Anugerah Kemampuan Memaafkan

Benar sekali, kemampuan memaafkan adalah anugerah luar biasa dari Allah, karena ini seakan membebaskan energi positif di dalam diri yang pada gilirannya akan membuat perasaan-perasaan positif juga muncul dalam diri. Ketika kemudian diri kita mampu memancarkan energi positif, maka ia akan kembali dalam perasaan-perasaan yang juga positif sifatnya.

Ibu Rieny Yth.,
Saya adalah pembaca setia NOVA dan sangat senang rubrik Konsultasi yang ibu asuh. Setiap membaca ulasan Ibu selalu saja ada hal-hal baru yang penting yang saya pelajari. Kadang rasanya sangat sepele. Ternyata dampak psikologisnya dahsyat. 
Ibu baru saja membahas kasus Midah, yang membuat saya jadi memaksa diri untuk berkaca pada kasus dalam hidup perkawinan saya dan suami. Di ujung jawaban ibu, saya menemukan petikan ini "diberi anugerah kemampuan memaafkan." Subhanallah.

Saya pikir, daya memaafkan saya yang luar biasa, adalah semacm penyakit jiwa. Ternyata itu justru anugerah yang harus saya hargai ya, Bu.

Saya ibu 3 anak. Yang sulung berumur akan 10 tahun bulan yang akan datang, 7 tahun, dan si bungsu 3 tahun. Suami sudah berulah sejak lama. Ketika akhirnya kami berpisah beberapa waktu yang lalu saya dalam keadaan hamil tua, hanya beberapa hari sebelum si bungsu lahir.

Saat ini saya sendirian. Panjang jika diceritakan, dan saya juga tidak ingin membuka aib rumah tangga. Rasa-rasanya, sama saja keduanya, sama-sama bersalah. Hanya satu hal saja yang akhirnya saya mengerti, setelah sekian lama bertanya-tanya, ternyata kemampuan memaafkan itu adalah anugerah... yang luar biasa pula. 

Saya mudah sekali memaafkan mantan suami, tak ingat betapa saya harus jungkir balik sendirian mengurus tiga anak. Bahkan tanpa direspons pun, saya tetap mengirim kabar tentang anak-anak kepadanya. 

Sering saya berpikir, apakah saya sangat bodoh? Apakah saya sakit jiwa? Orang normal mungkin akan memilih menjauh dari mantan dengan kualitas seperti ini. Boro-boro berbaik hati mengirim kabar tentang anak-anak yang dilupakannya, adanya mungkin malah mencaci maki.

Sebegini saja Bu, surat saya. Sampai sekarang status saya digantung, komunikasi diblok, karena ia tak mau angkat telepon ataupun membalas SMS saya. Anak-anak tidak diperhatikan. tapi saya tetap bisa bahagia dan tersenyum, Bu. Kesalahan sikapnya tak lantas membuat saya juga ikut-ikutan salah bersikap. Yang paling bahagia melihat manusia saling bertikai tentunya setan. Sedangkan hamba Allah, yang dibentukNya dengan penuh kasih sayang, seperti halnya manusia, tentunya tak layak bila memiliki jiwa yang senang melihat sesama menderita ataupun bermusuhan.

Salam sayang buat Bu Rieny yang selalu membantu saya dan juga pembaca NOVA lain untuk menemukan jati diri, dari sisi positif yang ada di dalam diri. Sungguh menguatkan hati. Terima kasih, Bu.

Emy, somewhere

Jawaban Bu Rieny,
Membaca surat Anda, saya bayangkan betapa nyamannya kalau bisa berinteraksi dengan Bu Emy yang pastinya hangat, tulus, dan melihat masalah dari sisi yang optimis. 

Benar sekali, kemampuan memaafkan adalah anugerah luar biasa dari Allah, karena ini seakan membebaskan energi positif di dalam diri yang pada gilirannya akan membuat perasaan-perasaan positif juga muncul dalam diri. Ketika kemudian diri kita mampu memancarkan energi positif, maka ia akan kembali dalam perasaan-perasaan yang juga positif sifatnya.

Sayangnya Anda tidak berkenan menceritakan penyebab perpisahan Anda, yang bisa membuat suami masih belum mampu melakukan hal-hal baik seperti Anda. Bukanlah suatu yang mustahil, saya dan pembaca NOVA bisa memetik hikmah luar biasa dari pengalaman Anda dalam mengaktifkan hal-hal baik di dalam diri Anda. 

Bisa jadi, di dasar hatinya suami tak ingin kehilangan Anda, karena ia paham benar bahwa Anda terlalu bernilai untuknya untuk dicampakkan. Bila inisiatif perceraian datang dari Anda, mestinya ada hal-hal yang sudah tidak bisa Anda tolerir dalam caranya menjalankan peran sebagai suami dan ayah, bukan?   

Akan tetapi, pada saat yang sama Anda izinkan diri Anda untuk tetap memberi peluang pada suami untuk ingat pada anak-anaknya. Yang sering bekerja sebagai personal blocking terbesar dalam hidup, memblok komunikasi juga tidak Anda lakukan, karena Anda paham bahwa suami harus tetap mengetahui bagaimana perkembangan anak-anaknya.

Dan saat Anda melakukannya, gengsi atau perasaan enggan bersentuhan dalam arti komunikasi dengan suami, lalu tidak berperan. Saya yakin saat Anda meng-SMS suami, nalar Andalah yang secara dominan bekerja sehingga Anda tidak diliputi oleh keinginan oleh keinginan buruk untuk stop komunikasi.

Mudah-mudahan, Anda juga tidak melakukan hal yang sangat sering dilakukan oleh istri yang sakit hati, yaitu tak mengizinkan anak-anaknya untuk berinteraksi dengan ayahnya, bahkan ditambah pula oleh kecenderungan untuk membuat anak juga membenci ayahnya dengan rajin menceritakan aibnya kepada anak-anak sekaligus membuat mereka paham bahwa ibunyalah yang kerja keras menghidupi mereka. Padahal, tanpa melakukan ini pun, anak-anak adalah sosok paling menderita di dalam perceraian orangtua mereka.

Saat ribut-ribut terjadi anak-anak akan berada dalam situasi psikologis yang tidak nyaman, karena rasa aman dan terlindungi sudah terampas oleh pertengkaran orangtuanya. Oleh airmata ibunya yang menangisi perilaku ayah. Sementara di benak anak-anak ini biasanya muncul sebuah kecenderungan berpikir bahwa mereka ikut andil di dalamnya. Semisal dengan berpikiran bahwa karena dia nakal, tak selalu menuruti kata-kata ayah dan ibunya.

Kenapa hal seperti ini tidak tertangkap oleh orangtuanya sehingga bisa dikoreksi? Tak lain karena keduanya sibuk dengan perasaan-perasaan, kecemasan dan kemarahan mereka sendiri. Bicara pada orangtua? Wah...jauh panggang dari api. Sejak kapan anak didengarkan secara seksama oleh orangtuanya? Yang ada adalah pernyataan sejenis, 'Anak kecil tahu apa?' atau 'Jangan kebanyakan tanya, yang penting kalau jadi suami kelak, jangan tiru Bapakmu.'

Jejak-jejak ingatan ini, akan memberi dampak psikologis yang kebanyakan, negatif pada anak. Tolong hindari hal ini ya, Bu, karena seorang laki-laki bisa saja menjadi suami buruk, tetapi ayah yang baik buat anak-anaknya. 

Saran saya cuma satu Bu Emy, tetaplah mencoba kenali penyebab utama perceraian agar Anda bisa belajar dari pengalaman ini dan tak terulang lagi dalam melangkah ke kehidupan di masa datang. Saya sepakat dengan Anda, jadilah makhluk Allah yang disayangNya. Karena kita pandai mensyukuri semua yang datang pada diri kita sebagai nikmat terbesar buat kita. Salam hangat dan peluk dari jauh.    

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar