Memperpanjang Usia Pakai Cimino
PENYAKIT gagal ginjal mengharuskan seseorang menjalani terapi pengganti ginjal. Ada tiga pilihan terapi yang saat ini tersedia, yakni cangkok ginjal, dialisis dengan rongga perut (CAPD), dan hemodialisis. Karena bebagai faktor pertimbangan, di Indonesia mayoritas penderita gagal ginjal memilih hemodialisis.
Dalam hemodialisis, darah dialirkan ke mesin dialiser untuk dibersihkan. Sesudahnya, darah bersih dialirkan kembali ke tubuh. Proses pengeluaran dan pemasukan kembali darah dilakukan melalui sebuah akses yang lazim disebut cimino.
Bisa dikatakan, cimino dibutuhkan pasien gagal ginjal sepanjang hidupnya. Selama pasien menjalani terapi hemodialisis, selama itu pula cimino dibutuhkan. Karenanya, cimino harus dijaga agar tetap berfungsi dengan baik.
Namun, satu hal yang kerap dihadapi pasien justru tidak berfungsinya cimino karena pembuluh darah di tempat pembuatan cimino tersebut mengalami penyempitan atau stenosis setelah beberapa waktu.
"Stenosis umumnya terjadi karena infeksi atau karena prosedur dan materi pembuatan cimino yang kurang baik," ujar dokter spesialis bedah vaskular, Patrianef seusai mengisi sesi ilmiah pada reuni dan musyawarah cabang 2015 Ikatan Keluarga Alumni Jabodetabek Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, di Jakarta, Minggu (20/9).
Cimino, lanjut Patrianef, awalnya, dibuat di pergelangan tangan. Ketika cimino di lokasi itu tidak lagi berfungsi, akses baru harus dibuat di bagian atasnya, di sekitar siku. Nantinya, ketika akses di siku bermasalah, akses yang baru dibuat di area lengan atas. Jika kembali ada masalah, akses berikutnya dibuat di sekitar leher.
"Proses pembuatan cimino dilakukan dengan mempertemukan pembuluh arteri dan vena. Karenanya, lokasi pembuatan akses itu tertentu dan terbatas," imbuh dokter yang berpraktik di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta dan RS Premier Bintaro, Tangerang itu.
Karena cimino hanya bisa dibuat pada area tertentu dan terbatas. Patrianef menekankan, fungsi cimino harus diupayakan bertahan selama mungkin. "Ketika akses baru dibuat di siku, lokasi di pergelangan tangan tidak lagi bisa dibuatkan cimino kelak. Juga ketika akses di lengan atas dibuat, akses di siku tidak lagi bisa dipakai, begitu seterusnya."
Dengan kata lain, lokasi-lokasi pembuatan akses itu harus "dihemat". Jangan sampai, seseorang yang masih memerlukan hemodialisis tidak bisa menjalani terapi itu karena tidak lagi memiliki akses untuk itu.
Patrianef menjelaskan salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk memperpanjang fungsi cimino ialah dengan memulihkan pembuluh darah sekitar cimino yang mengalami penyempitan/stenosis. Upaya itu dilakukan melalui operasi endovaskular.
"Mirip dengan penanganan pembuluh darah menyempit pada umumnya, terapinya dengan ballooning. Prosedurnya minimally invasive atau menggunakan teknik sayatan kecil. Dengan prosedur itu, pembuluh darah yang menyempit bisa normal kembali," paparnya.
Sayangnya, teknik tersebut belum tersosialisasi di kalangan pasien ataupun dokter sekalipun dalam banyak kasus, terutama di daerah-daerah, ketika akses cimino seorang pasien macet, dokter yang menangani memutuskan untuk membuat akses baru. "Padahal, masih bisa diperbaiki."
Donor ginjal
Pada kesempatan sama, dokter spesialis penyakit dalam Hasan Basri mengungkapkan sejatinya terapi pengganti ginjal yang terbaik ialah cangkok ginjal. Sayangnya, di Indonesia masih mengalami hambatan terutama karena langkanya donor.
Menurutnya, pemerintah perlu membuat kebijakan yang mengatur dan mendukung cangkok ginjal, terutama agar masyarakat tidak segan mendonorkan ginjal. "Saat ini, mayoritas dana BPJS Kesehatan tersedot oleh pasien hemodialisis. Padahal, untuk jangka panjang, cangkok ginjal jauh lebih hemat." (*/H-3)
Cimino atau arteriovenous fistula adalah operasi kecil untuk menghubungkan salah satu pembuluh darah arteri dengan pembuluh darah vena.
