Membedah Sisi Gaib Pantai Sanur. Melihat Perang Leak Hingga Terapi Pasir
Dulu, Sanur identik dengan kawasan keramat, tempat menimba ilmu dan gudang para makhluk halus. Bahkan di sana ada dua daerah yang memiliki warna pasir yang berbeda. Konon di tempat ini dulu sering digunakan untuk menuntaskan perang dan uji ilmu leak. Namun kini, mendengar kata Sanur, imajinasi akan melayang pada gemerincing dolar, kawasan turis bahkan kawasan maksiat. Benarkah Sanur telah berubah?
Suasana sepanjang Pantai Sanur dari ujung utara Padanggalak hingga ujung selatan Mertasari tak pernah sepi dari ritual. Hampir setiap hari ada saja umat yang melaksanakan ritual di tepi pantai, baik selamatan, membayar khaul, upacara ngaben, mamukur, masakapan dan nyegara gunung. Maklum, tiap upacara Hindu mencari sumber air sebagai sentra yang tak lain adalah laut. Bahkan menjelang hari raya Nyepi, ada ritual yang dilaksanakan di sepanjang pantai ini. Semua benda-benda magis seperti tombak, arca, pratima dan barong diusung menuju pantai untuk ritual penyucian menjelang tutup tahun Caka - tahun bagi Hindu Bali.
Lautan manusia akan membanjiri sepanjang pantai yang membentang dari utara hingga selatan. Ribuan umat berpakaian putih menjadi warna khas pantai saat itu. Sisa-sisa sesaji yang telah dihaturkan pun akan berserakan di tepi pantai untuk kemudian secara perlahan akan digerus gelombang air dan menghilang entah kemana. Namun dalam keseharian, pemburu benda magis dan penekun kebatinan, menjadikan sepanjang pantai ini sebagai tempat latihan dan berburu. Hampir tiap hari, ada saja perguruan tenaga dalam yang memanfaatkan keangkeran sepanjang Pantai Sanur untuk latihan. Apalagi pada hari Kajeng Kliwon dan Purnama sebagai hari keramat dan suci bagi umat Hindu, kawasan sepanjang Pantai Sanur akan ramai.
CAHAYA KEKUATAN MAGIS
Di sepanjang kawasan ini hingga pantainya bertebaran banyak pura sebagai tempat suci. Dari kawasan Padanggalak terdapat Pura Segara Padanggalak, Pura Segara Sanur, Pura Dalem Kedewatan, Pura Giri Kusuma, hingga Pura Mertasari di ujung selatan. Tak salah kalau para spiritual menyebut kawasan ini memancarkan cahaya sehingga disebut Sanur yang berasal dari suku kata "Sa" yang berarti tunggal dan "Nur" berarti cahaya.
Kata Sanur, menurut sejarahwan Wayan turun dari Desa Kesiman, Denpasar, ditulis pertama kali dalam Prasasti Belanjong berangka tahun 835 Caka (903 Masehi). Nama desa ini ditulis ketika Sri Kesari Warmadewa mengadakan penyerangan terhadap wilayah Alas Pategaling Magalak (Sanur) di bawah kekuasaan Raja Bali Ugrasena. Pada waktu itu, Sanur merupakan kawasan pelabuhan yang dalam bahasa Jawa Kuno disebut bangsal. Dalam perkembangan, kawasan ini dikuasai kaum Brahmana (salah satu kasta di Bali) keturunan Danghyang Dwijendra. Para pendeta inilah yang kemudian melihat Alas Pategaling Magalak seperti bersinar sehingga disebut Sanur. Kawasan ini kemudian dijadikan tempat tinggal orang suci.
Beberapa dekade, Sanur merupakan kawasan angker. Tak sembarang orang berani tinggal di kawasan ini karena terkenal sebagai tempat tinggal para penekun ilmu leak. Tak pelak, nama Sanur pun identik dengan nama leak karena kaum kasta Brahmana di tempat ini banyak yang menekuni ilmu leak. Hingga 1960-an, kawasan ini masih sebagai kawasan terisolir. Saat itu banyak orang diberi tanah gratis untuk dijadikan tempat tinggal, tetapi tidak ada yang mau karena takut terhadap ancaman leak. Baru setelah pembangunan Hotel Bali Beach oleh Presiden Soekarno, secara perlahan kesan angker tersebut mulai bergeser. Menjamurnya hotel di kawasan ini akhirnya orang berbondong-bondong datang. Jangan kan meminta lahan, untuk membeli saja saat ini sangat susah karena kawasan ini padat penghuni.
PASIR HITAM-PUTIH
Yang cukup menarik dari pantai ini adalah dua jenis pasir yang berbeda saling bersebelahan dibatasi pemecah gelombang (break water). Di sebelah utara adalah pasir berwarna hitam, sedangkan ke arah selatan pasirnya berwarna putih. Dulu pembatas pasir ini terdapat di depan Hotel The Grand Bali Beach, tetapi kini diperluas ke utara hingga Jalan Pantai Sanur. Untuk memutihkan sebagian pasir hitam di Pantai Sanur ini, kata salah seorang nakhoda perahu Wayan Lepud, diurug dengan pasir putih yang diambil dari lautan lepas. Hal ini dilakukan bersamaan dengan penataan kawasan Pantai Sanur beberapa waktu lalu. Namun secara histori Lepud tidak tahu pasti, kenapa Pantai Sanur memiliki dua pasir yang berbeda. "Mungkin karena pasirnya berwarna putih dan terlihat bersinar, pantai itu disebut Sanur yang berarti sinar," jelasnya.
Kendati jaman terus menggelinding dan Sanur sebagai kawasan turis, beberapa pantai diyakini memendam kekuatan magis. Di sebelah selatan Pantai Padanggalak memiliki sejengkang pasir diyakini memiliki khasiat untuk pengobatan. Pantai itu diberi nama Pantai Matahari Terbit. Saban hari, pantai yang terletak di sebelah selatan Pantai Padanggalak ini tak pernah sepi. Dari pagi hingga malam hari, selalu saja ada aktivitas di sepanjang pantai berpasir hitam ini. Bila pagi tiba, pantai ini akan kelihatan sumringah karena dari tempat ini munculnya matahari dari tengah laut dengan leluasa bisa dilihat. Karena itu pula, pantai ini, setelah ditata, diberi nama Pantai Matahari Terbit. Padahal sebelumnya, kawasan ini disebut Padanggalak.
Di sebelah selatan Pantai Matahari Terbit hingga Pantai Sanur sudah diuruk batu kapur untuk mencegah makin meluasnya abrasi, sedangkan ke arah utara hingga Pantai Padanggalak hamparan pasir hitam masih terbentang luas. Mungkin karena kawasan ini dipakai untuk ritual keagamaan. Upacara tabur abu jenazah seusai ngaben lebih sering dilakukan di kawasan ini. Di tempat ini ada sebuah perahu khusus yang disediakan untuk umat yang akan menaburkan abu jenazah ke tengah lautan. Demikian pula kegiatan meditasi, cenderung memanfaatkan pantai ini karena tidak terhalangi oleh bongkahan batu kapur.
Bila matahari merekah dari ufuk timur, puluhan orang yang mengidap penyakit lumpuh akan berjajar di sepanjang pantai. Mereka menimbun seluruh tubuhnya dengan pasir sehingga tampak bagai onggokan pasir yang berjajar. Hanya bagian kepala yang masih terlihat. Sebagian besar di antaranya adalah kaum manula yang lumpuh akibat stroke. Sesekali kaum manula yang berjalan terseok-seok ini memanfaatkan pantai yang landai untuk kegiatan jalan-jalan untuk menyerap energi matahari. Mereka bisa melakukannya sepanjang dua kilo meter menuju arah utara Pantai Padanggalak.
Banyak yang menyakini pasir di Pantai Matahari Terbit memiliki khasiat obat, tidak hanya terhadap penyakit lumpuh tetapi juga rematik, jantung, stroke, gatal-gatal dan penyakit tulang. Konon butiran-butiran pasir itu mengandung partikel-partikel yang dapat menyerap dan menyimpan sinar ultraviolet matahari pagi. Dengan pemanasan lewat mandi pasir (berendam dalam pasir), mereka yakin penyakit itu dapat diatasi.
Keyakinan tersebut juga disertai kepercayaan terhadap kemagisan pantai yang berdekatan dengan Pulau Nusa Penida, tempat Ratu Gede Macaling sebagai dewa para dukun dan penekun ilmu gaib. Dengan memuja Ratu Gede Macaling, mereka yakin akan diberi berkah kesembuhan. Oleh karenanya, sebelum melakukan terapi mereka akan menghaturkan canang (sesaji terbuat dari bunga) di tepi pantai. Mereka memohon kesembuhan dari sang penguasa pantai.
Hal ini terliht dilakukan salah seorang ibu muda yang tinggal di Jalan Gunung Agung, Denpasar. Dengan memapah bayinya yang lumpuh, ia mengaku hampir tiap hari merendam bayinya di pasir. Namun sebelum melakukan terapi, sang suami bernama Gede Oka dari Karangasem terlebih dahulu menghaturkan sesaji di sebuah tempat suci di pinggir pantai itu. Berkat ketekunannya melakukan terapi pasir, kondisi si bayi mulai membaik. Kelumpuhan sang bayi konon akibat mal praktik yang dilakukan seorang dokter di Denpasar mulai membaik. Bayi yang semula seperti tanpa tulang, kini makin kuat.
ARENA PERANG LEAK
Selain sangat diyakini bertuah, kawasan Sanur juga dikenal sebagai daerah uji coba kesaktian ilmu leak. Di tempat ini dulu, pernah terkenal karena dipakai sebagai ajang siat wengi atau perang leak. Orang Bali pedesaan jika mendadak mati, tidak akan berpikir panjang penyebab kematian itu karena penyakit jantung, pecahnya pembuluh darah atau penyakit-penyakit mematikan yang banyak dikenal oleh dunia medis modern.
Keluarga korban diam-diam akan mencari tahu dengan menyiramnya dengan air klugah (kelapa muda) ke tubuh mayat. Kalau ada bagian tubuh korban yang membiru, itu berati almarhum kalah dalam pertarungan malam hari. Jika keluarga atau ahli warisnya memiliki ilmu itu, mereka akan mencari tahu, siapa yang mengalahkan lalu ditantang, tentu saja antar dunia perleakan.
Yang paling menarik adalah siat wengi yang pernah terjadi di seputar pantai Padanggalak, sekitar 2 km sebelah timur Hotel Bali Beach, Sanur. Kejadian heboh ini terjadi pada 1980-an. Menurut laporan Siat Wengi yang terjadi ketika itu hingga berhari-hari. Kejadian ini bahkan menjadi tontonan ratusan orang yang sengaja datang ke tempat itu untuk melihat perang tanding kesaktian tersebut.
Saat itu, di Jalan Tanjung Bungkak, pinggiran timur Denpasar, tua muda, laki perempuan bahkan hingga anak-anak berebut menyaksikan peperangan antarleak. Tak ketinggalan koran-koran dan media setempat menjadikan peristiwa ini headline yang luar biasa meningkatkan tiras media masing-masing.
Konon, memurut penonton di sekitar Padanggalak, berkali-kali terjadi benturan api. Perang leak itu benar-benar sebuah perang yang sesungguhnya antar sekelompok leak dari Desa Lebih dan sekelompok leak dari Desa Sanur yang memang dari dulu sudah kondang sebagai gudangnya orang berilmu tinggi. Ada dugaan perang ini adalaha upaya untuk saling berebut pengaruh untuk menguasai daerah tersebut.
Ribuan orang yang sempat berduyun-duyun menyaksikan perang leak itu, ada yang mengaku bisa melihat api berterbangan dan beberapa benda asing lainnya. Namun, ada pula yang mengaku tak melihat apa-apa ketika itu. Konon memang begitu, ada yang bisa melihat ada yang tidak bisa meski berada pada lokasi yang sama dan waktu yang sama pula. Yang jelas kejadian itu benar-benar menjadi peristiwa yang heboh, yang membuat sebuah media ibukota langsung menerjunkan wartawannya untuk meliput perang besar tersebut.
LORONG PADANGGALAK
Ketika malam mulai menggelayut, sebagian kecil umat yang masih percaya dengan kharisma pantai itu melakukan ritual di tepi Pantai Padanggalak. Beberapa perguruan tenaga dalam masih melakukan atraksi dan gemblengan jurus-jurus bagi anggota mereka kendati diburu kegelapan. Adalah Perguruan Tenaga Dalam Surya Candra Bhuana yang setiap hari Minggu secara rutin menggelar latihan di pantai itu. Menurut Pinisepuhnya, Ida Bagus Alit Kusumanegara, tempat ini menyimpan energi magis yang kuat sehingga cocok untuk latihan kanuragan dan spiritual. "Tempat ini dijadikan lokasi penyucian saat upacara mekiyis," katanya. Di samping itu, lanjutnya, juga dekat dengan istana Ratu Gede Dalem Peed di Pulau Nusa Penida. Inilah tempat bagi makhluk-makhluk halus sehingga cocok untuk latihan kepekaan batin, di samping tempatnya luas dan berpasir hitam.
Deburan ombak yang cukup besar menjadi titik konsentrasi mereka agar tidak beralih ke pandangan lain. Maklum, ketika gelap mulai merasuk, beberapa pasangan yang sedang dimabuk asmara ingin mengambil alih tempat itu sehingga mengganggu konsentrasi kaum spiritualis. Percumbuan di kegelapan pantai kerap menjadi pemandangan menarik. Itu hal biasa di tepi pantai. Beberapa orang yang suka jahil, kerap menjadikan kesempatan ini sebagai objek mengintip. Mereka rela berlama-lama di semak-semak dengan menelan air liur dan ditemani nyamuk malam untuk dapat menyaksikan live show birahi.
Ketika malam beranjak, pantai pun mulai sepi. Hanya para pemburu benda magis dan kaum spiritual yang masih betah berlama-lama di kawasan itu hingga memperoleh apa yang diinginkan. Sedangkan, di arah barat tak jauh dari tepi pantai, alunan musik dari beberapa kafe mulai mengusik. Tak kurang dari dari lima kafe berjajar di sepanjang Jalan Pantai Padanggalak yang siap menghibur para penggemar dunia malam. Para waitres (pelayan) yang berdandan seksi dengan manja menyapa tiap orang yang datang agar mampir ke kafenya. Tak jarang pula terjadi negosiasi untuk melanjutkan acara malam di luar jam kerjanya. Maklum di sekitarnya juga banyak hotel dan penginapan yang menyewakan kamar untuk short time.
LORONG NGEJOS
Pemandangan lebih menarik terlihat di jalan kecil yang menghubungkan Pantai Padanggalak dan By Pass Ngurah Rai. Di jalan yang terletak sekitar 100 meter tepi pantai terlihat ramai oleh lalu lalang sepeda motor. Hingga di sebuah jalan setapak, mereka berbelok menuju sebuah kawasan pemukiman kumuh di sebelah barat jalan. Di pintu masuk menuju kawasan itu terdapat sebuah spanduk merek alat kontrasepsi "kondom" terkenal yang menyarankan tiap pengunjung mengenakan sarung pengaman merek tersebut. Seorang penjaga akan meminta Anda menyetor uang seribuan untuk parkir dan layanan informasi.
Puluhan rumah-rumah bedeng lengkap warung-warung kecil berjajar di tempat itu. Para wanita penunggu rumah yang berpenampilan menor akan menyapa Anda untuk mampir. Jika berhasrat, dengan menyetor Rp 30 ribu Anda bisa menikmati layanannya. Anda akan dilayani sampai puas di sebuah kamar berukuran 3 x 3 meter. Karena tarif relatif murah, tentu fasilitas kamar tidak begitu bagus. Dipan terbuat dari tumpukan beton seperti tempat tidur di ruang tahanan polisi. Syukurnya, tempat itu masih dialasi sebuah kasur.
Beberapa wanita mencoba menarik perhatian pengunjung dengan sapaan dan tawarannya. Rata-rata dari mereka berpenampilan seperti gadis kampung. Kendati memakai bedak dan lipstik, terkesan warna-warnanya cukup norak dan kampungan. Sangat jarang ditemui wanita yang berkulit kuning bersih. "Maklum, tarifnya juga rendah tidak seperti kawasan Semawang, Sanur yang mencapai Rp 100 ribu short time. Ini juga termasuk uang makan bagi cewek-cewek itu," kata tukang parkir kawasan itu. Liberty pun ngeloyor pergi.
Saat malam tiba, giliran wanita-wanita berpakian seksi berjajar di sepanjang jalan menuju pantai. Mereka akan tersenyum ramah dan menyapa tiap orang yang lewat. Dengan menonjolkan lekukan tubuh lewat pakaian yang minim, mereka mencoba menarik hasrat kaum lelaki yang kesepian untuk mampir. Mereka adalah para wanita penjaga kafe yang terletak di pinggir pantai dan sepanjang jalan menuju Pantai Matahari Terbit. Sekitar sepuluh kafe berjajar di kawasan itu mulai pintu masuk Jalan Matahari Terbit dari By Pass Ngurah Rai, Sanur. Maraknya kafe di kawasan ini seiring ramainya penikmat panorama malam pantai ini dan pemburu hiburan malam.
Daya tarik Pantai Sanur memang beda dengan Matahari Terbit. Kalau di utara didominasi oleh pengunjung lokal, sedangkan Pantai Sanur terjadi pembauran antara pengunjung lokal dan wisatawan asing. Pantai Sanur seolah sebagai pembatas kedua pantai tersebut. Pantai Sanur yang terletak di ujung timur Kota Denpasar seolah tak pernah berhenti berdenyut. Dari pagi hingga pagi berikutnya, kawasan ini tetap ramai. Maklum, sebagai kawasan wisata yang dikunjungi turis mancanegara, menjadikan desa ini tak pernah tidur. Selalu saja ada aktivitas yang mewarnai.
Kalau pagi tiba, para turis menikmati merekahnya sinar matahari dari tengah laut. Bule-bule berpakaian bikini akan menghiasi sepanjang tepi Pantai Sanur sampai Pantai Segara, Sindu hingga Semawang di selatan. Inilah sebagai menu unggulan desa tersebut menarik wisatawan. Keberadaan mereka di tepi pantai akan disambut para pemilik kios dan toko pakaian, pedagang makanan, hingga penjual jasa seperti pijat, tatto, dan transportasi. Tak pelak pula akan menerima tawaran dari para gigolo dan germo sebagai menu malam harinya. Dan kalau digeneralisasi, hampir sebagian daerah Sanur bagian selatan hingga ke barat melakukan bisnis serupa. Namun warga mengatakan, hal ini sebagai layanan untuk para wisatawan karena Sanur adalah kota wisata. Lalu, akankah Sanur berubah status menjadi lokalisasi PSK?
Ana