya sendiri. "Penderita tak bisa konsentrasi dengan baik. Mereka sering bimbang dan menarik diri. Merasa tak berdaya dan putus asa serta berpikir tentang kematian dan bunuh diri," imbuh dr. Widjaja.
Penderita juga mengalami sulit tidur dan seringkali terbangun, terutama pada dini hari. Gairah dan kenikmatan seksualnya hilang. Nafsu makan yang buruk dan penurunan berat badan yang menyebabkan penderita menjadi kurus. Pada wanita, siklus menstruasinya berhenti.
Pada depresi ringan, dr. Handoko menambahkan, penderitanya makan sangat banyak dan terjadi penambahan berat badan. "Sekitar 20% penderita, gejalanya lebih ringan tetapi berlangsung bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun," katanya.
Depresi disritmik ini seringkali muncul pada awal kehidupan dan berhubungan dengan perubahan kepribadian yang nyata. Penderita tampak muram, pesimis, tidak suka bercanda atau tidak mampu merasakan kesenangan, pasif dan letargis, introvert, curiga, suka mengritik dan sering menyesali diri sendiri.
Pikiran penderita, kata dr. Albert, dipenuhi oleh kekurangan, kegagalan, peristiwa negatif, bahkan terkadang sampai menikmati kegagalan mereka sendiri. Di antara penderita depresi ada pula yang mengeluh penyakit fisik seperti, sakit, nyeri di beberapa bagian tubuh tertentu atau ketakutan akan musibah.
Sekitar 15% penderita - terutama pada depresi berat - mengalami delusi (keyakinan yang palsu - red) atau halusinasi (melihat atau mendengar benda yang sesungguhnya tidak ada). Dokter Albert menambahkan, mereka yakin bahwa melakukan dosa atau kejahatan yang tidak dapat dimaafkan. Bisa juga merasa mendengar suara-suara yang menuduhnya telah melakukan berbagai perbuatan yang tidak senonoh atau suara-suara yang mengutuk mereka supaya mati. "Depresi yang disertai dengan delusi itulah yang dinamakan depresi psikotik," jelasnya.
Gejala depresi yang paling serius adalah pikiran tentang kematian. Banyak penderita ingin mati atau merasa sangat tidak berguna sehingga merasa pantas mati. Menurut dr. Handoko, sebanyak 15% penderita menunjukkan perilaku bunuh diri. Rencana bunuh diri merupakan keadaan yang gawat, penderita harus dirawat dan diawasi secara ketat sampai keinginan bunuh diri hilang.
Penanganan Depresi
Dokter Widjaja Kusuma menjelaskan, pemberian obat anti depresi merupakan langkah utama dalam mengobati depresi. Tujuannya untuk mengurangi dan menghilangkan keluhan dan mencegah kekambuhan. "Obat anti depresi yang efektif digunakan adalah yang mampu bekerja ganda untuk menyeimbangkan kembali fungsi saraf-saraf otak, yaitu, neurotransmitter, serotonin dan norepineprin," tambah dr. Widjaja.
Manfaat dan keuntungan potensial dari obat ini, kerja obat yang cepat, bahkan efek pemulihannya bisa dirasakan setelah empat hari. Tak hanya itu, keberhasilan hilangnya gejala depresi cukup tinggi kendati belum seluruhnya dan mencegah depresi kambuh lagi.
Menurut dr. Handoko, penanganan depresi tak selalu memerlukan perawatan di rumah sakit. Penderita yang harus dirawat di rumah sakit adalah penderita yang memiliki kecenderungan bunuh diri. Terlalu lemah karena berat badannya turun dan memiliki risiko terjadinya kelainan jantung karena penderita sangat gelisah.
Pengobatan lainnya adalah psikoterapi dan terapi elektrokonvulsif. Kadang digunakan kombinasi ketiga terapi tersebut. Psikoterapi yang dijalankan bersamaan dengan pemberian anti-depresi memberikan hasil yang lebih baik.
Psikoterapi individual maupun kelompok bisa membatu penderita secara bertahap untuk memulai kembali tanggung jawabnya yang dahulu dan menyesuaikan diri dengan tekanan kehidupan normal. Pada psikoterapi interpersonal, penderita menerima dukungan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan hidup.
Ririn