Keberhasilan Penanggulangan AIDS

Pertanyaan P di J:

Saya mempunyai kakak laki-laki yang tertular HIV dan hepatitis C yang terdiagnosis lima tahun lalu. Dia cepat mendapat obat ARV dan keadaannya baik. Sampai sekarang dia cukup menjalani berobat jalan, tidak perlu dirawat. Dia sudah menikah dan istrinya telah melahirkan. Ibu dan bayi dalam keadaan sehat.

Sewaktu akan menikah, kakak  saya amat ragu untuk memberi tahu calon istrinya. Namun, keluarga mendorong agar dia berterus terang. Untunglah calon istrinya dapat mengerti dan hubungan dapat berlanjut. Saya melihat banyak kemajuan yang dicapai dalam upaya penanggulangan AIDS di Indonesia. Salah satunya adalah pengertian masyarakat terhadap penyakit ini mulai


berubah. Sekarang penyakit ini dianggap sebagai penyakit lain yang tergolong penyakit kronik yang dapat dikendalikan. Jika hidup sehat dan rajin minum obat, keadaan pasien akan dapat normal dan produktif.

Selain itu, tampaknya jumlah pengguna narkoba suntikan menurun tajam. Di kampung saya di Jakarta sekitar tahun 2005 banyak remaja yang menggunakan narkoba suntikan, tetapi sekarang sudah jarang. Begitu pula ibu hamil sekarang sudah memeriksakan diri untuk tes hepatitis dan HIV karena menyadari pemeriksaan tersebut penting agar bayinya tak tertular. Keberhasilan yang saya lihat sebagai orang awam adalah obat AIDS yang dapat diakses secara cuma-cuma dan tersebar di seluruh Indonesia. Kakak saya bahkan sekarang mendapat obat ARV dari puskesmas, tak perlu lagi antri di rumah sakit.

Apakah mungkin menerapkan pendekatan yang digunakan untuk menanggulangi AIDS digunakan untuk hepatitis C. Saya mendengar orang yang tertular hepatitis C di negeri kita banyak sekali. Apakah ada program penanggulangan hepatitis C yang menyerupai program penanggulangan AIDS? Mohon penjelasan dokter.

Jawaban DR Samsuridjal Djauzi:   

Kita patut bersyukur upaya penanggulangan AIDS di negeri kita memang menunjukkan hasil menggembirakan. Pengetahuan masyarakat mengenai penyakit ini meningkat meski penyuluhan harus tetap digalakkan. Jika pada tahun 2005 layanan pengobatan HIV hanya ada di 25 rumah sakit, sekarang sudah mencapai sekitar 500 unit layanan, baik di rumah sakit maupun puskesmas.  

Ketika obat ARV program pemerintah diberlakukan tahun 2005,  sekitar 70 persen kasus HIV di RS Cipto Mangunkusumo berasal dari kelompok pengguna narkoba suntikan. Sekarang porsi pengguna narkoba suntikan sudah jauh menurun secara nasional, sudah di bawah 10 persen. Begitu pula sebelum era ARV penularan dari ibu hamil positif ke bayinya dapat mencapai 30 sampai 40 persen, sekarang sudah  jarang menemukan bayi HIV positif. Kekerapannya hanya sekitar 2 persen.  

Angka kematian akibat AIDS juga menurun tajam. Kebijakan  yang diambil pemerintah untuk melaksanakan upaya penanggulangan yang komprehensif telah menunjukkan hasil. Banyak saudara kita yang terhindar dari penularan dan juga banyak mereka yang HIV positif telah mendapat ARV. Seperti diketahui, obat ARV bermanfaat bagi yang memakai obat tersebut, tetapi juga bermanfaat untuk menurunkan risiko penularan. Mereka yang minum obat ARV, jumlah virus HIV-nya berhasil mencapai keadaan tak ditemukan, risiko untuk menularkan kepada orang lain amat kecil.

Tes HIV

Namun, kita menghadapi sejumlah masalah. Perkiraan orang yang telah tertular HIV di negeri kita mencapai sekitar 600.000. Sementara yang sudah terdiagnosa baru sekitar 200.000 orang. Kita semua harus berusaha keras untuk menemukan 400.000 saudara kita agar mereka cepat dapat diobati dengan ARV. 

Tes HIV harus dilakukan. Pemerintah menyediakan tes untuk sekitar 5 juta orang, tetapi masyarakat dapat menjalani tes lebih banyak lagi karena di samping biaya pemerintah, tes HIV juga dapat dilakukan atas biaya masyarakat. Pemerintah menganggarkan obat ARV yang pada tahun ini digunakan secara teratur oleh 60.000 orang, tahun 2016 direncanakan 90.000 orang.

Ke depan kita akan menyaksikan jumlah ODHA yang ditemukan akan semakin banyak. Namun, jika mereka menggunakan obat ARV, kualitas hidup mereka akan baik. Mereka juga tak lagi menjadi sumber penularan sehingga kasus baru HIV akan semakin menurun. Keadaan ini sudah terwujud di beberapa negara, seperti negara-negara di Afrika dan juga Thailand. Semoga kita juga akan cepat menuju ke arah tidak adanya kasus baru HIV ini.

Upaya penanggulangan HIV dilakukan secara bersama. Upaya ini merupakan upaya global. Perlu kerja sama antarnegara, tetapi tetap memperhatikan keragaman budaya setiap negara. WHO mendorong obat ARV murah. Sekarang di dunia ini penggunaan obat ARV generik jauh melebihi obat ARV paten. Keberhasilan upaya penanggulangan HIV adalah berkat partisipasi masyarakat. Penanggulangan HIV bukanlah tugas Kementerian Kesehatan saja, melainkan juga mencakup Kementerian Pendidikan, Agama, Sosial, bahkan Hukum dan HAM. Masyarakat dari berbagai lapisan juga turut serta aktif menanggulangi HIV.

Tak kalah penting adalah kelompok populasi kunci, mereka yang selama ini dianggap berisiko tinggi telah menjadi ujung tonggak dalam upaya pencegahan penularan HIV. Kita juga bergembira karena tokoh agama dan tokoh masyarakat lain berpartisipasi aktif. Saya tahu bahwa beberapa lembaga swadaya masyarakat bekerja sama dengan Nahdlatul Ulama dalam mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi serta menjamin kelangsungan obat ARV. 

Penurunan penggunaan narkoba suntikan memang amat nyata. Di samping pendekatan kesehatan dan sosial lainnya, penegakan hukum juga meningkatkan keberhasilan pencegahan penularan, meski kita masih harus hati-hati karena terjadi perubahan penggunaan narkoba dari suntikan ke penggunaan narkoba oral. Upaya penanggulangan narkoba harus tetap ditingkatkan agar generasi muda kita dapat terhindar dari penggunaan narkoba.

Pendekatan ini dapat digunakan untuk upaya penanggulangan hepatitis, terutama hepatitis C. Obat hepatitis C dapat menyembuhkan dan penggunaannya sekitar 3 sampai 6 bulan. Jadi jauh lebih singkat dari ARV karena ARV sampai saat ini masih harus dipakai tak boleh dihentikan. Tantangan yang harus dihadapi dalam upaya penanggulangan hepatitis C adalah jumlah orang yang tertular jauh lebih banyak, sekitar 1 persen populasi, jadi sekitar 2,3 juta orang. Biaya obat jauh lebih mahal. Namun, dengan adanya obat generik golongan DAA, biaya menjadi semakin terjangkau.

Tahun 2015 pemerintah menyediakan sekitar Rp 200 miliar untuk terapi HIV. Jika anggaran sebesar ini disediakan untuk obat hepatitis C yang baru, yaitu untuk obat hepatitis C generik yang baru (berdasar sofosbuvir), maka sekitar 10.000 orang akan dapat diobati. Dewasa ini obat tersebut masih harus dibeli oleh mereka yang membutuhkan. Kita amat berharap, pada tahun 2016 nanti biaya pengobatan hepatitis C akan mendapat dukungan pemerintah.   

   

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar