SEPUTAR SEKSUALITAS WANITA
William Master dan Virginia Johnson, dua pakar dan peneliti masalah seks, mengatakan bahwa seks dapat jadi sumber penderitaan karena bisa menimbulkan perasaan frustasi, malu, dan kepedihan. Mereka juga menemukan bahwa bagi banyak orang seks bisa merupakan sumber keindahan tiada tara karena dapat memberikan kesenangan dan kenikmatan yang dalam kepada kita. Di antara faktor-faktor yang membuat seks tidak menyenangkan adalah ketidaktahuan dan mitos-mitos yang tanpa sadar kita anut. Buklet tertutup ini merupakan pengantar bagi Anda untuk lebih mengenal seksualitas kita, mulai dari yang paling dasar sampai kepada 'seni' agar kita dapat menjadikannya bagian hidup yang menyenangkan.
NALURI SEKS
Istilah 'naluri' atau 'dorongan seks' atau berahi (sex drive) bukan istilah yang dapat jadi bahasan atau obrolan sehari-hari. Paling tidak, karena kita dibesarkan dalam suasana yang tidak mendukung untuk membicarakan soal seks secara terbuka. Lepas dari soal budaya, istilah itu bukan istilah yang mudah dijabarkan. Naluri seks adalah daya biologis yang mengatur fungsi seksual kita.
Para ahli mengakui bahwa naluri seks manusia merupakan suatu fenomena alam yang kompleks. Sulit mendefinisikannya dalam bahasa yang mudah dipahami. Mereka hanya dapat menjelaskannya dari manifestasi luarnya, seperti rangsangan seksual, aktivitas seksual, dan kepuasan seksual. Selain sulit dijelaskan secara sederhana, naluri seks juga begitu beragam intensitasnya pada masing-masing orang. Mirip sifat-sifat yang dibawa sejak lahir.
Naluri seks paling mudah dipahami dengan membandingkannya dengan naluri dasar yang lain, yaitu naluri untuk menyelamatkan diri (survival) dan naluri lapar. Naluri untuk menyelamatkan diri berada di prioritas pertama. Sekuat apa pun naluri seks. ia akan menguncup manakala orang harus berhadapan dengan marabahaya yang mengancam keselamatan hidupnya. Ya, siapa, sih yang akan mau terus bercinta dalam suatu gedung yang tengah dilahap api, misalnya. Di peringkat prioritas berikutnya adalah naluri lapar, kebutuhan biologis akan makanan demi mempertahankan hidup. Mungkin ada orang yang merasa lebih suka bercinta daripada makan, tetapi untuk terus hidup ia harus makan. Dan yang ketiga adalah naluri seks.
Ketiga kebutuhan manusia itu merupakan kebutuhan dasar yang juga terdapat pada hewan. Kendali terhadap ketiga kebutuhan itu terletak pada lapisan paling primitif di otak, yaitu sistem limbik. Para ilmuwan kini sudah menemukan pusat seks dan juga jaringan saraf yang kompleks di otak yang dapat menghambat atau menggerakkan gairah seks kita. Namun, sampai kini mereka belum berhasil memetakan jalur-jalur yang menghubungkan antara pusat seks dengan bagian otak yang lain. Kendati demikian, sudah banyak bukti yang dapat mengarah kepada kesimpulan bahwa 'sirkuit' seksual kita berkaitan dengan pusat kesenangan dan kesengsaraan.
"Setiap perilaku manusia mengarah pada mencari kesenangan dan menghindari penderitaan atau ketidaknyamanan," kata ahli psikiatri Helen Singer Kaplan, Direktur New York Hospital Cornell, New York, Amerika. Ia menambahkan bahwa penderitaan mendominasi kesenangan. Apa kaitan ini dengan perilaku seksual kita? Cobalah ingat-ingat, bagaimana perasaan Anda terhadap seks ketika sedang sakit, sedang stres, atau dalam bahaya. Secara otomatis tubuh akan menekan perasaan seksual pada saat-saat kritis untuk berkonsentrasi demi mengembalikan kesembuhan atau mengupayakan strategi untuk lepas dari bahaya.
Hubungan antara pusat seks dan pusat sakit di otak juga memberikan suatu gambaran adanya kaitan biologis antara emosi dan perilaku seks kita. Namun, pusat rasa sakit tidak dapat membedakan antara ancaman fisik atau psikologis. Ketika menyadari keadaan bahaya, pusat seks segera 'tidak aktif', tak peduli apakah bahaya itu mengancam tubuh atau perasaan kita.
Perilaku manusia juga menyiratkan bahwa pusat seks berkaitan dengan bagian otak lain yang mengatur fungsi-fungsi yang lebih kompleks, yaitu kemampuan analitis tertentu dan juga ingatan kita. Ini berkaitan dengan pertanyaan bagaimana fantasi atau kenangan seksual yang menyenangkan dapat jadi pemicu berahi. Dr Kaplan juga menekankan bahwa ada pula kemungkinan adanya hubungan neurologis yang tidak tergambarkan antara pusat seks dan refleks tubuh yang mengatur fungsi organ seks. Bila benar begitu, hal itu akan menjelaskan secara biologis mengapa orang dapat terangsang lewat fantasinya atau lewat buku-buku dan gambar erotis yang dilihatnya tanpa merasakan perangsangan secara fisik.
Bagaimana Gairah Seks yang Normal?
Kita semua cenderung bertanya-tanya, apakah dorongan seks kita normal, kendati tak seorang pun dapat mengatakan dengan pasti bagaimana yang normal itu. Naluri seks yang sehat sudah tampak sejak kanak-kanak, sejak bayi bereaksi gembira ketika menemukan alat kelaminnya dan balita mulai tertarik memainkan alat kelaminnya.
Ketika memasuki remaja, anak lelaki jadi amat berminat terhadap seks. Ini berkaitan dengan memuncaknya libido pria pada usia tujuh belasan. Anak perempuan juga lebih tertarik pada seks pada masa pubertas, tetapi gairah mereka naik perlahan dan mencapai puncaknya pada usia empat puluhan. Gairah ini kemudian menurun, tetapi secara amat perlahan pula.
Ada beberapa hal yang berlaku umum pada pria maupun wanita, yaitu memuncaknya gairah ketika sedang jatuh cinta. Itulah 'obat kuat' yang sudah terbukti paling efektif untuk seks. Tetapi gairah ini menurun bila orang sedang stres. Dalam keadaan normal, gairah seks sedikit turun naik, termasuk pada pasangan yang hidup berbahagia. Tetapi tak pernah turun lewat batas yang biasa dalam waktu yang terlalu lama.
Penelitian di Amerika mengungkapkan bahwa frekuensi rata-rata hubungan intim di antara pasangan usia tiga puluh dan empat puluhan yang menikah selama kira-kira 15 tahunan adalah antara dua kali sampai dua setengah kali dalam seminggu. Selain data tersebut, tak ada yang dapat mengatakan berapa kali seminggu yang normal itu.
Normal atau tidak barangkali dapat diukur dengan ilustrasi berikut. Kalau seorang pria muda dua puluhan tak pernah tertarik pada seorang gadis, jarang memikirkan seks atau merasakan fantasi seks, dan tidak melakukan masturbasi, maka para ahli akan menggolongkan libidonya amat rendah. Demikian pula pada wanita menikah pada usia tiga puluhan yang tak pernah merasakan ingin berhubungan intim, tak pernah berfantasi atau melakukan masturbasi (anehnya, dorongan seks yang rendah atau tak ada sama sekali, tidak selalu menutup peluang untuk menjadi terangsang atau merasakan orgasme). Dalam laporan seorang ahli terapi seks, Patricia schreiner-Engel, disebutkan bahwa banyak pasien yang yakin mereka sanggup hidup tanpa seks, ternyata mudah sekali terangsang dan merasakan orgasme ketika bercinta.
Lepas dari tinggi rendahnya dorongan seks pada tiap orang, sebenarnya dorongan seks yang normal itu amat individual sifatnya dan luas sekali cakupannya. Para ahli terapi seks menekankan bahwa orang tak perlu cemas bila dia atau pasangannya tidak saling mengeluhkan libido yang lain. Sah-sah saja bila ada yang memilih melakukannya dua kali sehari atau setahun sekali. Jadi, tidak jadi soal berapa kali, kalau kedua pasangan merasa puas, dorongan seks tak perlu dipermasalahkan.
Masalah baru muncul bila dorongan ini tidak seimbang pada kedua pasangan. Ilustrasi yang diberikan Joseph LoPiccolo, seorang psikolog dari Texas University A&M, dapat menggambarkan soal ketidakseimbangan tersebut. Seorang pasiennya dengan berat hati menceraikan sang suami yang nafsu seksnya terlalu besar baginya. Sang suami ingin melakukannya setiap hari, sementara ia hanya merasa mampu dua atau tiga kali seminggu. Ia memilih suami kedua yang dianggapnya tidak akan membebaninya dengan masalah seksual. tetapi, nyatanya ia kembali berkonsultasi mengeluhkan berahi suami keduanya. Sang suami hanya ingin melakukan setiap dua minggu. Sedangkan dia tidak berubah (tetap menginginkan dua atau tiga kali seminggu). Menurut sang ahli, sebenarnya tak satupun dari ketiga orang di atas yang tergolong memiliki berahi abnormal, tetapi dorongan seks mereka tidak cocok.
Antara Gairah dan Minat
Suatu majalah wanita di Amerika menanyakan kepada pembacanya, mana yang lebih mereka sukai, diperlakukan dengan mesra - didekap, dibelai oleh atau bercinta dengan pasangannya. Hampir 70% responden menjawab lebih suka dimesrai. Nyaris dalam waktu yang bersamaan, Joseph LoPiccolo, melontarkan isu mengenai seks, yang sama menariknya. Dari pengamatannya terhadap ratusan pasangan yang meminta bantuan terapi seksual di awal tahun 1970-an, ia menemukan bahwa kurang gairah merupakan keluhan pada 40% kasus dan 70% yang bermasalah itu adalah wanita.
Namun, 12 tahun kemudian, pada tahun 1982, LoPiccolo melihat trend baru, yaitu bahwa keluhan rendahnya libido memborong 60% kasus seks bermasalah dan 60% yang bermasalah dengan libido rendah itu adalah...pria. Di tempat lain, Ellen Frank, seorang guru besar psikiatri di Fakultas Kedokteran University of Pittsburgh, membuat survei mengenai kehidupan seks pada pasangan yang hidup berbahagia dalam perkawinan. Ia menemukan, sebanyak 35% wanita dan 16% pria mengaku bahwa mereka tidak berminat terhadap seks.