ANCAMAN PENYAKIT MEMATIKAN
Dalam waktu enam tahun (2007-2013) prevalensi penyakit tidak menular, seperti stroke, hipertensi dan diabetes, kian meningkat. Perlahan tetapi pasti penyakit-penyakit itu mulai menggerogoti kesehatan masyarakat di setiap kelompok usia. Tidak salah jika penyakit ini sering disebut silent killer diseases.
Penyakit tidak menular (PTM) jenis penyakit kronis. Penyakit ini berdurasi panjang dan umumnya berkembang lambat. Secara medis, PTM diakibatkan kemunduran fungsi sel tubuh seiring usia, faktor genetika, atau gaya hidup. Semula penyakit ini identik dengan penuaan. Namun, seiring perubahan gaya hidup, penyakit-penyakit ini mulai menggerogoti kelompok usia produktif, 30-50 tahun.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2007-2013 di setiap kelompok usia, prevalensi beberapa PTM kian meningkat. Penyakit stroke, misalnya, prevalensi tertinggi tahun 2007 mencapai 41,7 persen dan paling banyak menyerang kelompok usia 75 tahun ke atas. Tahun 2013, angka prevalensi ini melonjak hingga 67 persen pada kelompok usia sama. Prevalensi yang terus meningkat itu juga pada semua kelompok usia lebih muda.
Kasus stroke
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat jenis PTM utama yang perlu diwaspadai, yaitu penyakit kardiovaskular (jantung koroner, stroke), kanker, penyakit pernapasan kronis (asma dan penyakit paru obstruksi kronis), serta diabetes. Saat ini stroke penyakit penyebab kematian tertinggi.
Lebih dari dua dekade lalu, stroke masih pada posisi keempat dari sepuluh penyakit penyebab kematian tertinggi. Hasil Sample registration Survey (SRS) 2014 yang dirilis Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes pada 13 Mei 2015, stroke menjadi penyakit yang melesat pada peringkat pertama.
Stroke penyakit pada otak yang mengalami gangguan fungsi saraf lokal dan/atau global. kemunculannya mendadak, progresif, dan cepat. Gejalanya antara lain kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tak lancar, bicara tidak jelas (pelo), mengalami perubahan kesadaran, dan gangguan penglihatan.
Merujuk hasil Riskesdas 2013, prevalensi stroke meningkat sejalan pertambahan usia. Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi tertinggi pada usia 75 tahun ke atas 43 per 1.000 penduduk. Dari jenis kelamin, laki-laki Indonesia lebih banyak terserang stroke dibandingkan dengan perempuan.
Sementara itu, semakin tinggi tingkat pendidikan, prevalensi stroke kian rendah Penyakit itu lebih banyak menyerang individu berpendidikan rendah. Tahun 2013 prvealensi stroke pada orang yang tidak mengenyam pendidikan 16,5 per 1.000 orang.
Dilihat dari tempat tinggalnya, penduduk perkotaan lebih muda terserang stroke daripada di pedesaan. Kehidupan perkotaan dengan tingkat stres tinggi membuat prevalensi orang di perkotaan lebih tinggi. Dibandingkan dengan Riskesdas 2007, kondisi ini tak berubah.
Secara spasial, penderita stroke terbanyak ada di Provinsi Sulawesi Utara (10,8 persen) dan DI Yogyakarta (10,3 persen). Namun, terjadi loncatan stroke di beberapa daerah, seperti di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Papua, termasuk DIY, dibandingkan dengan enam tahun lalu. Bahkan, di Sulawesi Barat lonjakannya hampir dua kali lipat dari 2,9 persen (2007) menjadi 5,9 persen (2013).
Pendidikan rendah
Dua dekade lalu, penyakit kardiovaskular lain (jantung dan hipertensi) serta diabetes melitus belum terlalu diperhitungkan sebagai penyebab kematian tertinggi. Namun, kini perlu diwaspadai. Jadi momok masyarakat. Hasil SRS 2014 menunjukkan, penyakit jantung dan pembuluh darah jadi pembunuh kedua, diabetes melitus ketiga, dan hipertensi peringkat kelima.
Hasil Riskesdas 2013 menunjukkan, penyakit jantung banyak diidap warga lanjut usia 65-74 tahun. Kaum perempuan tercatat punya prevalensi lebih tinggi daripada laki-laki. Itu ditunjukkan hasil diagnosis dokter atas gejala yang muncul. Kelompok dengan tingkat pendidikan rendah yang tinggal di perkotaan cenderung lebh banyak terserang penyakit jantung daripada kelompok berpendidikan tinggi. Kurangnya akses informasi ataupun pencegahannya mengakibatkan kelompok berpendidkan rendah rentan.
Hasil penelitian itu juga memperlihatkan, berdasarkan diagnosis dokter ataupun gejala yang timbul saat riset, penduduk Nusa Tenggara Timur (4,4) dan Sulawesi Tengah (3,8) memiliki prevalensi tinggi penyakit jantung daripada wilayah lain. Itu terjadi karena kesadaran berobat ke dokter minim.
Sama halnya dengan penyakit jantung, berdasarkan hasil Riskesdas 2007-2013, prevalensi hipertensi meningkat dalam enam tahun. Tahun 2007, prevalensi sebesar 7,6 persen, sedangkan 2013 jadi 9,5 persen. Hipertensi juga lebih banyak menyerang usia yang kian tua. Kian tinggi usia, prevalensinya kian besar. Penyakit ini juga lebih banyak menyerang perempuan daripada laki-laki. Bahkan, dibandingkan dengan tahun 2007, perempuan penderita hipertensi meningkat dari 9 persen menjadi 12,2 persen pada 2013. Sementara pada laki-laki relatif stabil.
Prevalensi diabetes melitus juga naik hampir 100 persen. Diagnosis tenaga kesehatan dan gejala yang ditimbulkan menunjukkan, penyakit ini tertinggi diderita kelompok usia 55-64 tahun. Kondisi itu sama tahun 2007, prevalensinya tinggi pada usia itu.
Diabetes melitus terbanyak di Provinsi DIY, 2,6 persen (2013). Itu tak bergeser sejak 2007. Hasil Survei Diet Total 2014 menunjukkan DIY tertinggi konsumsi gula (Kompas 18/50).
Pola makan tinggi kadar gula tinggi, garam, lemak, dan kebiasaan makan tak teratur diduga jadi pemicu. Kementerian Kesehatan memprediksi, jika pola hidup tak diubah, tahun 2030 prevalensi diabetes melitus di Indonesia bisa 21,3 juta orang.
YULIANA RINI DY/LITBANG "KOMPAS"