Hepatitis C Kronik sudah Bisa Diobati
JAKARTA (Media): Kombinasi obat Interferon dan Ribavirin (Pegylated Interferon) merupakan pengobatan terkini untuk penyakit hepatitis B dan C kronik.
Pakar penyakit hati Prof. Dr LA Lesmana PhD., SpPD-KGEH., FACP- FACG dari Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Cipto Mangunkusumo, mengatakan hal tersebut kepada Media kemarin di Jakarta. "Hasilnya memang sangat baik terapi hepatitis C kronik dengan kombinasi Interferon dan Ribavirin untuk jumlah pasien dengan kondisi tertentu."
Dia mengakui dahulu penyakit hepatitis kronik tidak bisa diobati, sedangkan pengobatan kombinasi Interferon dan Ribavirin untuk hepatitis B kronik hasilnya masih jauh lebih rendah dibandingkan hepatitis C. "Walaupun hasilnya masih lebih rendah dibandingkan terapi hepatitis C, respons pengobatan untuk hepatitis B kronik ada kemajuannya," jelasnya.
Kombinasi dua obat tersebut sudah diperkenalkan di kalangan medis dua tahun lalu. Penyakit hepatitis C sendiri terbagi menjadi enam genotipe yang terdiri dari 50 subtipe. Untuk kombinasi kedua obat ini hanya dipergunakan pada hepatitis tipe dua dan tiga.
"Hanya tipe tertentu dua dan tiga untuk terapi kombinasi ini, sedangkan tipe satu pengobatannya masih belum optimal tetapi jauh lebih baik daripada dulu," kata Lesmana.
Di Indonesia sendiri sudah dilakukan penelitian terhadap pasien dengan terapi pengobatan jangka panjang lewat kombinasi berbeda. Hasilnya telah dilaporkan dalam berbagai pertemuan ilmiah hati internasional. Hasil penelitian tersebut sama dengan penelitian yang dilakukan para pakar hati di luar negeri.
"Sekarang ini hasil terapi hepatitis C dengan kombinasi obat ini bisa mencapai 90%. Mungkin dari sepuluh orang yang diterapi sembilan di antaranya berhasil. Tetapi, untuk tipe satu hasilnya masih rendah yakni dari 10 orang yang diterapi yang berhasil sekitar enam orang."
Sedangkan untuk terapi pengobatan hepatitis B kronik, tingkat keberhasilannya mencapai 45% di bawah hepatitis C kronik.
Oleh sebab itu, saat ini para peneliti di bidang penyakit hati akan melakukan penelitian lebih lanjut terapi pengobatan kombinasi untuk hepatitis B kronik agar membuahkan respons tinggi.
Hanya saja pemberian terapi kombinasi ini, menurut Lesmana, perlu waktu yang tepat agar hasilnya maksimal. "Kalau pemberian terapi ini tidak tepat waktunya, hasilnya semakin buruk."
Untuk mengetahui kapan pemberian terapi obat kombinasi itu, diperlukan pemeriksaan cukup teliti. "Yang utama adalah apakah virus hepatitisnya masih aktif nilai HBsAg normal dan tidak ada peradangan maka tidak perlu intervensi pengobatan."
Pasien dalam keadaan demikian cukup dimonitoring ketat sampai pada waktunya pemberian terapi kombinasi.
Biaya mahal
Sekarang ini, pengobatan kombinasi tersebut biayanya cukup tinggi sehingga hanya sedikit pasien hepatitis yang bisa melakukannya. "Untuk Indonesia masih mahal yang berobat hanya sebagian kecil saja. Kita harus meningkatkan upaya untuk biaya pengobatan ini dengan asuransi misalnya."
Sebab, hingga kini pemerintah tidak memberikan bantuan pengobatan bagi penderita hepatitis.
Sedangkan, menurut Dt Mohd Ismail Merican hepatolog Malaysia, dalam penjelasan di seminar menyebutkan Interferon dan Ribovarin memiliki efek samping yang perlu diperhatikan pasien.
Ia menyebutkan Interferon memiliki efek berupa fatigue, anemia, neutropenia, maupun insomnia. Sedangkan Ribovarin sangat berkaitan dengan anemia. Karena itu, pasien yang mengonsumsi obat kombinasi ini harus hati-hati atau perlu edukasi agar efeknya bisa terkontrol.
Saat ini, sebanyak 350 juta penduduk dunia terinfeksi hepatitis B dan sekitar 500 ribu sampai 1 juta orang meninggal akibat kanker hati. Di Indonesia sendiri sekitar 16 juta penduduk terinfeksi hepatitis B. Penyakit ini sulit terdeteksi.
Sedangkan hepatitis C dewasa ini banyak ditularkan melalui jarum suntik narkotik.
PROTES PENINGKATAN KESEJAHTERAAN: Para perawat dari Belgia memeluk boneka bayi saat melakukan protes peningkatan gaji dan kondisi kesejahteraan mereka. Sekitar 8.000 perawat turun ke jalan dalam aksi protes tersebut.