Tanaman Hias. Antara Bisnis, Gaya Hidup, dan Terapi Jiwa


Berjalan kaki di salah satu sudut Senayan, Jakarta Pusat, ini memang selalu menyenangkan. Pada pagi atau siang sekalipun, saat lalu lintas padat mengundang kemacetan sudut Jalan Asia Afrika tetap menyuguhkan hijaunya tanaman hias yang menawan. 

Pemilik kios tanaman hias lalu menunjukkan beberapa tanaman, yang saat ini sedang digemari  masyarakat.

Warna-warni indah sedap di penglihatan kembali ditawarkan. Merah, merah jambu (pink), hijau dengan garis merah di sekelilingnya, ataupun hijau biasa. Jangan salah, yang baru disebut itu adalah warna-warni daun, bukan bunga. Itu adalah jenis tanaman hias aglaonema atau  dalam bahasa Indonesia biasa disebut Sri Rejeki.

"Sebutan ratu daun memang pantas untuknya. Bentuk daun dan keelokan warnanya merebut hati banyak orang. Tanaman ini baru mulai digemari dua tahun terakhir dan menjadi primadona pada tahun ini," kata Sukamto, seorang pemilik kios tanaman hias  di Jalan Asia Afrika, Kamis (14/12).

Terdapat belasaan hingga puluhan kios seperti yang dikelola Sukamto di Jalan Asia Afrika, dan seluruhnya dipastikan memiliki koleksi aglaonema yang siap ditawarkan untuk pecinta tanaman  hias. Umumnya berbagai jenis aglaonema dijual dalam pot. Harga jualnya bervariasi dari Rp 50.000 hingga Rp 500.0000 per pot. Selama enam bulan ini setiap hari 4-50 pot aglaonema terjual. Pada akhir pekan, jumlah penjualan bisa melonjak hingga dua kali lipat.  

Sukamto memiliki koleksi aglaonema yang setiap lembar daunnya dihargai Rp 7 juta-Rp 10 juta. Untuk koleksi mahal dan terbatas seperti itu, ia sengaja menyimpannya. Hanya bila ada kolektor yang serius membeli, ia bersedia memperlihatkannya.

Hal senada dikatakan Marwan (39), seorang pedagang tanaman hias di Rawa Belong, Jakarta Barat, Tanaman hias kembali menjadi sumber keuntungan setelah sempat lesu setelah kenaikan harga BBM.

Andalan

Aglaonema memang semakin laku di pasaran tanaman hias sebagai komoditas andalan. Tanaman itu saat ini tak lagi monopoli kaum  kaya, apalagi setelah eksperimen pembiakan silang berhasil dan memunculkan beragam jenis keladi-keladian dengan harga terjangkau kalangan menengah ke bawah.

Sri Rejeki memiliki banyak variasi jenis yang memiliki nama sebutan sendiri. Ada pride sumatera (seluruh daunnya berwarna merah), lipstik (daun hijau dengan garis merah di pinggirnya), heng-heng, dona carmen, hingga jenis-jenis terbaru yang langsung didatangkan dari Nursery khusus di Thailand.

Marwan dan Sukamto sepakat, sebagian besar pembeli tanaman hias memang memiliki motivasi kuat selain hanya sekadar hobi. Bagi warga keturunan aglaonema merupakan lambang murah rezeki. Jika berhasil merawatnya dan Sri Rejeki tumbuh subur dengan daunnya yang indah, tebal, dan cerah, rezeki sang pemilik pun dipercaya bakal mengalir lancar.

Lain lagi, cerita Yuniati Andri (45). Awalnya, ia tidak tertarik berkebun, apalagi memelihara aglaonema. Namun melihat teman-teman dan tetangga suka memamerkan tanaman koleksinya, Yuniati pun "panas". Bagi ibu-ibu kalangan menengah atas ini, rumah tanpa flora mahal bakal terasa hampa.

Ibu rumah tangga yang tinggal di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, ini akhirnya memborong aneka tanaman hias dari pameran dan langsung membuat kebun kecil di rumahnya.

Lambat laun aglaonema menjadi favoritnya karena perawatannya mudah dan bentuknya bagus.  Ia pun merasa tidak asing dengan aglaonema karena tanaman berdaun menawan ini bagi sebagian orang Indonesia sebenarnya sudah dikenal (familiar). Jenis keladi ini sudah sejak lama banyak tumbuh di rumah-rumah warga meski rata-rata hanya berupa tanaman berdaun hijau lebar sederhana. 

Dibandingkan dengan tanaman bunga, aglaonema yang hanya mengandalkan daun tidak membutuhkan perlakuan istimewa. Cukup diletakkan di tempat teduh, tetapi tetap kena sinar matahari dan rutin disiram, aglaonema dijamin tumbuh subur.

Perlakuan istimewa untuk si Ratu Daun ini terlihat, misalnya saat Yuniati rela mengelap setiap helai daun tanaman koleksinya agar daun  aneka warna ini tetap mengilat dan terlihat makin cerah.

Namun, semua itu justru menjadi terapi jiwa dan fisik yang ampuh baginya. Setelah menekuni dunia berkebun khusus tanaman hias di rumahya sejak dua tahun lalu, praktis rasa pusing, darah tinggi, serta rematik yang dideritanya beberapa tahun ini makin berkurang.

Ada keasyikan tersendiri ketika berhadapan langsung dengan kebun mungilnya yang kini dihiasi 13 jenis aglaonema dan puluhan jenis tanaman hias lain, seperti euphorbia, anthurium, nepenthes (kantong semar), serta anggrek dan teratai. Beban pikiran yang banyak menghinggapinya pun dapat ditawarkan dengan kesibukan barunya itu.

Dengan ketekunannya, semua koleksi aglaonema Yuniati sudah berkembang. Ibu tiga anak dan istri pengusaha ini pun mulai belajar mengembangkan aglaonema dengan persilangan.

Bagi para pebisnis baru di bidang tanaman hias ini juga harus ekstra hati-hati jangan asal mengikuti tren. Marwan mengatakan, selalu ada isu yang menjatuhkan atau cara-cara tak etis mengiringi pergantian tren tanaman hias. Sebelumnya aglaonema adalah tanaman kurang laku jika dibandingkan dengan euphorbia yang berbentuk mungil dan berbunga cantik warna-warni.

Tiba-tiba sekitar awal 2006, muncul isu euphorbia mampu menularkan kanker dan penyakit ganas lainnya. Langsung saja euphorbia rontok di pasaran dan aglaonema muncul ke permukaan. (NELI TRIANA)            

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar