Pelari Penebar Senyum
Kesulitan pernah begitu melekat dalam hidup Odekta Elvina Naibaho (30). Namun hidup seakan tidak pernah membuatnya bersedih. Dengan olahraga lari, perlahan ia menemukan jalan keluar dari kesulitan. Kini setiap berlomba, ia menebar senyum kepada setiap orang.
Mendung hitam menggantung di atas langit Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Sabtu (27/11/2021), pagi. Suasana muram dan dingin. Dari kejauhan, Odekta berlari kencang meninggalkan rekan-rekannya sesama pelari elite putri di Borobudur Marathon Powered by Bank Jateng. Cuaca mendung tidak mematahkan semangat Odekta. Ia tetap berlari sembari menyunggingkan senyum kepada penonton di tepi jalan.
Begitu posisinya menjauh dari titik berkumpulnya penonton, Odekta memelankan lajunya. Ia merasakan sedikit kram di kaki. Meski begitu, ia memcoba melawan rasa sakitnya sambil terus berlari kecil. Saat kembali melintasi lokasi yang terdapat penonton, Odekta melambaikan tangan dan tersenyum seperti tak sedang menahan sakit di kaki.
Akhirnya, garis finish dari puteran terakhir tampak juga di mata Odekta. Ia konsisten memimpin di urutan paling depan sejak awal lomba dari 15 pelari elite putri lainnya. Gadis berkulit sawo matang itu pun finish tercepat dengan catatan waktu 3 jam 2 menit 48 detik dari 12 putaran lomba yang dilahapnya. Capaian itu membuat senyumnya semakin melebar.
"Dengan tersenyum sepanjang mengikuti lomba maraton, saya ingin perlihatkan kepada orang-orang bahwa olahraga lari itu tidak semenakutkan yang mereka bayangkan. Di sisi lain, saya ingin berbagi kebahagiaan dengan mengajak orang berlari untuk menjaga kesehatan tubuh," katanya.
Pelari yang mewakili DKI Jakarta, di Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua 2021 itu menyadari betul betapa pentingnya berolahraga untuk menjaga kesehatan. Perkenalannya dengan dunia lari berawal dari berat badannya yang berlebih saat duduk di bangku kuliah.
Perekonomian keluarga yang sulit membuat Odekta memutuskan meninggalkan kampung halamannya di Soban, Sumatera Utara pada 2011. Ia kuliah di jenjang S-1 Jurusan Pendidikan Matematika Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Kusumanegara, Jakarta.
Anak ketiga dari enam bersaudara itu ingin mengangkat derajat keluarganya dengan merantau ke Jakarta. Demi memenuhi biaya hidup sehari-hari dan membayar biaya kuliah. Odekta berjualan es kelapa muda. Sesekali ia ikut temannya mengamen di bus kota.
Memiliki berat badan berlebih dan tidak ideal membuatnya tidak percaya diri saat kuliah. Selain itu, ia merasa mudah lelah saat mengerjakan suatu hal. Oleh sebab itu, Odekta memutuskan memulai berolahraga. Kebetulan saudaranya yang merupakan penekun olahraga tinju mengajaknya berlari di sekitar Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.
Ketika berlari, Odekta terus-menerus tersusul oleh pelari lain yang merupakan ibu-ibu rumah tangga. Pada momen seperti itu, rasa jengahnya muncul. "Masa anak dari kampung tidak kuat berlari. Padahal sering ke ladang dan bepergian jauh dengan berjalan kaki," ujarnya.
Semenjak itu, Odekta aktif mencari klub lari. Ia mulai memantapkan niat untuk serius menggeluti olahraga lari. Berkat bantuan saudaranya, ia diperkenalkan dengan asisten pelatih dari klub Indonesia Muda Atletik, Suprianus. Odekta kemudian rutin berlatih di klub itu.
Kompetisi pertama yang ia ikuti adalah lari jarak 10.000 meter. Ia menempati peringkat kesembilan. Berkat Indonesia Muda Atletik, Odekta mulai rutin mengikuti ajang lari dan meraih podium. Berbagai prestasi itu lalu membawanya ke level lebih tinggi. Ia kemudian masuk pemusatan latihan daerah (pelatda) atletik DKI Jakarta untuk PON 2016 di Bandung, Jawa Barat. Kariernya terus menanjak hingga ia masuk pemusatan latihan nasional (pelatnas).
Napas kedua
Berhasil menembus pelatnas Odekta berkesempatan mewakili Indonesia di ajang internasional SEA Games 2019 di Filipina. Ketika tampil di final nomor maraton putri, ia mendapat musibah mengalami heat stroke di 600 meter terakhir jelang garis finih. Emas untuk Indonesia yang sudah di depan mata sirna begitu saja. Ia terkapar dan merasa hampir meninggal.
"Saya hampir mau bilang selamat tinggal untuk keluarga dan Tim Indonesia. Berkat bantuan tim medis, akhirnya saya bisa pulih".
Ia menyebut keajaiban itu sebagai napas kedua yang diberikan Tuhan kepadanya. Setelah kejadian itu, orientasi Odekta berubah setiap kali mengikuti lomba. Jika sebelumnya ia berlomba untuk dirinya sendiri dan keluarga, kini ia berlomba dengan sebuah misi, yakni menebar kebahagiaan.
Caranya antara lain dengan melempar senyum kepada siapa saja saat loma lari. Semua itu ia lakukan sebagai rasa terima kasih kepada Tuhan. "Saya akhirnya mengubah pola pikir, di mana segala pencapaian saya persembahkan untuk Tuhan. Saya terapkan itu dan kemudian dapat tiga medali emas di PON," katanya.
Olahraga lari kini telah jalan hidup Odekta. Bagi dia, setiap langkahnya dalam lomba justru memperpanjang napas. Lari telah membantunya mengangkat derajat keluarga. Lari pula yang membuatnya dikenal banyak orang. "Jadi sampai nanti tua saya bercita-cita tetap berlari," ujar Odekta.
Ia selalu membawa sepatu larinya ke mana saja ia pergi. Meskipun ia sedang berlibur setelah mengikuti kejuaraan. Ia selalu berusaha menyempatkan berlari walau hanya 20-30 menit.
Kini, perhatian Odekta tertuju pada SEA Games 2022, yang akan digelar di Vietnam.
I Gusti Agung Bagus Angga Putra/Nino Citra Anugrahanto
