Depresi
Pertanyaan Lina, Jakarta: Saya dan suami saya sekarang berumur 40 tahun, punya anak dua. Kami telah menikah 20 tahun. Ada masalah yang mengganjal dalam kehidupan saya. Suami saya menderita sakit yang menurut psikiater dinamakan penyakit depresi.
Kami bekerja di perusahaan keluarga, usaha bersama antara suami dan saya. Ketika baru menikah dia sedang giat berusaha melakukan pekerjaan konveksi, dan menjadi subkontraktor dari suatu perusahaan yang melakukan ekspor ke luar negeri.
Suami saya pertama kali sakit 18 tahun yang lalu, ketika saya baru saja melahirkan anak pertama. Ketika itu dia kena tipu oleh kawannya. Kami mengalami kerugian beberapa ratus juta rupiah. Saya tak jelas benar duduk perkaranya karena waktu itu saya tidak pernah terjun, mengurus masalah pabrik. Pada waktu itu suami saya menjadi pendiam, cenderung menyendiri tidak bisa tidur, gampang marah, berdebar-debar, dan masih banyak keluhan lainnya.
Oleh keluarga suami, dia dibawa ke psikiater dan dalam waktu tiga bulan dia seperti sembuh sempurna. Kegiatannya cukup baik, malahan mungkin mujizat, segala utang-utang dan kerugian kami dahulu dalam waktu dua tahun telah dapat dilunasi. Dia makin lama makin asik berbisnis, kurang tidur dan mulai bisnis merambah ke mana-mana malahan dia buat pabrik roti, buat pabrik macam-macam, dan dengan berani dia pinjam uang pada bank.
Akan tetapi ternyata dalam waktu tiga tahun keadaan berbalik. perusahaan kami tambah lama tambah bobrok. Pekerjaan kurang diawasi. Cash-flow mandek, dan akhirnya beberapa aset kami disita bank. Suami saya jatuh sakit lagi, pemarah, ada halusinasi, curiga pada orang lain, merasa paling hebat, tak mau menerima realitas bahwa dia sudah hancur. Untuk mencegah kehancuran yang lebih dalam dia dimasukkan lagi ke rumah sakit khusus mental, kali ini cukup lama sampai enam bulan.
Sebenarnya dia tak pernah sembuh benar, kadang beberapa bulan menderita depresi, murung, menyendiri, tak bisa tidur, tak mau makan, cepat tersinggung, tidak mau menurut, dan tidak mau makan obat. Akhirnya saya mengambil alih kendali perusahaan, dan dengan susah payah perusahaan bisa jalan lagi, berkat karyawan-karyawan yang setia, dan saya fokus pada bisnis saja.
Yang ingin saya tanyakan apakah penyakit depresi itu dan apakah penyakit ini bisa sembuh? Kalau tidak bisa sembuh, apakah saya boleh menceraikan suami saya demi masa depan anak-anak saya daripada mengurus suami yang sering sakit.
Jawaban Yuli Iskandar, Psikiater & Direktur Riset dan Medik RS Dharma Graha: Hidup di dunia ini penuh dengan misteri dan ketidakpastian. Cerita Anda selama 18 tahun menderita hidup dengan suami yang menderita depresi, tentunya suatu tragedi yang tidak menyenangkan.
Depresi adalah penyakit umum yang sering ditemui dalam praktik sehari-hari. Diperkirakan penyakit ini menyerang 3% dari total populasi per tahun, 25% tidak pernah menemui dokter, dan 50% menemui dokter tidak dideteksi sebagai gangguan depresi.
Dilihat dari segi ini, sebenarnya ibu Lina sudah beruntung, dapat menemukan dokter/psikiater yang tepat hingga suami ibu selama dalam perawatannya dia bisa sembuh atau terkontrol.
Biaya keseluruhan dari depresi (misalnya kehilangan jam kerja, masalah dengan famili, dan penyakit lain yang menyertainya) adalah sangat besar, akan tetapi penyakit ini sebenarnya dapat dengan mudah disembuhkan.
Pasien dengan depresi biasanya menunjukkan ada simptom biologi seperti insomnia (tak bisa tidur) atau hipersomnia (kebanyakan tidur), variasi dari emosi dan mood, nafsu makan yang rendah, capek, lemas dan lesu, kurang semangat dan kurang gairah, kehilangan energi, kehilangan libido, kehilangan berat badan, dan masih banyak lainnya.
Selain itu ada gangguan psikologis, seperti emosi dan mood yang merendah, kehilangan interes baik pada pekerjaan atau hobi, memori yang buruk, daya ingat yang kurang baik, bisa terjadi agitas, atau retardasi, merasa bersalah dan berdosa, tidak semangat hidup sampai ingin bunuh diri.
Faktor pencetus di antaranya penyakit fisik (kronis) dan stres, di antaranya berkabung, kehilangan pekerjaan, melahirkan, putus hubungan dengan orang yang dicintai-disayangi, stres di pekerjaan, latar belakang sosial yang buruk dsb.
Obat antidepresan pada saat ini memegang peranan penting dalam mempercepat kesembuhan dan mengurangi penderitaan. Antidepresan selain efektif juga tidak addictive dan pada umumnya tidak hilang efficacy-nya pada pemakaian jangka panjang. Dosis yang adequate diperlukan untuk adanya clinical effect dan pemakaian kontinu untuk waktu yang cukup akan mencegah relapse.
Bersamaan dengan farmakoterapi dapat pula diberikan terapi non-farmakologis, misalnya long term maintenance cognitive therapy dengan antidepresan. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa farmakoterapi plus individual psycho therapy (IPT) atau cognitive behavioural therapy (CBT) lebih superior dari terapi hanya satu macam saja. CBT dengan kombinasi antidepresan merupakan kombinasi yang ideal bagi pasien depresi.
Pada kasus Anda, ketika suami pertama kali sakit dan kemudian sembuh saya mengira Anda lupa atau dokternya lupa memperingatkan bahwa penyakit ini satu waktu bisa menjadi kronis dan perlu kontrol yang teratur. Pasien juga harus dipersiapkan dan dimotivasi sebelum menjadi kronis untuk berkonsultasi dengan dokter.
Untuk sembuh sempurna, kemungkinan kecil, tetapi dapat hidup normal dan terkontrol kemungkinannya besar. Tentunya peranan dokter dan obat, peranan keluarga dan lingkungan akan sangat berperan besar.
Dalam keadaan demikian bila Anda ingin menceraikan suami Anda, secara legal barangkali sah-sah saja, tetapi secara moral Anda meninggalkan suami dalam keadaan tak berdaya tentunya bukan perbuatan yang terpuji.