Sisha dan Rokok Elektronik Bakal Dilarang
Sisha dan rokok elektronik bakal dilarang beredar di Indonesia. Sebab sisha dan rokok elektronik memiliki dampak negatif yang sama dengan rokok tembakau.
"Kami tengah mengajukan permohonan kepada Kementerian Perdagangan RI untuk melarang peredaran sisha dan rokok elektronik, karena bahayanya sama dengan rokok tembakau," kata Untung Suseno Sutarjo M. Kes dalam diskusi bertema "Asapmu Membunuh Orang di Sekitarmu", beberapa waktu yang lalu.
Untung menjelaskan, kandungan zat kimia di dalam sisha dan rokok elektronik dapat memicu osteoporosida, penyakit jantung, tukak lambung, disklori jari-jari, kanker uterus, kerusakan sperma, psoriasis (berkembangnya psoriasis/inflamasi noncotageous pada kulit yang menyisakan bercak-bercak merah berair dan gatal 2-3 kali lebih besar terjadi pada perokok) dan penyakit beurger (inflamasi pada arteri vena dan saraf utama kaki yang mengakibatkan terhambatnya aliran darah dan bila dibiarkan akan mengarah pada ke gangren atau matinya jaringan tubuh.
Sedangkan menurut WHO dapat memicu rambut rontok, katarak, kulit keriput, hilangnya pendengaran, kanker kulit, karies, dan emphysema (pelebaran dan rusaknya kantung udara paru-paru yang menurunkan kapasitas paru-paru untuk menghisap oksigen dan melepaskan CO2).
"Perokok di Indonesia telah mencapai 53,7 juta orang. karena itu ayo kita kampanyekan masyarakat atas bahayanya asap rokok," tuturnya.
Sementara itu, Chief Executive World Lung Foundation, Peter Baldini menjelaskan, berdasarkan Riskesda. 2010 tercatat 95 juta orang Indonesia terpapar asap rokok. Lebih dari 40,3 juta anak (0-14 tahun) Indonesia menjadi perokok pasif.
Menurut buku The Tobacco Atlas yang diterbitkan American Cancer Society dan World Lung Foundation, paparan asap rokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru-paru sebesar 30 persen, dan sebesar 25 persen penyakit jantung koroner.
Sedangkan penelitian Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2008-2013 menunjukkan lebih dari 85 persen orang dewasa Indonesia terkena paparan asap rokok di rumah, lebih dari 78 persen di tempat makan dan 50 persen di tempat kerja.
Kami sangat apresiasi kerja keras Pemerintah Indonesia dalam kampanya bahaya asap rokok di media massa nasional sejak 2014. Penerapan kawasan tanpa rokok di tempat umum dan kerja mengurangi dua sampai enam persen prevalensi merokok," katanya. (dod)