Warga Belum Sikat Gigi dengan Benar

JAKARTA, KOMPAS - Sebagian besar masyarakat belum menyikat gigi dengan benar. Padahal, menyikat gigi yang benar dan dilakukan setidaknya dua kali sehari pada waktu sebelum tidur dan sesudah sarapan bisa mencegah berbagai masalah gigi dan mulut. 

Riset Kesehatan Dasar pada 2018 mencatat, hanya 2,8 persen penduduk di Indonesia yang menyikat gigi minimal dua kali, sesudah makan pagi dan sebelum tidur. Saat menyikat gigi, pastikan bagian lidah pun disikat. Rendahnya kesadaran menyikat gigi yang benar ini turut berpengaruh pada tingginya masalah gigi dan mulut yang mencapai 57,6 persen. Dari jumlah itu, hanya 10,2 persen yang melakukan perawatan melalui tenaga medis.

Ketua pengurus Besar Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia Sri Hananto di Jakarta, Rabu (15/9/2021), mengatakan, perubahan perilaku dan kebiasaan masyarakat selama masa pandemi Covid-19 dikhawatirkan kian memperburuk perilaku menyikat gigi. Masyarakat cenderung jarang menyikat gigi ketika di rumah. 

"Adanya WFH (bekerja dari rumah) ataupun SFH (belajar dari rumah) semakin membuat masyarakat malas menyikat gigi. Tapi, kebiasaan ngemil dan makan justru semakin meningkat. Karena itu, pandemi ini dikhawatirkan bisa meningkatkan prevalensi karies (gigi berlubang) di masyarakat," tuturnya. 

Kementerian Kesehatan mencatat, karies adalah masalah gigi utama yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Prevalensi karies pun terus meningkat. Pada 2007, prevalensi masyarakat dengan karies gigi 43,4 persen. Jumlah ini naik menjadi 54,2 persen pada 2013 dan 88,8 persen pada 2018.

Staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga, Tania Saskianti, menambahkan, masalah karies bisa dicegah dan diatasi dengan penggunaan fluorida. Sebab itu, masyarakat sebaiknya  memiliki pasta gigi yang mengandung fluor atau fluorida.

Menyikat gigi pun disarankan dilakukan selama 2 menit untuk memastikan kandungan fluor merekat secara merata ke seluruh permukaan gigi. Jumlah pasta gigi yang digunakan juga perlu diperhatikan. Anak usia 2-6 tahun cukup memakai pasta gigi selapis tipis atau sebesar biji beras. Sementara anak usia lebih dari 6 tahun cukup sebesar biji kacang.

Pembatasan pasta gigi yang digunakan itu bertujuan untuk mencegah tertelan oleh anak. Kandungan fluorida dapat berdampak buruk apabila sampai tertelan. Karena itu, pengawasan dari orangtua amat dibutuhkan ketika anak sedang menyikat gigi. "Pemberian fluorida bisa dilakukan secara sistemik yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan serta topikal yang hanya melekat pada gigi. Untuk pemberian sistemik maupun topikal itu utamanya diberikan oleh dokter gigi. Namun untuk maintenance, bisa dilakukan di rumah," kata Tania.

Fluor atau fluorida bermanfaat, antara lain, untuk mencegah berkurangnya kandungan mineral gigi, meningkatkan remineralisasi gigi, mengurangi kelarutan lapisan terluar gigi karena asam, serta mengurangi aktivitas bakteri pada plak.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menuturkan, sosialisasi dan edukasi pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut akan terus ditingkatkan. Begitu juga dengan layanan kesehatan gigi dan mulut, sebab kini masih ada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tidak memiliki dokter gigi. (TAN)    

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar