Kasai Atasi Hati Penderita Hepatitis yang sudah Rusak

JAKARTA (Media): Anak penderita hepatitis yang kondisi hatinya sudah rusak dan berat tubuhnya tidak berkembang lagi harus menjalani operasi Kasai, yaitu menyambung saluran empedu ke hati dengan usus. Namun, apabila Kasai tidak berhasil, maka penderita harus mendapat cangkok hati.

Hal itu diungkapkan Prof dr K Prabhakaran, Direktur Program Transplantasi Bagian Bedah RS Universitas Nasional Singapura pada Pediatric and Pediatric Surgery Symposium yang diselenggarakan RS Cengkarang bekerja sama dengan RS Universitas Nasional Singapura di Jakarta, Sabtu (29/5).
Bersamaan dengan simposium itu, RS Cengkareng juga meresmikan Pusat Pelayanan Penyakit Hati Terpadu Transplantasi Hati (Liver Centre).

Prabhakaran menjelaskan hepatitis pada anak secara umum ditandai dengan tubuh menguning dan saluran empedunya tidak berfungsi. Dengan teknik Kasai, kata spesialis bedah anak ini, tim medis membuat saluran empedu dari usus menuju ke hati (Biliary Artesia).

"Kalau operasi Kasai berhasil, berat tubuh anak bertambah setiap bulannya. Namun, apabila Kasai gagal, maka kondisi hati akan terus memburuk dan akhirnya rusak. Berat tubuh anak pun tidak berkembang, perutnya membuncit dan sering muntah-muntah. Kalau sudah begitu tidak ada jalan lain, kecuali transplantasi hati," jelas Prabhakaran.  

Di Singapura, lanjutnya, untuk mendapatkan hati biasanya dari orangtua atau kerabat si pasien. Syaratnya, kondisi hati, jantung, dan kesehatan pendonor harus sehat. Bahkan dari pengalaman di Singapura, dari 10 pendonor biasanya hanya dua orang saja yang memenuhi syarat. 

"Kalaupun ada orang yang ingin menjual sebagian  hatinya untuk didonorkan, pemerintah Singapura tetap melarang. Dan kalau bukan dari kerabat sendiri harus menunggu hati dari orang meninggal," tambah Prabhakaran.

Lebih lanjut, Prabhakaran mengatakan, untuk kebutuhan transplantasi hati harus dilihat berapa berat tubuh anak. Lalu diamati dengan CT Scan, bagian mana dari hati yang diambil dari pendonor. Anak umumnya membutuhkan hati yang beratnya 1% dari berat tubuhnya. "Jadi kalau beratnya 10 kg, hati yang akan dicangkokan 1 kg.

Hati pendonor, lanjutnya, tidak, seluruhnya diambil. Jika orang berat badannya 70 kg berarti hatinya 7 kg. Hati pendonor tersebut juga hanya diambil 1 kg untuk ditransplantasikan ke tubuh anak yang berat badannya 10 kg.

"Jangan khawatir, orang yang mendonorkan hatinya bisa hidup normal, sekalipun dengan hati yang beratnya 0,5% dari berat tubuhnya. Bahkan hati bisa tumbuh lagi normal dengan hanya membutuhkan 1-2 minggu," katanya.

Dalam proses transplantasi, tambahnya, dibutuhkan waktu sekitar 12 jam dari mulai mengambil hati dari pendonor hingga mencangkokan kepada pasien yang menerima donor. menurut Prabhakaran, sebanyak 85% anak yang mendapat transplantasi hati dapat hidup normal. Mereka bisa sekolah, tumbuh, dan bermain game sebagaimana halnya anak-anak lain. Namun untuk transplantasi hati dibutuhkan biaya sedikitnya sebesar Rp 1 miliar.

Sementara itu, di acara yang sama Direktur Pelayanan Medik RS Cengkareng dr Chairusjah Sjahrudin mengatakan, penyakit hepatitis yang paling sering ditemukan di Indonesia adalah tipe A dan B. Laporan Departemen Kesehatan juga mengungkapkan kasus penyakit hepatitis di Indonesia semakin meningkat. Bahkan hepatitis C telah menjadi persoalan utama, karena merupakan penyakit infeksi yang tidak terdeteksi selama puluhan tahun dan perlahan-lahan merusak hati. (Drd/V-1)    

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar