Sulitnya Mengajak Si Upik Makan
BELAKANGAN ini Alanis, 4, mulai sulit bila diajak makan. Ia selalu menghindar, pura-pura asyik bermain atau kadang justru berkilah mengantuk ingin tidur. Sang ibu dan susternya mulai kewalahan menghadapi Alanis yang betah tidak makan, bahkan ngemil pun mulai susah. Berat badannya sulit mengalami kenaikan, bahkan dari hari ke hari tubuhnya kian mengurus. Semakin ditekan semakin besar perlawanan yang diterima.
Ibunya mulai kelabakan mencari makanan pengganti untuk Alanis agar tubuhnya sehat kembali. "Apa yang harus saya lakukan dokter?" keluh sang ibu kepada dokter langganan.
Apa yang terjadi pada Alanis sesungguhnya bukan dialami satu dua keluarga saja. Persoalannya mungkin berbed-beda satu sama lain, namun punya kesamaan, tak ada asupan makanan (bergizi) ke tubuh anak.
Seperti dikemukakan Toto Wisnu Hendrarto, dokter spesialis anak di RSAB Harapan Kita, Jakarta, ada dua faktor penting yang menyebabkan problem anak sulit makan, yakni akibat adanya masalah fisik atau sisi psikologis semata.
"Apabila terjadi pada anak usia 4 tahun, hal yang perlu diperhatikan adalah kelainan fisik, seperti infeksi maupun trauma pada anak. Untuk mengetahui hal ini, anak dibawa ke dokter untuk memastikan adanya infeksi lokal (seperti sariawan, sakit gigi, gusi bengkak, dan sebagainya)," kata Toto di Jakarta, kamis (2/6).
Ataupun infeksi sistemik (infeksi pada saluran napas, saluran cerna, kandung kemih, dan sebagainya). Selain itu, pastikan pula anak tidak memiliki trauma pada tubuhnya, misalnya luka di saluran pencernaan maupun gusi bengkak.
Bila kondisi anak normal-normal saja, Toto menganjurkan orangtua membawanya ke psikolog untuk mengetahui penyebab sulit makan itu, faktor nutrisi atau murni psikologis. Dalam hal ini bisa saja terjadi anak bosan terhadap menu makanan yang disajikan. Seperti juga orang dewasa, anak pun membutuhkan makanan yang rasanya enak dan bervariasi. Jadi, sebelum memberikan makanan kepada anak, sebaiknya orangtua mencicipi dulu rasa makanan tersebut.
Sedangkan Farah Farida Tantiani, psikolog dari Klinik Elizabeth, Pluit, Jakarta, mengungkapkan problem anak sulit makan biasanya ditemui pada usia balita.
Alasannya, anak usia ini lebih mobile (selalu bergerak) dan selera makannya juga menurun, karena selalu bergerak, mereka sulit duduk tenang untuk makan. Sehingga mereka membutuhkan makanan kecil di sela-sela waktu makannya setiap hari.
Saat mulai masuk usia prasekolah, mereka suka memilih apa yang hendak dimakan dan ingin menyiapkan sendiri makanannya. Anak-anak usia 3-5 tahun juga lebih mampu mengingat jenis makanan yang mereka suka dan tidak. Sehingga akan lebih sulit membujuk mereka untuk makan 'satu suap saja' jika mereka ingat tidak suka sup jagung, misalnya.
"Tujuan pemberian makan pada anak selain memenuhi asupan gizi, juga untuk membantu anak membangun hubungan yang sehat dengan selera makan dan jenis makanan," kata Farah. Ini berarti nantinya anak mampu mengenali rasa laparnya, mengidentifikasi makanan yang dibutuhkan, menikmati serta berhenti saat sudah kenyang.
Tujuan ini sangat penting untuk orangtua, sehingga mereka memahami peran orangtua dalam membangun rasa nyaman. Orangtua juga lebih menghargai rasa lapar maupun kenyang pada anak. Tidak memaksakan makan pada jamnya, ketika anak masih merasa kenyang. Sehingga terhindar dari pertengkaran soal saat makan dengan anak yang dapat memperburuk keadaan. Inilah faktor psikologis yang dapat memengaruhi anak dalam menerima makanan.
Hanya saja untuk menghindari konflik dengan anak, kadang orangtua cenderung membiarkan anak untuk makan apa saja yang disukainya. "Toh anak tidak akan mati hanya makan roti putih dan selai kacang, misalnya. Tapi sadarkah bagaimana risiko yang akan ditanggung oleh anak ketika ia dewasa," tulis Dan Kindlon, Ph.D, dalam bukunya terlalu dimanjakan (Too Much of a Good Thing).
Padahal kebiasaan seperti ini bakal berakibat buruk bagi perkembangan anak karena makin jauh dari menu-menu yang bergizi. (Tkh/M-4)