Disangka Flu Ternyata Sakit Lever
HEPATITIS - B LEBIH BANYAK DIDERITA OLEH PRIA.
Sejak beberapa minggu terakhir ini Amri sering merasa tidak enak badan. Tubuhnya lemas, perut terasa mual dan mengalami gejala-gejala seperti influenza. Setelah ke dokter, ia memang sembuh dari gejala-gejala tersebut. Namun, tanpa disadari, Amri telah menjadi carrier penyakit Hepatitis-B. Dalam darahnya masih terdapat virus Hepatitis-B dan hal itu tidak diketahui, sebab Amri tidak menjalani pemeriksaan (tes) darah.
Saat ini diperkirakan ada 215 juta penduduk dunia mengidap Hepatitis-B. Dari jumlah tersebut, 75% terdapat di Asia Tenggara. Menurut penelitian yang dilakukan pada 1981, 4-10% penduduk Indonesia mengidap Hepatitis-B. Artinya, dalam darah mereka terdapat virus pembawa penyakit tersebut, Namun tak selamanya menunjukkan gejala sakit. Di Asia Tenggara, menurut catatan para ahli, sebagian besar penderita Hepatitis-B terinfeksi pada masa anak-anak.
Penyakit ini saat ini memang mendapat perhatian khusus sehubungan dengan berita-berita tentang penyakit AIDS, yang konon dicurigai ikut menumpang dalam plasma darah yang dipakai dalam pembuatan vaksin Hepatitis-B. Namun hal itu dibantah dengan tegas oleh dr. John Hariman, Marketing Manager Faritex, salah satu pengedar vaksin Hepatitis-B di Indonesia.
Dalam prosesnya, darah yang diambil dari para pendonor untuk pembuatan vaksin ini mengalami pengawasan yang ketat. "Lagipula, para donor adalah orang-orang pengidap yang sehat, yang menjadi donor tetap tanpa minta imbalan, bukan pecandu obat dan bukan homo seksual," ujar John Hariman dalam sebuah diskusi dengan para wartawan, Februari yang lalu.
Selain seleksi donor yang ketat, juga dilakukan pemeriksaan lanjutan melalui tahapan-tahapan yang teliti. Karena itu menurut John Hariman, kekhawatiran akan tertular AIDS melalui vaksinasi Hepatitis-B adalah tidak beralasan.
Tapi, apakah semua orang membutuhkan vaksinasi Hepatitis-B? Jika dilihat begitu banyaknya jumlah penderita penyakit ini di Asia Tenggara, baik yang menunjukkan gejala nyata maupun yang tidak, agaknya vaksinasi Hepatits-B sudah selayaknya ditingkatkan. Dalam perkembangannya, seorang pengidap Hepatitis-B kemungkinan akan mengalami Hepatitis kronik, sirosis hati, bahkan kanker hati yang mematikan.
Karena itulah, setiap gejala seperti yang dialami Amri pada awal tulisan ini sebaiknya tidak dianggap enteng. Walaupun para dokter mengatakan agar kita tak perlu takut dengan penyakit 'lever' ini, jaminan akan terhindar dari Hepatitis-B melalui tindakan pencegahan tentulah lebih baik daripada mengobati.
Jika gejala seperti flu berlangsung berulang kali dalam tempo cukup lama, lemas, perut enek, mual dan muntah dan kemudian terlihat air seni berwarna kecokelatan serta mata dan kulit kekuningan, sebaiknya waspada. Dalam pemeriksaan dokter pun, gejala seperti ini sering terabaikan, apalagi kalau penerangan dalam ruang periksa kurang memadai. Bisa saja terjadi, pada waktu penderita memeriksakan diri, gejala kuning belum muncul.
Namun gejala kuning - yang seringkali disebut penyakit kuning - ini tak selalu berarti Hepatitis-B. Hepatitis-A pun menunjukkan gejala yang sama. Karena itu, tes darah dalam laboratorium adalah satu-satunya cara terbaik untuk mendeteksi penyakit ini. Jika dalam darah positif ditemukan HBsAG (Hepatitis-B surface Antigen), maka itu berarti seseorang mengidap penyakit tersebut.
Penyakit ini memang tergolong betah berada dalam tubuh manusia yang diserangnya. Seseorang yang terinfeksi virus Hepatitis-B tak selalu langsung menjadi sakit. Jika virus ini menetap bertahun-tahun (disebut juga hepatitis kronik) maka penderita akan kelihatan sehat-sehat saja, sampai akhirnya suatu ketika ia jatuh sakit. Namun banyak juga yang mengalami infeksi sementara saja. Artinya, virus Hepatitis-B lantas menghilang dari tubuh. Dan jumlah pengidap sementara ini, syukurlah, mencapai kurang lebih 90 persen. Karena itu, sekali lagi, kekhawatiran terhadap penyakit ini memang tak perlu berlebihan, namun juga bukan berarti tidak perlu waspada.
Mengatasi bentuk yang kronik memang jauh lebih sulit, sebab tak ada keluhan atau gejala. Seringkali bentuk yang kronik ini diketahui setelah penderita menjalani general check-up. Umumnya penderita memang tidak merasakan, atau tidak mengakui adanya keluhan seperti lesu, cepat lelah, ngantuk, merasa tidak fit, tenaga sudah berkurang dan sebagainya. Padahal dengan diagnosa yang lebih dini, perjalanan penyakit yang amat panjang segera bisa diketahui dan tindakan pencegahan sudah bisa dimulai.
Mengapa seseorang yang kemasukan virus Hepatitis-B, ada yang sakitnya hanya sementara dan menyembuh, sementara yang lain menjadi kronik (menahun)? Faktor-faktor penting yang mempengaruhi perkembangan Hepatitis-B dalam tubuh adalah keadaan imunitas (daya tahan tubuh) seseorang, usia saat terinfeksi dan jenis kelamin.
Dengan daya tahan tubuh yang baik - tentunya dengan gizi yang baik dan mengikuti cara-cara hidup yang sehat - jarang sekali infeksi Hepatitis-B menjadi kronik. Ternyata umur saat terinfeksi juga berperan dalam menimbulkan kesadaran kronik. Jika infeksi virus Hepatitis-B terjadi pada masa bayi dan kanak-kanak, kejadian keadaan kronik berlipat kali lebih sering dibanding jika terinfeksi pada masa dewasa.
Dan menurut catatan para ahli, keadaan kronik lebih jarang ditemukan pada wanita. Infeksi virus Hepatitis-B memang lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita! Mengapa demikian, belum diketahui. Yang pasti, seorang dokter pernah mengingatkan, agar pria berhati-hati dalam memakai pisau cukur. Pinjam meminjam pisau cukur merupakan kebiasaan yang sebaiknya dihindari, sebab dikhawatirkan akan mempermudah penularan Hepatitis-B dari satu penderita ke penderita lain. Khusus untuk mereka yang biasa bepergian dengan pesawat terbang, anjuran ini agaknya perlu diperhatikan, sebab dalam kamar kecil pesawat biasanya ada satu pisau cukur yang tersedia untuk siapa saja yang ingin memanfaatkannya.
Proses tertentu memang memiliki risiko lebih mudah terserang penyakit ini. Para wanita tuna susila dan kaum homoseks sangat mudah terkena Hepatitis-B. Di AS misalnya, 60 persen pria homoseks mengidap Hepatitis-B. Selain itu, Hepatitis-B juga banyak dijumpai pada pasien ginjal yang memerlukan dialisis, para petugas kesehatan yang banyak berhubungan dengan darah atau jarum suntik (perawat, dokter gigi, dokter, petugas laboratorium).
Kanker hati sebetulnya bukan monopoli virus hepatitis-B saja. Virus NANB (hepatitis Non-A Non-B) pun bisa menimbulkan kanker hati setelah melalui proses perjalanan penyakit yang panjang.
Hubungan antara Hepatitis-B dan kanker hati didasarkan terutama pada penemuan epidemiologi, bahwa kanker hati sering ditemukan di daerah atau negara dimana prevalensi Hepatitis-B juga banyak. Dari mulai terinfeksi Hepatitis-B sampai menjadi kanker hati tidak terjadi dalam tempo satu dua tahun, tetapi memakan waktu puluhan tahun. Menurut para ahli, faktor-faktor lain pun sangat mungkin berperan, karena itu bagi mereka yang pernah atau sedang mengidap penyakit ini sebaiknya tak perlu cemas.
Meskipun jumlah penderita di Asia Tenggara cukup besar, namun saat ini infeksi virus Hepatitis-B bisa dicegah melalui vaksinasi. Vaksin Hepatitis-B sangat berbeda dengan vaksin-vaksin untuk penyakit lain. Vaksin lain (misal Polio), dibuat dengan mengembangkan virus Polio dalam kultur jaringan. Vaksin Hepatitis-B tidak demikian, sebab virus penyakit ini tidak dapat berkembang dalam kultur jaringan.
Darah carrier Hepatitis-B diketahui sebagai sumber vaksin. Darah ini mengandung virus dan kelebihan partikel protein permukaan. Substansi-substansi ini bila dimurnikan secara baik dapat merangsang pembentukan antibodi pelindung bila disuntikkan. Oleh karena itu, untuk membuat vaksin hepatitis-B dibutuhkan donor dari pengidap penyakit tersebut, seperti sudah dikemukakan di atas.
Ilmu pengetahuan berkembang. Jika sebelum ini pembuatan vaksin Hepatitis-B selalu dari plasma darah, maka berkat ilmu rekayasa genetika bisa dibuat vaksin yang dibuat dengan meng-klonus-kan antigen. Secara umum, kedua jenis vaksin ini sebenarnya sama saja dalam memberikan kekebalan.
Di bawah ini bisa kita bandingkan perbedaan kedua jenis vaksin itu, yang dari segi harga masing-masing masih terbilang mahal. Karena itulah vaksinasi lebih diprioritaskan bagi mereka yang termasuk dalam kelompok risiko tinggi, dengan indikasi yang kuat.
VAKSIN DARI PLASMA DARAH
Pada tahun 1964, Dr Blumberg dari Australia menemukan bahwa bagian permukaan luar virus Hepatitis-B merupakan komponen (antigen) yang baik untuk menimbulkan kekebalan (antibodi) tanpa menimbulkan penyakit Hepatitis-B. Antigen ini dinamakan Hepatitis-B surface Antigen alias HBsAG. HBsAG inilah yang kemudian digunakan sebagai bahan pembuatan vaksin. Vaksin ini pertama kali dikembangkan oleh Dr Maupas untuk Institut Pasteur pada 1976 dan mulai diproduksi dan dipasarkan pada 1981.
Vaksin dari HbsAG diproses melalui tahapan-tahapan dengan pengawasan ketat. Contohnya, sejak 1985 semua bahan plasma di Institut Pasteur diperiksa dua kali terhadap kemungkinan adanya virus AIDS. Tindakan ini sesuai dengan makin berkembangnya bahaya penyakit AIDS di dunia. Melalui kontrol plasma pool, purifikasi dan proses inaktivasi, Vaksin dijamin tidak membawa virus penyakit-penyakit berbahaya semacam AIDS.
VAKSIN HASIL REKAYASA GENETIK
Belakangan ini diketahui, untuk pembentukan antibodi antivirus ternyata tidak diperlukan virus lengkap. Lagi pula, vaksin dari serum darah sangat mahal karena untuk pembuatannya harus dikumpulkan antigen permukaan dalam jumlah besar. Proses pemurniannya sangat sulit dan masih ada kemungkinan adanya kontaminasi lain. Berkat ilmu rekayasa genentik bisa dibuat antigen permukaan yang benar-benar murni.
Informasi genetik yang diperlukan untuk menghasilkan antigen permukaan yang murni dapat ditemukan pada DNA virus hepatitis. Gen untuk protein ini dapat dipisahkan dari DNA virus dan di-klonus-kan dengan menggunakan enzym khusus dalam kondisi tertentu. Plasmic, suatu potongan DNA dari mikro organisme (dalam hal ini esorisia coli) digabung dengan gen yang dipisahkan tadi. Plasmic direkayasa hingga dapat berkembang biak dalam mikro organisme (yaitu ragi). Ketika plasmic berkembang biak, gen untuk antigen permukaan virus juga ikut berkembang biak.
Kini ragi mempunyai kemampuan untuk membentuk partikel antigen permukaan yang non-infectious. Ragi yang dipakai adalah ragi untuk pembuatan roti, yang dapat tumbuh secara cepat dan mudah. Ketika ragi tumbuh, dihasilkan sejumlah besar antigen permukaan. Partikel-partikel ini dapat diekstrasikan dari sel-sel ragi dan dimurnikan.
Sistem ragi telah dirancang untuk membuat vaksin Hepatitis-B secara komersial, misal di laboratorium Smith Kline & French (SKF).
Di Indonesia saat ini terdapat empat belas produk vaksin Hepatitis-B, duabelas terbuat dari plasma darah, sedangkan dua lagi merupakan vaksin hasil rekayasa genetik. Mengenai harga, kedua jenis vaksin ini tak begitu banyak bedanya. Namun menurut dr. John Hariman, vaksin dari plasma darah memberikan masa kekebalan yang lebih lama (5 tahun) dibanding vaksin hasil rekayasa genetik (3 tahun). Hal ini tentu bukan masalah, sebab sesudah jangka waktu itu, dokter bisa memberikan suntikan ulang (booster).
KUN SY HIDAYAT