Prinsip Dasar Dokter Ditegaskan Kembali

JAKARTA, KOMPAS - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Profesor Dr dr Daldiyono Hardjodisastro SpPD, KGEH mengingatkan siapa pun yang ingin menjadi dokter atau mereka yang sudah menjadi dokter tidaklah pantas berorientasi pada kekayaan. Prinsip dasar dokter untuk memberi ruang pada mereka yang miskin harus terus dibawa jika tidak ingin menyimpang dari filosofi dokter itu sendiri. 

"Hal itu ditegaskan Prof Daldiyono dalam simposium mini "Bagaimana Dokter Berpikir di Era Undang-Undang Praktik Kedokteran", di RS Cipto Mangunkusumo, Kamis (15/6). "Harus selalu diingat bahwa dokter pintar karena jasad para gelandangan," tutur Daldiyono yang siang itu meluncurkan bukunya yang berjudul Bagaimana Dokter Berpikir dan Bekerja.

Meskipun masih lebih banyak dokter yang baik, tak dipungkiri banyak pula dokter yang kurang baik. Tak sedikit dokter yang hanya sekadar penulis resep. Selain itu, jumlah pasien yang banyak menjadikan dokter tidak maksimal dalam memeriksa pasien.  

Daldiyono mengakui variasi kualitas dokter di Indonesia cukup tinggi. Hal itu terjadi antara lain karena belum standarnya lulusan di banyak fakultas kedokteran di Indonesia.

Dari sisi etika, hingga kini juga belum ada pengajaran etika kedokteran yang terstruktur dan rapi. "Mahasiswa kedokteran adalah anak-anak muda yang pintar-pintar. Anak pintar-pintar ini kalau salah mengasuh akan sayang sekali," kata Daldiyono. Maka terus usahakan jangan sampai ada perbedaan besar kualitas dan diagnosis dokter di daerah A dengan dokter di daerah B.

Daldiyono mengakui, ada masa di mana dokter Indonesia sangat terlena dengan profesinya yang dihormati dan laris tanpa sadar kualitasnya melemah. 

Hal itu menjadikan pasien-pasien Indonesia banyak yang lari ke luar negeri.

Apalagi terbitnya Undang-Undang Nomor 29/2004 tentang Praktik Kedokteran dan Kedokteran gigi menjadikan pasien lebih leluasa menentukan sikap. Pasien juga bisa menentukan opini lain tentang penyakitnya. Ini justru menjadi pemicu prestasi profesional kedokteran. 

Mantan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran UI, dr Tri Juli Edi Tarigan, mengatakan jumlah pasien yang membeludak yang berakibat pada tidak maksimalnya dokter melakukan pemeriksaan terjadi karena sistem pembayaran jasa dokter yang masih liberal.   

"Sangat sulit bagi dokter membatasi jumlah pasien jika dokter masih menerima langsung pembayaran pasien," kata Tri.  

Semestinya pembayaran dilakukan dalam bentuk asuransi kesehatan oleh pihak ketiga yang dalam hal ini ditangani oleh negara. (WSI)

Etika dokter jadi bahan perbincangan menarik pada simposium mini dan peluncuran buku "Bagaimana Dokter Berpikir dan Bekerja" karya Dokter Daldiyono Hardjodisastro, Kamis di RSCM Jakarta. 

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar