WASPADA IKLAN OBAT YANG MENYESATKAN

Para produsen obat yang memanfaatkan rasa sakit yang diderita masyarakat untuk menawarkan khasiat yang terkadang tidak masuk akal. 

MASYARAKAT perlu berhati-hati dalam merespons iklan obat yang banyak ditayangkan di media cetak, daring, maupun elektronik. Pasalnya, ada produsen obat yang  menayangkan iklan secara berlebihan dan menyesatkan. 

Demikian dikatakan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Napza Badan Pengawas Obat dan Makanan  (Badan POM) A Retno Tyas Utami dalam seminar bertajuk iklan obat, Antara Edukasi dan Bisnis yang diselenggarakan di Jakarta, kemarin. 

"Promosi obat yang berlebihan membuat orang menjadi terpikat dan kurang rasional," ujar Retno.

Para produsen obat, lanjut dia, memanfaatkan rasa sakit yang diderita masyarakat untuk menawarkan khasiat yang terkadang tidak masuk akal. Misalnya dengan menampilkan pengalaman atau testimoni kesembuhan pasien secara berlebihan.  

Menurut Retno, muatan iklan obat seharusnya seimbang antara edukasi dan kepentingan komersial. Namun sayangnya, banyak pengusaha menayangkan iklan obat yang tidak sesuai dengan kenyataan, contohnya iklan Klinik Tong Fang yang menjamin kesembuhan pasien.

"Ada juga iklan yang sudah dipotong (sensor) oleh Badan POM, namun yang ditayangkan malah iklan yang utuh,' tambah dia.

Retno menyebut jenis-jenis iklan obat yang perlu diwaspadai masyarakat. Antara lain iklan yang menawarkan obat keras tanpa resep dokter, informasi dalam iklan berlebihan dan menyesatkan, menawarkan harga yang jauh lebih murah, menjanjikan cepat sembuh, efek instan, dan menawarkan garansi.

Adapun iklan obat yang baik adalah iklan yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan. "Objektif artinya memberikan informasi yang sesuai dengan manfaat dan keamanan obat," katanya.

Lengkap berarti mencantumkan informasi tentang khasiat dan hal-hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan obat, misalnya efek samping.  

Informasi obat harus jujur, akurat, bertanggung jawab serta tidak memanfaatkan kekhawatiran masyarakat akan masalah kesehatan.

"Iklan obat yang baik juga mencantumkan informasi kandungan beserta efek sampingnya, misalnya obat mengandung antihistamin atau CTM yang dapat menyebabkan kantuk," terang Retno.

Ia menegaskan Badan POM mengawasi iklan yang beredar. Jika ada yang tidak sesuai, Badan POM akan memberi peringatan keras dan menarik iklan.  

Namun, Badan POM tidak bisa memberikan sanksi kepada media yang bersangkutan karena itu bukan wewenang Badan POM. 

Amfetamin

Pada kesempatan sama, Retno mengingatkan bahwa amfetamin yang kerap ditemukan dalam produk-produk penurun berat badan adalah obat untuk menurunkan rasa lapar, bukan pelangsing.

"Amfetamin adalah obat untuk menurunkan rasa lapar bukan sebagai obat pelangsing. Artinya ilegal jika diiklankan sebagai obat pelangsing." 

Ia menjelaskan, selain menekan nafsu makan, amfetamin juga memiliki efek stimulan yang membuat pemakainya seperti tidak pernah kehabisan energi. Jika dibiarkan terus menerus, sambung Retno, konsumsi amfetamin akan menyebabkan ketergantungan.

Mantan anggota Dewan Pengawas Narkotika Internasional Sri Suryowati juga mengatakan hal senada. Ia menjelaskan, obat yang membuat fungsi tubuh jadi berlipat hingga penggunanya tak merasa capai juga termasuk narkoba.

"Amfetamin termasuk psikotropika golongan II yang penggunaannya dibatasi hanya untuk terapi. Obat tersebut digolongkan sebagai obat keras dan tidak boleh dikonsumsi sembarangan," tegasnya. (Ant/H-3)

cornel@mediaindonesia.com    

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar