Krek di Leher yang Mengundang Bahaya
KASUS meninggalnya Allya Siska Nadya yang diduga disebabkan penanganan keliru di Klinik Chiropractic First masih ditangani lebih lanjut. Ibunda Allya, Arnisda Helmy, mengisahkan saat diterapi di klinik itu, leher Allya sempat diputar hingga berbunyi 'krek'.
Benarkah gerakan 'krek' di leher itu berbahaya? Dokter spesialis bedah saraf TNI-AU Wawan Mulyawan menjelaskan gerakan leher yang berlebihan misalnya yang sampai menimbulkan bunyi 'krek', memang berpotensi menimbulkan kefatalan, bahkan kematian. "Sebab, gerakan itu dapat membuat tulang leher patah, retak, atau mengalami dislokasi," terangnya melalui surat elektronik yang diterima pekan lalu.
Ia menerangkan, ada tujuh ruas tulang leher yang dihubungkan sendi-sendi. Jika tulang dan sendi itu melejit, hubungan persendian di leher menjadi tidak stabil. Sumsum tulang belakang yang ada di dalam struktur tulang leher akan cedera karenanya.
"Padahal, sumsum tulang belakang merupakan kumpulan semua saraf pusat dari otak ke organ tubuh di bawah leher. Kalau saraf-saraf itu cedera, akibatnya tentu fatal, bahkan bisa sampai menimbulkan kematian."
Terlebih jika tulang leher sampai patah, tentu instabilitas yang terjadi lebih parah lagi. Jika patahan tulang itu menggores pembuluh darah arteri vertebralis yang ada di leher, akibatnya lebih parah lagi.
Wawan mencontohkan kasus saat bintang Superman, Christopher Reeve, mengalami patah tulang leher akibat jatuh saat berkuda, dia mengalami henti napas sehingga harus menggunakan mesin bantu napas portable seumur hidupnya. "Dan akhirnya, dengan teknologi perawatan canggih pun, sang Superman meninggal juga."
Wawan yang memiliki kompetensi tambahan di bidang tulang belakang itu mengingatkan, bunyi 'krek' menunjukkan telah terjadi manipulasi pergerakan sendi secara berlebihan.
"Memang ada orang-orang yang sering di 'krek' oleh tukang cukur, tukang pijat, atau terapis lain dan mereka baik-baik saja. Tapi sebetulnya, dengan makin seringnya leher mereka di-'krek', sendi leher mereka bisa makin lemah dan dapat menyebabkan instabilitas tulang leher di kemudian hari. Akibatnya bisa menyebabkan nyeri leher kronis yang sering timbul ketika usia makin menua."
Pada kasus yang menimpa Allya, lanjut Wawan, tampaknya pergerakan sendi-sendi leher yang berlebihan oleh sang terapis diikuti dengan dislokasi tulang dan sendi leher, atau bahkan mungkin terjadi retakan tulang belakang leher.
"Jadi, sangat disarankan untuk tidak lagi menggerakkan leher secara berlebihan. Jika Anda bermasalah dengan nyeri leher, nyeri punggung, atau nyeri pinggang, datanglah ke ahli yang profesional seperti spesialis saraf, bedah saraf, ortopedi, kedokteran fisik, dan rehabilitasi. Bahkan, tidak ada salahnya juga jika datang ke dokter umum atau fisioterapis, bukan ke yang lain," pungkasnya. (*/H-3)
BERISIKO FATAL: Menggerakkan leher secara berlebihan baik oleh diri sendri maupun orang lain berpotensi menyebabkan dislokasi tulang leher yang bisa menyebabkan kerusakan saraf, bahkan menimbulkan kematian.
