Patuh Minum Obat Cegah Komplikasi

TEKANAN DARAH TINGGI YANG TIDAK TERKONTROL MENGAKIBATKAN BERBAGAI KOMPLIKASI.

AKIBAT Penyakit hipertensi (tekanan darah tinggi) yang diderita beberapa tahun terakhir. Herman, 35, kini mengalami gagal ginjal. Menurut karyawan di sebuah rumah sakit swasta di kawasan Depok itu, gagal ginjal yang dialaminya akibat ketidakteraturan minum obat hipertensi.

"Saya tidak menyadari hipertensi itu merupakan penyakit yang mengharuskan saya mengonsumsi obat seumur hidup," ujarnya kepada Media Indonesia, pekan lalu. 

Ia mengira hipertensi bisa diatasi cukup dengan berolahraga. Terlebih lagi ia sudah bosan minum obat terus menerus, "Saya malas minum obat karena efek sampingnya sering batuk. Ini sangat mengganggu aktivitas saya," tambah Herman yang kini mengonsumsi obat generik hipertensi.

Lama-kelamaan hipertensi Herman pun tidak terkontrol dan akhirnya merusak ginjalnya. 

Beda dengan Herman Sumarni, 50, penderita hipertensi sejak berusia 40 sangat tertib minum obat. "Sebetulnya saya bosan mengonsumsi obat setiap hari. Namun, dokter menekankan bahwa kepatuhan minum obat sangat diperlukan untuk kesembuhan hipertensi dan mencegah terjadinya komplikasi penyakit lainnya," jelas Sumarni. 

Tidak patuh

Menurut spesialis penyakit dalam dr Suhardjono SpPD-KGH KGer, dari Divisi Nefrologi-Hipertensi RSUPN Cipto Mangunkusumo, hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskular. Hipertensi mengakibatkan peningkatan risko terhadap serangan penyakit kardiovaskular sebanyak tiga kali hingga empat kali pada pria dan perempuan.

"Secara global prevalensi hipertensi di seluruh dunia tinggi, namun tingkat kontrol tekanan darah secara umum masih rendah." ujar Suhardjono pada seminar Kepatuhan Minum Obat Selamatkan Hidup Anda (Compliance Will Save Your Life) beberapa waktu lalu di Jakarta.

Dalam seminar yang diselenggarakan PT Boehringer Ingelheim itu, Suhardjono menjelaskan minimnya kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi obat-obatan secara teratur sesuai dengan jadwal menyebabkan hipertensi yang tadinya dapat ditekan meningkat lagi."

Biasanya para penderita hipertensi berhenti minum obat karena merasa sudah lebih baik. Namun, hal ini justru dapat memperparah dan memengaruhi kerja organ lain," tambahnya.   

Selain dengan kepatuhan meminum obat, penanganan hipertensi bisa dimodifikasi melalui gaya hidup. Misalnya, dengan penurunan berat badan, pembatasan asupan garam, diet kolesterol dan lemak jenuh, berolahraga, tidak mengonsumsi alkohol, pembatasan mengonsumsi kopi, tidak merokok, dan bahkan penggunaan teknik relaksasi untuk mengatasi stres juga bisa dilakukan. 

"Tujuan penanganan hipertensi ini adalah untuk mencegah morbiditas (keluhan sakit) dan mortalitas (kematian) yang berkaitan dengan tingginya tekanan darah," ujar Suhardjono.

Pada tahap awal lanjutnya, konsumsi obat antihipertensi diawali dengan  dosis rendah. Jika tekanan darah tidak mengalami perubahan, dosis obat dapat ditambah, tetapi secara bertahap. Ketika tekanan darah kurang dari 140/90 mmHG selama satu tahun, sebaiknya dosis kembali diturunkan. 

"Ada baiknya pasien mengonsultasikan obat mana yang baik dan cocok agar hipertensinya lebih terkontrol," imbuh Suhardjono.

Obat-obatan antihipertensi yang biasa dikonsumsi, katanya lagi, antara lain jenis thiazide. beta blocker, ACE inhibitor, calcium channel blocker, dan alpa-blocker.

Untuk beberapa kasus, terangnya, mengonsumsi satu dari jenis obat tersebut biasanya sudah dapat mengontrol tekanan darah. Namun selebihnya, pasien hipertensi memerlukan obat yang dikombinasikan untuk mengontrol hipertensi. Untuk obat generik seperti diuretik, captopril, dan HCT, lebih murah dan banyak digunakan.

"Untuk biaya pengobatan dengan obat-obatan yang paten, harganya bisa mencapai 300 ribu sebulan. Untuk obat generik, sekitar Rp 20 ribu-Rp 30 ribu sebulan. Karena obat-obatan paten harganya bisa sepuluh kali lipat lebih mahal," tambah Suhardjono.

Kebanyakan pasien hipertensi tidak merasakan gejala yang berarti sebab ketika terjadi kenaikan tekanan darah, terkadang pasien cuma merasakan gejala seperti sakit kepala, mengantuk, keletihan, sulit tidur, gemetar, mimisan, atau penglihatan yang kabur. Untuk memeriksa tekanan darah, pasien harus mengukur dengan alat tensi darah. Itulah sebabnya tambahnya sebagian besar para penderita hipertensi datang dalam kondisi stadium lanjut. (*/S-1) 

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar