Onkologi, Penanganan Nyeri Masih Terabaikan
NUSA DUA, KOMPAS - Pasien kanker umumnya mengalami nyeri karena sakit ataupun efek samping terapi. Itu bisa menghambat terapi dan menurunkan kualitas hidup penderita. Untuk itu, obat pereda nyeri diperlukan sebagai bagian terapi.
"Indonesia negara dengan konsumsi opioid atau pereda rasa nyeri terendah di dunia, termasuk pasien kanker," kata Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia Aru Sudoyo dalam World Congress of Internal Medicine ke-33, Rabu (24/8), di Nusa Dua, Bali. Kongres dihadiri sekitar 2.600 peserta dari 69 negara.
Rendahnya konsumsi opioid pada pasien kanker karena keluarga pasien khawatir memicu ketergantungan. Adapun sebagian dokter kurang memahami pengelolaan nyeri. "Akses opioid terbatas karena ada kekhawatiran disalahgunakan," ucapnya.
Mayoritas pasien kanker mengalami nyeri di beberapa bagian tubuh. Namun, menurut survei global, pengobatan mengatasi nyeri hanya diberikan pada 20-50 persen pasien yang didiagnosis dan baru naik 75 persen pada pasien stadium lanjut.
Pada masyarakat modern, populasi penduduk lanjut usia meningkat. Gaya hidup tak sehat meningkatkan risiko terkena kanker. "Dengan perkembangan terapi, masa bertahan hidup meningkat, tetapi umumnya pasien mengalami nyeri," ujarnya.
Banyak pasien kanker memeriksakan diri ke dokter karena nyeri dan itu gejala awal. Diperkirakan 40 persen pasien mengalami nyeri saat didiagnosis kanker dan 70-90 persen pasien kanker stadium akhir juga terserang nyeri. "Nyeri jadi penyebab utama penurunan kualitas hidup pasien, waktu produktif hilang. Pasien juga depresi," ujarnya.
Anggota staf pengajar Divisi Hematologi Onkologi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Asrul Harsal, menyebutkan, nyeri dialami 90 persen pasien kanker. "Itu kerap terabaikan, 49 persen tidak ditangani. Opioid merupakan obat penghilang rasa sakit yang aman dan efektif," ujarnya.
Panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jika nyeri reda, obat pereda nyeri diberikan bertahap sesuai kondisi. Tahap pertama, obat yang diberikan asetaminofen. Tahap berikutnya kodein dan tramadol. Tahap ketiga, oxycodone, morfin, dan fentanil.
Christopher Gharibo, Associate Professor Bidang Anestesiologi dan Pengobatan Nyeri New York University School of Medicine, menjelaskan, Pusat Pengendalian Penyakit AS melaporkan, terjadi penurunan kasus kematian akibat overdosis penggunaan opioid setelah ada oxycodone, salah satu jenis opioid. (EVY)