Nasi Instan untuk Diabetes dan Obesitas

JAKARTA - KOMPAS - Nasi  yang mengandung kadar glukosa relatif tinggi dapat berdampak buruk bagi penderita diabetes dan obesitas. Namun, dengan proses pratanak dan instanisasi dihasilkan nasi instan dengan indeks glikemik rendah yang aman bagi pasien diabetes.

Sri Widowati, Kepala Bidang Program dan Evaluasi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Kementerian Pertanian, memaparkan inovasi pengembangan teknologi pangan ini dalam orasi pengukuhan sebagai profesor riset di bidang teknologi pasca panen, di Jakarta, Selasa (31/12).

Dalam kesempatan itu, Majelis Pengukuhan Profesor Riset yang diketuai Prof Dr. Lukam Hakim juga mengukuhkan Yusdar Hilman dan Budi Marwoto dari Balitbang Pertanian Kementan.

Batas pratanak dan nasi instan indeks glikemik (IG) rendah dihasilkan dengan mencampurkan ekstrak teh hijau. IG adalah tingkatan efek konsumsi pangan terhadap gula darah. Pangan yang cepat menaikkan kadar gula darah memiliki IG tinggi. Tingkat IG beras ditentukan oleh sifat fisiko kimia jenis padi dan pengolahannya.

Nasi instan yang merupakan produk pangan cepat saji siap dikonsumsi dengan waktu lima menit. Karakteristiknya sama dengan nasi biasa. "Konsumsi nasi pratanak dan nasi instan mampu mengendalikan kerusakan sel beta pankreas," katanya. 

Dipatenkan

Teknologi pratanak dan instanisasi beras untuk menurunkan IG telah dipatenkan dan dilisensi oleh PT Petrokimia Gresik untuk diproduksi secara komersial dengan nama Fitrice, Produk ini telah mendapat persetujuan Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Uji konsumsi selama dua bulan pada pasien diabetes di RS Petrokimia menunjukkan, beras pratanak IG rendah sesuai untuk diet pasien diabetes dan obesitas. 

Selain beras, Sri memaparkan pengembangan teknologi pangan untuk meningkatkan fungsi pangan lokal, seperti sorgum, umbi-umbian seperti ganyong, dan buah berkadar pati tinggi di antaranya sukun.

"Melalui rekayasa proses pengolahan dilakukan modifikasi sumber karbohidrat ini sehingga dihasilkan efek fisiologis yang menyehatkan tubuh," ujarnya.

Proses intanisasi dapat menurunkan IG. Sebagai contoh, nasi dari beras Ciherang yang semula memiliki IG 54 turun menjadi 43. Pemanasan berulang, Sri menjelaskan, mengakibatkan penurunan nilai IG. 

Sementara itu, Yusdar, profesor riset bidang budidaya tanaman, memaparkan upaya peningkatan produktivitas tanaman hortikultura di lahan kering dengan pengelolaan unsur hara secara terpadu, yaitu memadukan penggunaan  pupuk anorganik, pupuk organik, dan pupuk hayati. Penggunaan pupuk terpadu dapat mengatasi penurunan produktivitas pada budidaya sayuran akibat penggunaan pupuk kimia yang terus-menerus.   

Dalam hal ini diperlukan pemberian pupuk organik seperti pupuk kandang dan cacing tanah penghasil kompos. Pada tanaman kubis atau sawit, pemberian pupuk kandang dapat menghemat pupuk kimia hingga 75 persen. Ada pun pemberian pupuk hayati, yaitu inokulasi mikoriza, pada tanaman tumpang sari cabai kubis mengurangi pupuk kimia hingga 25 persen.

Adapun Budi Marwoto, profesor riset bidang hama dan penyakit tanaman, memaparkan inovasi pengendalian nematoda dengan varietas tanaman hortikultura tahan hama. Melalui pemuliaan tanaman dihasilkan lebih dari 30 varietas tahan hama nematoda. Varietas krisan, di antaranya Puspita Nusantara, Puspita Pelangi, dan Dewi Ratih, telah dipatenkan dan diproduk dengan sistem lisensi oleh PT AIBN untuk diekspor. (YUN)     

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar