Hati-hati Gunakan Obat Asam Lambung

Obat penekan sekresi asam lambung bisa meningkatkan risiko diabetes. Obat itu juga bisa membantu mengontrol kadar gula darah penderita diabetes.

Penggunaan rutin penghambat pompa proton atau PPI bisa meningkatkan risiko diabetes tipe 2. Obat itu biasanya untuk mengurangi tukak lambung, refluks gatroesofageal atau GERD, yakni naiknya asam lambung ke kerongkongan; dan gangguan pencernaan.

Mereka yang harus menggunakan PPI selama dua tahun atau lebih disarankan memeriksakan kadar gula darah secara teratur untuk mengantisipasi kemungkinan diabetes.

Para peneliti menganalisis informasi 204.689 peserta (176.050 perempan dan 28.639 laki-laki) berusia 25-27 tahun yang berpartisipasi dalam Studi Kesehatan Perawat (Nurses' Health  Study/NHS) Amerika Serikat, yang dimulai tahun 1976, NHS II (dimulai 1989), dan Health Professionals Follow-up Study (HPFS) sejak 1986. Penelitian Jinqiu Yuan dan kolega dari Universitas Sun Yat-Sen di Shenzhen, China, tersebut dipublikasikan secara daring di jurnal Gut, September 2020.

Selama periode penelitian, rata-rata 9-12 tahun pada ketiga kelompok, 10.105 peserta didiagnosis diabetes tipe 2. Setelah memperhitungkan faktor-faktor yang berpotensi berpengaruh, termasuk tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, kurangnya aktivitas fisik, dan penggunaan obat lain, didapatkan, mereka yang teratur (dua kali atau lebih dalam seminggu) menggunakan PPI 24 persen lebih mungkin menderita diabetes tipe 2 ketimbang yang tidak minum PPI.

Sebagai perbandingan, para peneliti melihat dampak potensial dari antagonis histamin2 (H2 blocker), jenis obat lain untuk menekan produksi asam lambung. Penggunaan obat ini secara teratur dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes sebesar 14 persen. Semakin lama penggunaan, risikonya makin tinggi. 

Karena penelitian observasional, penyebab pasti belum bisa ditentukan. Namun, menurut para peneliti, seperti dikutip Science Daily, 28 September 2020, banyak bukti menjelaskan kaitan perubahan jenis dan volume bakteri dan mikrobioma di usus akibat penggunaan PPI dengan peningkatan risiko diabetes.

Sebaliknya, meta-analisis yang dilakukan Carol Chiung-Hui Peng dan kolega dari Rumah Sakit Universitas Maryland, Baltimore, AS yang bekerja sama dengan peneliti dari Rumah Sakit Hualien Tzu Chi, Taiwan, menunjukkan, pemberian PPI meningkatkan kontrol glukosa (gula darah). Penderita diabetes tetapi tidak mengurangi risikso diabetes pada populasi umum. Penelitian dimuat di The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 30 Juni 2021.   

Analisis dilakukan pada tujuh penelitian (342 peserta) untuk kontrol glikemik dan lima penelitian (244.439 peserta) untuk risiko insiden diabetes. Para peneliti menemukan, antasida dapat menurunkan kadar HbA1c (jumlah hemoglobin A1c yang berikatan dengan gula darah selama tiga bulan terakhir) sebesar 0,36 persen pada penderita diabetes dan menurunkan gula darah puasa 10 mg/dl. Bagi yang tidak menderita diabetes, antasida tidak mengurangi risiko terkena diabetes.

Sebetulnya, laporan Pawan Kumar Singh dari Sekolah Pascasarjana Institut Pendidikan Kedokteran dan Penelitian di Chandigarh, India, dan kolega, di The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism, 13 September 2012, juga menyatakan, PPI mampu memperbaiki keseimbangan glukosa-insulin seiring perbaikan kontrol glikemik pada pasien diabetes tipe 2.

Singh dan kolega mengukur HbA1c, glukosa plasma puasa, insulin, dan gastrin pada awal dan setelah 12 minggu, pasien yang diberi PPI mengalami penurunan kadar HbA1c sebesar 0,8 persen. Hal itu tak ditemukan pada pasien yang mendapat plasebo.

Kadar glukosa plasma puasa juga turun dibandingkan dengan kondisi awal dan pada penerima plasebo. Didapatkan PPI meningkatkan fungsi sel beta pankreas dan kadar gastrin plasma.

Bukan penyebab tunggal

Penyebab diabetes tidak tunggal, tetapi multipatalogi, demikian Sidartawan Soegondo, Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran (FKUI), Konsultan Endokrin, Metabolik dan Diabetes, Jumat (6/8). Penanganan diabetes perlu multidisiplin.

Asosiasi Diabetes Amerika (ADA) memetakan ada 11 kondisi yang bisa memicu diabetes. Itu, antara lain, disfungsi sel beta pankreas (penghasil hormon insulin), kerusakan sel alfa (penghasil hormon glukagon), serta gangguan sekresi hormon di saluran cerna, otak, gangguan pada otot, hati, jaringan adiposa, dan ginjal.

"Pengobatan diabetes tidak hanya menurunkan dan mengontrol kadar gula darah. Pengobatan bertujuan mencegah komplikasi. Yang mulai mendapat perhatian adalah pengobatan dislipidemia, yakni mengontrol kadar trigliserida dan kolesterol," kata Sidartawan. 

Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Konsultan Gastroenterologi Hepatologi, Ari Fahrial Syam menyampaikan, penyebab diabetes multifaktor.

Jinqiu Yuan dan kolega menganalisis faktor risiko PPI bisa menyebabkan gangguan keseimbangan bakteri usus. Bakteri baik berkurang sehingga memengaruhi metabolisme tubuh dan berisiko memicu diabetes.

Di sisi lain, PPI bisa memperbaiki kadar gula darah karena menekan produksi asam lambung sehingga meningkatkan kadar gastrin yang merangsang sel pankreas untuk memproduksi insulin.  

Menurut Ari, PPI hanya boleh dipakai rutin selama tiga bulan. Jika asam lambung belum terkontrol, dokter akan mengganti jenis obat penghambat sekresi asam lambung. Juga mengecek kemungkinan penyebab lain.

"Salah satu dampak pandemi, masyarakat takut datang ke rumah sakit. Akibatnya, mereka cenderung mengobati diri sendiri," kata Ari. Dari hasil pemeriksaan biopsi, beberapa kali ia menemukan kasus polip kelenjar fundus, suatu lesi jinak di lambung, akibat penggunaan PPI terus-menerus tanpa konsultasi dokter.

Gangguan keseimbangan mikrobioma usus akibat konsumsi PPI bisa dicegah dengan konsumsi probiotik, yakni bakteri bermanfaat bagi kesehatan, serta prebiotik, asupan makanan berserat penunjang pertumbuhan bakteri baik.   

Jadi, jangan khawatir minum obat yang diperlukan, asal sesuai petunjuk dokter.

Atika W. Moedjiono

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar