HINDARI STUNTING DARI RUMAH DEMI ANAK DAN NEGARA INDONESIA
Stunting merupakan malnutrisi kronis yang terjadi dalam periode emas pertumbuhan anak atau disebut 1.000 hari pertama kehidupan.
Hardisman Dasman dalam tulisannya "Empat Dampak Stunting Bagi Anak dan Negara Indonesia yang dimuat di laman Akademi Ilmuan Muda Indonesia (almi.or.id) menuliskan dampak dari stunting tersebut.
Pertama, kognitif lemah dan psikomotorik terhambat. Besarnya masalah stunting pada anak hari ini akan berdampak pada kualitas bangsa masa depan.
Kedua, kesulitan menguasai sains dan berprestasi dalam olahraga. Generasi yang tumbuh dengan kemampuan kognisi dan intelektual yang kurang akan lebih sulit menguasai ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi karena kemampuan analisis yang lebih lemah.
Ketiga, lebih mudah terkena penyakit degeneratif. Berbagai studi membuktikan bahwa anak-anak yang kurang gizi pada waktu balita, kemudian mengalami stunting, pada usia dewasa akan lebih mudah mengalami obesitas dan terserang diabetes melitus.
Keempat, sumber daya manusia berkualitas rendah. Kurang gizi dan stunting menyebabkan rendahnya kualitas sumber daya manusia usia produktif.
Upaya terus menerus oleh seluruh pemangku kepentingan dan intervensi berbasis data dan bukti ilmiah yang didukung oleh teknologi yang efektif biaya akan memampukan anak-anak mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Di wilayah Indonesia Nusa Tenggara Timur (NTT) jadi salah satu kantong stunting di Indonesia.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 dan 2018 proporsi balita pendek tertinggi di Indonesia berada di propinsi NTT dengan 51,3 persen di tahun 2013 dan 42,6 persen di tahun 2018.
Menteri Kesehatan Letjen TNI (Purn) Dr. dr Terawan Agus Putranto, Sp. Rad saat meresmikan Stunting Center of Excellence di Labuhan Bajo, NTT, Rabu (23/11) menyebutkan, percepatan perbaikan gizi masyarakat menjadi salah satu strategi nasional RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2021-2024, dengan salah satu indikator sasaran penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen di tahun 2024.
Ditegaskannya, stunting merupakan permasalahan multi dimensional yang penyelesaiannya memerlukan kerjasama multisektoral termasuk mitra pembangunan dan swasta.
Stunting CoE merupakan pusat pelatihan di mana tenaga kesehatan di latih (train the trainer) dan dilengkapi dengan peraga yang berbasis bukti ilmiah untuk memampukan mereka selanjutnya menjadi pelatih di rumah sakit atau pusat pelayanan kesehatan di mana mereka bekerja.
Stunting CoE juga bertujuan untuk memperkuat sistem kesehatan dengan fokus pada tenaga kesehatan di tingkat puskesmas, termasuk kader posyandu di Manggarai Barat.
Seluruh kegiatan akan dilaksanakan oleh 1000 Days Fund, sebuah yayasan yang telah bekerjasama dengan komunitas lokal serta pusat pelayanan kesehatan di NTT selama dua tahun terakhir.
Stunting CoE akan melakukan serangkaian pelatihan dan lokakarya dengan topik meliputi pemahaman tentang stunting, gizi dan alat peraga untuk ibu dan anak.
CoE juga meningkatkan penggunaan perangkat pencegahan stunting seperti poster pintar, selimut cerdas, peraga kartu pintar serta kartu konvergensi desa.
Prevalensi stunting di Indonesia termasuk sangat tinggi yaitu mencapai 28 persen pada tahun 2019. Angka tersebut sudah turun dari tahun 2013, di mana mencapai 37 persen balita yang mengalami stunting (Integrated Study of Nutrition for Children Below 5 - SSGBI 2019).
Sementara dari rumah, para orangtua juga dapat mencegah anaknya masuk kategori stunting. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kemenkes lewat laman resminya menyarankan agar para ibu memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil, memberikan ASI eksklusif. MPASI (makanan pendamping ASI), memantau tumbuh kembang anak, jaga kebersihan lingkungan. (lis)