Membantu Mrereka yang Sakit

Firmansyah (37) terenyuh melihat orang-orang sakit yang tidak mendapat akses pengobatan. Banyak juga orang dari kampungnya di Kalianda, Lampung Selatan, yang "tinggal" di selasar rumah sakit selama berhari-hari demi menunggu anggota keluarga yang dirawat. Laki-laki itu pun bertekad mengabdikan diri untuk membantu mereka.

Membantu pasien yang dirujuk ke rumah sakit di Jakarta telah menjadi pekerjaan rutin bagi Firman, begitu dia biasa disapa. Pertengahan Jnni lalu, misalnya, ia bersiap menemani seorang anak penderita jantung bocor yang dirujuk untuk menjalani perawatan di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Firman harus rela meninggalkan keluarga di Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, demi menemani pasien itu.

Setiap kali ada pasien yang harus dirujuk, Firman selalu siaga mengantar pasien dengan ambulans. Tak jarang, ia berperan sebagai pendamping pasien sekaligus sopir ambulans. Ia baru kembali Ke Lampung setelah pasien mendapat pelayanan di rumah sakit dan keluarganya tiba di rumah singgah.

Sejak empat tahun terakhir, Firman aktif membantu anak-anak penderita hydrocephalus dan atresi bilier mendapatkan pengobatan. Ia juga mencarikan dana bagi penderita kanker dan kebocoran jantung. Selain itu,  ia menggagas ide untuk menyediakan rumah singgah dan ambulans gratis bagi para pasien.

Pengabdian Firman pada kemanusiaan bermula pada 2012. Saat itu, ia mengantar anggota keluarganya yang dirujuk ke Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Pemandangan yang disaksikan Firman di rumah sakit itu mengusik hatinya. Puluhan orangtua dan anak-anak, laki-laki dan perempuan terpaksa tidur di selasar rumah sakit. Sebagian hanya tidur di atas selembar koran.

Belakangan, ia tahu orang-orang itu  sedang menunggu anggota keluarga yang sedang menjalani perawatan kanker. Ia semakin terkejut saat mengetahui sebagian besar keluarga pasien di selasar rumah sakit itu ternyata berasal dari Lampung.

Ada orangtua pasien yang meninggal saat menunggui anaknya menjalani perawatan kanker. Kisah itu membuat hati Firman makin pilu. Ia menyadari bahwa mendampingi keluarga menjalani perawatan selama berbulan-bulan bukan perkara mudah.

"Keluarga pasien tidak hanya dibebani biaya berobat yang mahal, tetapi juga harus memikirkan cara bertahan hidup di Jakarta tanpa punya tempat tinggal. Mereka meninggalkan pekerjaan, harta, dan sanak saudara di kampung halaman," katanya.

Rumah singgah

Sejak itu, Firman tergerak untuk membantu pasien dan keluarganya yang harus dirujuk ke rumah sakit di Jakarta. Ia mencetuskan ide mendirikan sebuah rumah singgah di Jakarta bagi pasien yang berobat di Ibu Kota.

Ide itu diamini oleh tujuh rekan Firman. Maka terbentuklah Komunitas Peduli Generasi Lampung. Komunitas itu kini lebih banyak bergerak pada kegiatan kemanusiaan. Komunitas itu mengajak para donatur untuk menyumbang uang guna membiayai pasien dan keluarganya. Mereka datangi kantor pemerintah, bahkan turun ke perempatan jalan dan lampu lalu lintas demi menggalang  bantuan. 

Setelah dana terkumpul sebulan kemudian, Firman bersama rekannya pergi ke Jakarta untuk mencari dua rumah yang bisa disewa sebagai rumah singgah. Mereka akhirnya dapat satu rumah singgah di dekat RS Kanker Dharmais dan satu rumah lain di dekat RS Jantung Harapan Kita.

Para keluarga pasien yang semula tidur di selasar rumah sakit diajak pindah ke rumah singgah. Firman mendatangi petugas rumah sakit untuk menanyakan jumlah keseluruhan pasien asal Lampung yang dirujuk. Semua keluarga pasien itu diharapkan mendapat tempat di rumah singgah. 

Namun, inisiatifnya mendirikan rumah singgah sempat menimbulkan masalah. Firman pernah ditegur oleh lurah setempat karena tak memiliki lembaga yang legal. Karena alasan itulah Firman mengubah Komunitas Peduli Generasi Lampung menjadi sebuah yayasan pada November 2012.        

"Dengan adanya lembaga ini, kamu mempunyai legalitas lebih kuat untuk bisa membantu pasien," ujarnya. 

Sedekah Jumat

Sejak diresmikan sebagai yayasan, Firman semakin aktif mengadakan kegiatan kemanusiaan. Tak hanya mencari donatur dan merujuk pasien, yayasan itu menggelar berbagai kegiatan penyuluhan kesehatan dan donor darah. Para relawan juga menggagas silaturahim bertajuk "Sedekah Jumat' dengan mengunjungi keluarga pasien yang pernah tinggal di rumah singgah.

Ia memanfaatkan media sosial untuk menggalang donatur dan relawan baru. Saat ini, ada 40 relawan yang ikut bergabung dengannya. Sebagian dari mereka adalah mahasiswa kedokteran dari sejumlah perguruan tinggi di Lampung. Dari uluran tangan donatur yayasan juga memiliki dua ambulans untuk kegiatan operasional. 

Pasien yang dibantu umumnya berasal dari keluarga miskin yang tidak mempunyai biaya untuk berobat. Sebagian besar dari mereka adalah keluarga buruh tani dengan penghasilan minim. 

Sokongan tidak selalu dalam bentuk uang. Firman dan kawan-kawan juga membantu keluarga pasien memahami prosedur pengurusan layanan kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sampai kini, ada sekitar 400 penderita jantung bocor, kanker, kelumpuhan, hydrocephalus, dan atresi bilier yang sudah memperoleh pengobatan dengan program BPJS serta dana dari donatur

Selama ini yayasan menampung bantuan umum yang bisa dimanfaatkan oleh semua pasien. Bantuan dari donatur untuk pengobatan pasien langsung diarahkan ke rekening milik keluarga pasien. 

"Itu dilakukan untuk menjaga rasa keadilan antarsesama pasien. Yayasan tidak ingin pasien lain yang belum mendapat bantuan donatur merasa sedih. Selain itu, kami juga ingin menjaga kepercayaan donatur. Firman mengunggah setiap laporan pertanggungjawaban melalui media sosial. Ada juga foto dan laporan keuangan. 

Alih profesi

Sebagai relawan kemanusiaan, Firman menerima berbagai konsekuensinya. Ia jarang berkumpul dengan keluarga. Ia bahkan bersedia beralih profesi dari seorang pendidik menjadi wiraswasta.

Semula keputusan itu sempat membuat orangtuanya marah. Pasalnya, Firman - yang merupakan sarjana pendidian - telah mendapatkan pekerjaan tetap di salah satu lembaga pendidikan di Kota Bandar Lampung.

"Saat itu, saya mulai kesulitan menyesuaikan jam mengajar karena harus bolak-balik ke Jakarta mengantar pasien. Saya memutuskan fokus mengurus yayasan," katanya.

Setelah itu, ia meyakinkan orangtua bahwa bisnis budidaya ikan air tawar yang dijalaninya akan berjalan mulus. Meski sempat beberapa kali merugi, kini Firman bisa mengembangkan usaha itu. Dari kerja itulah ia menghidupi istri dan satu anak laki-lakinya.

Firman terus mengetuk hati para donatur agar membantu pasien dan keluarga pasien yang tak mampu. Ia mengingatkan bahwa menebar kebaikan dan membuat orang sakit dan keluarganya kembali tersenym akan mendatangkan kebahagiaan.

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar