Sentuhan: 'Menu Sehat' untuk Segala Usia

Ingin menenangkan pikiran, menurunkan tekanan darah, dan meningkatkan kekebalan tubuh? Tak perlu ke dokter atau ke apotek bila Anda punya sisian untuk berbagi sentuhan.

Kalimat apakah yang paling tepat untuk Anda ucapkan pada orang dekat yang tengah ditimpa kemalangan, pada teman yang baru saja memperoleh kemenangan gemilang, atau pada si dia yang sudah lama begitu Anda rindukan?

Meski Anda adalah seorang yang pandai merangkai kata, mungkin kalimat Anda tidak akan dapat menandingi 'kekuatan' sentuhan. Entah itu genggaman tangan, sekadar tepukan di bahu, atau rangkulan sayang. Kini, sudah banyak dibuktikan melalui penelitian bahwa sentuhan (baca: kontak fisik) tidak saja efektif untuk menyampaikan simpati, memberikan dukungan, atau mengekspresikan cinta, tetapi juga mujarab untuk menyehatkan tubuh kita. 

Perjalanan Sentuhan

Kulit merupakan organ tubuh kita yang paling luas sekaligus merupakan indra yang paling dulu berkembang. Begitu hadir ke dunia, kita langsung bergantung pada indra peraba ini untuk bertahan hidup. Bayi-bayi belajar merasakan kehadirannya di dunia dan kontak dengan manusia lain dari sentuhan yang diterima indra perabanya. Indra peraba ini pulalah yang memungkinkan kita dapat terus menerus  berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Secara khusus, yang bekerja sebagai peraba (penafsir sensasi yang kita rasakan) adalah saraf-saraf penerima (reseptor-reseptor) di bawah kulit kita. Para reseptor berupa simpul-simpul saraf inilah yang memberikan 'data' kepada sistem saraf tentang berbagai rasa sentuhan. Banyaknya jumlah 'petugas' pengirim pesan menentukan peka tidaknya daerah tertentu. Misalnya, ujung-ujung jari merupakan daerah tubuh yang paling kaya dengan saraf penerima dan merupakan daerah yang paling peka.

Sebaran dan variasi kepekaan reseptor mencerminkan tugas yang berbeda. Ada reseptor yang bekerja menerima rasa panas, dingin, sakit, dan tekanan. Mereka dapat bekerja secara bersamaan. Ketika kita bersalaman, misalnya, reseptor penerima tekanan bekerja dan meneruskan informasi itu sebagai  bukan ancaman. Tetapi bagi tangan kita diremas, maka reseptor rasa sakit pun bekerja dan mengirim pesan ke otak bahwa remasan itu menyakitkan.

Sebagian saraf penerima data mengirimkan informasi melalui jaringan saraf tulang belakang, dan diteruskan ke otak. Inilah saraf-saraf yang bertugas menerima sensasi sentuhan berupa tekanan, terutama tekanan yang sudah spesifik tempatnya. Kespesifikan ini menyebabkan pesan langsung dikirim ke bagian penerima yang lebih tinggi, yaitu pusat otak. Dengan demikian, pesan yang sudah diketahui lokasinya ini dapat dievaluasi tanpa campur tangan 'petugas' di jaringan saraf tulang belakang.

Sebagian lagi membawa informasi berupa sentuhan yang lebih menyebar dan harus dilewatkan pada jaringan saraf tulang belakang. Di sana, data ini bertemu dengan suatu jaringan sel yang melakukan analisis informasi. Di tempat ini pulalah pesan-pesan berupa sensasi rasa sakit diolah. Pertemuan pesan-pesan sentuhan dan rasa sakit di jaringan saraf tulang belakang ini memungkinkan dua sensasi rasa ini berpadu. Ini dapat menjelaskan mengapa kita dapat menghilangkan sakit dengan mengusap-usap bagian tersebut.

Sistem analisis di jaringan saraf tulang belakang kemudian menyeleksi sensasi yang masuk dan hasil seleksi kemudian dikirim ke struktur yang lebih tinggi, yaitu otak berkat sistem seleksi inilah kita dapat dengan tepat merasakan sentuhan mana yang menyenangkan, mana yang menyakitkan, dan dari mana asalnya. Fungsi penyeleksi ini dapat diibaratkan sebagai pintu gerbang elektronik yang menyaring pesan penting mana yang perlu ditanggapi otak, mana yang perlu diabaikan, dari mana yang perlu ditanggapi langsung tanpa melibatkan otak (yang menghasilkan gerak refleks).

Semua data tentang sentuhan yang dkirim ke otak akan sampai pada ruang di dalam pusat otak, disebut thalamus. Di dalam thalamus, informasi ini kemudian diolah dan dikoordinasikan. Inilah yang kemudian dijadikan bahan oleh bagian otak yang disebut korteks untuk membentuk kesadaran kita akan rasa sentuhan. Seperti juga, proses pengindraan yang lain, maka proses ini bertahap-tahap. Hasil akhirnya masih harus bersinggungan dengan data-data  yang sudah ada (ingatan) dan juga data lain yang masuk dari indra lain yang kebetulan berada di wilayah yang sama. Maka dapat dimengerti, mengapa rasa sakit yang sama dipersepsi secara berbeda oleh tiap orang. Ya, mengapa cubitan mesra sang kekasih bisa tidak terasa sakit, sedangkan cubitan marah ibu waktu kecil dulu terasa pedas bukan kepalang.

Sentuhan = Semangat hidup

"Tanpa sentuhan orang tak mungkin memperoleh kesehatan yang prima, kata Aaron Katcher, M.D., seorang guru besar psikiatri dari University of Pennsylvania yang banyak melakukan riset tentang sentuhan.

Betapa tidak. Sudah banyak yang membuktikan bahwa kontak fisik dengan manusia lain dapat menjadi semacam energi pembangkit semangat hidup pada mereka yang tidak berdaya karena sakit. Dr Katcher dan James Lynch, Ph.D., Direktur Life Care Health Foundation di Towson, Maryland, Amerika, memantau adanya perubahan positif pada pasien-pasien penyakit jantung koroner, setiap kali para perawat menyentuh mereka untuk memeriksa denyut nadi. Dr Lynch dan koleganya juga menemukan bahwa para pasien yang menderita trauma karena shock memberikan reaksi denyut nadi yang positif setiap kali dokter menyentuh tangan mereka, meskipun pasisen-pasien ini dalam keadaan koma.

Menurut penelitian  para ahli di Amerika bayi-bayi yang diasuh di panti-panti penitipan dan yang tinggal di ruang perawatan (karena lahir prematur) tidak akan tumbuh dan berkembang sebagaimana semestinya bila tidak sering-sering mendapat sentuhan (digendong atau didekap). Penelitian lain mengungkapkan bahwa bayi-bayi prematur yang mendapat pijatan lembut (belaian) selama 15 menit, tiga kali sehari, mengalami kenaikan berat badan 47% lebih cepat dibandingkan yang tidak mendapatkannya. Mereka juga lebih aktif, lebih lincah, dan lebih responsif. Delapan bulan kemudian, bayi-bayi mendapatkan 'menu' belaian ini terbukti menunjukkan kemampuan mental dan motorik yang lebih baik dibandingkan bayi-bayi yang tidak mendapatkannya.

Efek positif sentuhan dan belaian, tampaknya tidak terbatas antarmanusia. Menurut Dr. Lynch, menyentuh hewan piaraan  sama-sama  memberikan dampak positif bagi kesehatan. Ia menemukan bahwa pasien jantungnya, yang punya hewan peliharaan di rumah, rata-rata dapat  bertahan lebih dari setahun daripada yang tidak punya. Para peneliti menduga bahwa pertahanan pasien ini ada kaitannya dengan efek peningkatan kekebalan tubuh dari kontak dengan binatang-binatang peliharaan itu.   

Penelitian lain yang dilakukan Dr. Katcher, dan Alan M. Beck, guru besar ekolog hewan di Kedokteran Hewan Purdue University, memantau adanya penurunan tekanan darah pada pasiennya yang punya kebiasaan membelai hewan peliharaan. Ia juga mencatat adanya perubahan ekspresi wajah para pasien dari tegang menjadi santai ketika menyentuh dan berbicara dengan hewan-hewan kesayangan mereka.

Mengasihi hewan peliharaan juga merupakan suatu cara sehat yang dapat diterapkan oleh orang yang tidak banyak melakukan  kontak sosial seperti para lansia yang tinggal di panti-panti. Kini di Amerika banyak panti lansia yang memiliki program mendatangkan binatang peliharaan, para sukarelawan datang mengunjungi para lansia dengan membawa hewan peliharaan mereka.

Makna sentuhan bagi kesehatan lebih jelas lagi pada efek sentuhan fisik berupa pemijatan. Penelitian di Bagian Riset Tentang Sentuhan, Fakultas Kedokteran Miami, menyiratkan bahwa pemijatan yang teratur dapat meningkatkan kesehatan fisik maupun mental. Mereka mencatat bahwa hasil pemijatan yang teratur terbukti dapat meningkatkan kekebalan pada pria yang positif HIV (mengidap virus penyebab AIDS); meningkatkan citra diri dan citra tubuh pada orang dewasa yang menderita gangguan makan, mengurangi sifat-sifat buruk, serta merangsang pertumbuhan bayi-bayi yang lahir dari ibu yang kecanduan kokain, serta membantu melonggarkan pernapasan anak-anak penderita asma.

Peneliti juga menemukan bahwa efek positif pijatan adalah juga meningkatkan kewaspadaan dan ketelitian. Meski dalam keadaan relaks setelah dipijat, subjek penelitian mampu menyelesaikan soal matematika dua kali lebih cepat dibandingkan sebelum dipijat.

60 detik sehari untuk menyehatkan keintiman 

Meski sejak bayi sudah menikmati dan bergantung pada sentuhan, semakin besar dan dewasa, tanpa sadar kita makin membatasi kegiatan sentuh - menyentuh ini. Penyebab utamanya, mungkin karena berbagai sentuhan tidak didukung, bahkan sejauh tertentu dibatasi oleh kultur. Ketika anak-anak lahir dan menjadi besar, banyak suami-istri jadi sungkan saling peluk di depan anak-anak. Seberapa sering pula kita menyaksikan seorang ayah mendekap atau mencium putra-putrinya? Adegan mesra yang menyehatkan ini lebih banyak kita saksikan dari adegan film-film Barat, terutama film-film Amerika.

Bangsa tertentu ternyata lebih banyak melakukan kontak fisik dibandingkan bangsa yang lain. Paling tidak, demikianlah menurut penelitian Sidney Jourard, seorang psikolog kebangsaan Amerika, pada tahun 1960. Ia melakukan observasi di beberapa kafe di berbagai negara. Jourard mengamati bahwa pengunjung kafe di San Juan, Puerto Rico, dalam waktu 1 jam melakukan kontak fisik satu sama lain sebanyak 180, dan warga Paris 110 kali, warga Florida hanya dua kali, dan warga London tidak saling sentuh sama sekali. Barangkali sejak Jourard mengumumkan penelitiannya inilah Amerika menjadi bangsa yang rajin saling sentuh seperti banyak kita lihat dalam film-filmnya.

Namun, apa yang dilihat di film ternyata belum tentu sudah mencerminkan kenyataan. Pada tahun 1985, suatu majalah wanita di bawah kolom tanya jawab, Ann Lander melontarkan pertanyaan kepada para pembacanya, "Apakah Anda lebih senang dipeluk dan dibelai-belai atau melakukan hubungan seksual?" tujuh puluh persen responden menjawab bahwa mereka lebih suka yang pertama. 

Kesimpulan yang dibuat ahli tentang hasil angket itu adalah bahwa banyak wanita 'lapar' disentuh dan mereka lalu menggunakan seks untuk mendapatkan sentuhan yang mereka dambakan!

Di sisi lain, riset menujukkan bahwa bagi pria sentuhan tak lain adalah permainan awal menuju hubungan seks. Akibatnya, mereka pelit sekali untuk menyentuh. Di dalam benak mereka, sentuhan selalu berkaitan dengan hubungan seks dan orgasme. Akibatnya, bila seorang pria tidak siap melakukan hubungan seks pada waktu tertentu, ia cenderung membatasi sentuhannya, bahkan bisa menghindar dari sentuhan pasangannya karena asumsinya sentuhan akan berakhir dengan hubungan seks, meski sebenarnya pasangannya tidak berpikir tentang seks sama sekali.

Pelitnya pria dalam membagi sentuhan, menurut ahli lagi, mungkin karena sentuh menyentuh dalam banyak kultur dipandang sebagai hal yang tidak maskulin. Lagi pula, dalam kehidupan sehari-hari, pria tidak banyak diberi kesempatan untuk mengembangkan sensualitasnya di hal-hal kecil yang biasa dilakukan wanita. Ya, banyak soal-soal yang berkaitan dengan sensualitas lebih ditujukan untuk wanita. Misalnya, merasakan kelembutan gaun longgar sutra, mandi busa, dan lain-lain yang tidak dilakukan pria.

James Elias, PhD., ahli terapi seks dan direktur SEARCH klinik di Sherman Oaks, California, menyarankan agar pasangan menikmati 60 detik saling rangkul sehari atau lebih sering kali kalau bisa. Rangkulan yang erat dan lama dapat menimbulkan reaksi fisiologi yang menenangkan (denyut nadi melambat dan napas menjadi teratur) dan juga menimbulkan rasa saling percaya serta... membuat hubungan intim lebih baik.

Para ahli terapi dan peneliti masalah seksual menganjurkan pasangan untuk saling pijat, saling belai, dan usap secara rutin. Maka bukan  cuma seks, komunikasi Anda yang lain dengan pasangan pun akan lebih mulus dan menyenangkan.

Coba ingat-ingat, kapan terakhir kali Anda menyentuh si dia? Mendekap anak? Mencium ayah atau ibu? Merangkul teman? Bila telah terbukti menyehatkan dan mendekatkan, mengapa Anda tidak menjadikan kebiasaan mudah dan murah ini sebagai sesuatu yang rutin?   

Rani Rachmani M  

          

 

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar