Gejalanya Sering Kram dan Kesemutan. Mewaspadai Gangguan Saraf
SEORANG ibu yang sedang antre membayar barang belanjaannya di depan kasir sebuah pasar swalayan tampak sering menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti orang yang kaget, ibu tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya hampir tiap lima menit.
Sekilas ibu tersebut sepertinya sedang kelilipan atau sakit mata, tetapi sesungguhnya ia menderita penyakit dystonia tipe blepharospasm. Dystonia sendiri termasuk dalam penyakit gangguan saraf yang tidak diketahui penyebabnya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang-orang yang menderita dystonia. Selain orang yang sering mengedip-ngedipkan matanya tanpa terkendali, kita juga menjumpai seseorang yang suka menggerakkan lehernya (cervical dystonia) atau bagian hidung dan pipinya (hemifacial spasm).
Menurut konsultan saraf dr Andradi S dari Departemen Neurologi FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, selain kasus dystonia gangguan saraf di otak biasanya muncul pada orang-orang yang memiliki riwayat penyakit pikun, alzheimer, parkinson, stroke, atau pada anak-anak penderita anemia. Tetapi juga dystonia bisa juga disebabkan oleh stroke atau kecelakaan.
Gejala dari gangguan saraf itu, tambahnya, seseorang sering mengalami kesemutan, pegal-pegal, dan kram di organ tubuh, seperti di wajah, kaki, lengan, dan lain sebagainya.
Gangguan saraf (neuro), menurut dr Megah Imeyati Senduk, adalah penyakit yang menyerang sel atau jaringan saraf. Penyakit tersebut, lanjutnya, bisa menyerang siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Gangguan neuro, kata spesialis rehabilitasi medis dari RS Siloam Gleneagles Karawaci, Tangerang ini, terdiri beberapa macam. Gejalanya dari yang ringan hingga berat. Tetapi gangguan saraf secara umum dapat dibagi ke dalam tiga kelompok.
Pertama, gangguan saraf yang sifatnya sensoris ditandai dengan kesemutan, baal, dan pegal-pegal. Kedua, gangguan motorik. Gejalanya kelemahan anggota gerak atau bagian tubuh tertentu hingga terjadi kelumpuhan.
"Ketiga, gangguan otonom yaitu ditandai dengan gejala buang air besar dan buang air kecil yang tidak terkontrol, gangguan pengeluaran keringat dan termasuk gangguan ereksi," kata Megah.
Menurut Megah, gangguan neuro itu bisa menyerang siapa saja dan semua bagian tubuh memang terdiri dari saraf. Namun, dia menjelaskan menurut penyebabnya gangguan neuro dapat dibagi ke dalam delapan kelompok.
Pertama, vaskular yaitu gangguan pembuluh darah, bisa sentral atau perifer. Kedua, infeksi yang disebabkan virus, bakteri, jamur, dan parasit. Ketiga, faktor usia atau degeneratif yaitu pengapuran sendi, parkinson. Keempat, trauma pada otak atau bagian tubuh lainnya. Kelima, gangguan metabolisme yang disebabkan diabetes, hipertiroid atau hipotiroid. Keenam, disebabkan tumor. Kedelapan, penyebabnya bersifat kongenital atau cacat bawaan sejak lahir.
Pengobatan dan penanganan
Megah mengatakan pengobatan dan penanganannya pada penderita gangguan saraf bermacam-macam, tergantung pada penyebabnya. Kebutuhan cara mengatasinya pun tergantung seberapa besar dan lamanya kerusakan saraf tersebut.
"Jadi tidak cukup dengan mengonsumsi vitamin tertentu, karena sifat vitamin hanya sebagai pendukung," kata Megah.
Menurut Andradi, untuk kasus dystonia bisa diatasi dengan Botox yang berasal dari bakteri klostridium botulinum. Bakteri tersebut menghasilkan toksin Botox yang diperlemah dan dijadikan ekstrak. "Untuk menyembuhkan gangguan gerakan itu, caranya dengan menyuntikkan ke daerah-daerah yang mengalami gangguan. Pada umumnya dokter akan menyuntikkan Botox sesuai dengan luasnya otot."
Sedangkan bagi penderita gangguan saraf yang disebabkan stroke, tentu saja harus melalui rehabilitasi medik, yaitu latihan fisik tertentu untuk mengurangi gangguan yang muncul.
Mengonsumsi makanan yang mengandung zat neurotropik agaknya sangat dianjurkan untuk mengatasi gangguan saraf. Dokter Jan S Purba dari RSUPN Cipto Mangunkusumo, misalnya; mengatakan, zat yang mengandung sejumlah vitamin B kompleks, vitamin E, dan kalsium (disebut neurotropik) telah menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan.
"Karena memang vitamin B kompleks seperti B16, B12, atau B1 dan termasuk protein yang tergolong neurotropik merupakan vitamin pertumbuhan," katanya.
Bahkan untuk neurotropik, lanjut Jan, dikonsumsi berlebih pun tidak jadi masalah. Pasalnya, zat-zat itu akan dieliminasi oleh ginjal.
"Kondisi Indonesia sekarang bukan kelebihan vitamin, kalau dilihat dari jumlah anak-anak yang masih kekurangan gizi," kata Jan.
Sementara itu, Kepala Bidang Gizi Kementerian Koordinator Kesra Meida Octarina MCN mengatakan, faktor gizi sangat penting dalam kasus gangguan saraf.
"Untuk mencegah tidak terjadi kejang otot, kram, atau kesemutan akibat gangguan saraf, sebaiknya banyak mengonsumsi makanan mengandung magnesium, potasium, kalsium, dan vitamin D. Memang ada suplemen neurotropik, tetapi ada juga bahan makanan yang bisa dikonsumsi sehari-hari," kata Meida.
Zat neurotropik, kata Meida, boleh dibilang merupakan vitamin atau makanannya otak. Itulah sebabnya untuk para usia lanjut sangat baik mengonsumsi makanan yang mengandung neurotropik untuk membantu menyegarkan saraf-saraf yang mulai layu atau memperlambat proses penuaan saraf-saraf di otak.
Sedangkan pada anak-anak vitamin B, zat besi, magnesium, kalsium dibutuhkan untuk perkembangannya.
Di Indonesia, kasus anemia yang disebabkan kekurangan zat besi cukup tinggi, terutama di kalangan ibu. Itulah sebabnya banyak ibu hamil yang dalam kondisi anemia akan melahirkan bayi yang kekurangan gizi pula. Akibatnya, perkembangan otak bayi ketika masih jadi janin di rahim ibunya tidak optimal.
Lebih lanjut, Meida mengatakan, sebetulnya gangguan saraf dan otot pada otak ini bisa dicegah apabila setiap individu menyiapkan gizi untuk dirinya sendiri secara baik.
Pada ibu hamil, misalnya, harus mencegah terjadinya anemia (kekurangan zat besi) karena akan berpengaruh pada kualitas fisik maupun otak bayinya kelak. (Drd/Nda/V-1)
REHABILITASI MEDIS: Gangguan saraf juga bisa disebabkan stroke. Bagi penderita stroke mengonsumsi vitamin neurotropik saja tidak cukup, tetapi harus dibantu dengan latihan fisik.