Fakta Ilmiah tentang Cinta pada Pandangan Pertama
Jangan terburu-buru menghakimi seseorang hanya dari kesan pertama. Ternyata, persepsi kita (dan benih-benih cinta) terhadap seseorang bisa berubah seiring waktu berjalan. Setidaknya, itulah temuan studi yang didapati ilmuwan Helen Fisher dari Kinsey Institute.
Setelah puluhan tahun meneliti konsep "jodoh", para ilmuwan akhirnya mendapatkan penjelasan ilmiah di balik tidak logisnya keputusan seseorang terkait asmara, seperti yang biasa kita lihat di film-film Hollywood.
Sebagai contoh, mari kita lihat film Knocked Up yang sukses meraup penghasilan sebesar 200 juta dolar AS. Di film ini, karakter yang diperankan aktor Seth Rogen digambarkan sebagai pria gendut, kumal, dan pengangguran. Meski jauh dari sosok pria idaman, seorang jurnalis TV yang sukses dan cantik, yang diperankan oleh Katherine Heigl, memilihnya sebagai pasangan.
Di luar industri film, ratusan novel roman jatuh ke dalam kategori serupa. Perintis dari tema populer ini adalah Pride & Prejudice karya Jane Austen. Di novel tersebut, Mr. Darcy yang tinggi, tampan, dan berdarah biru awalnya memandang rendah penampilan Elizabeth Bennet. Menurut Darcy, Bennet "tidak cukup cantik" dan memiliki status sosial yang "sangat rendah."
Tanggapan awal Mr. Darcy sejalan dengan teori psikologi evolusi, bahwa manusia cenderung mencari pasangan dengan gen terbaik. Wajah yang apik dan simetris adalah salah satu penanda kondisi kesehatan dan gen yang prima. Di sisi lain, status dan kekayaan masuk pertimbangan secara naluriah karena menjadi penjamin anak-anak bertahan hidup sampai dewasa.
Masuk akal jika seseorang dengan nilai tawar genetik tinggi mencari pasangan yang sepadan, dan pada kenyataannya memang itu bisa dilakukan.
Para peneliti yang mengobservasi perilaku manusia di situs kencan online dan berbagai eksperimen kencan buta menyimpulkan, seseorang biasanya berjodoh dengan pasangan yang punya kualitas serupa dengan dirinya.
Pola serupa muncul di pernikahan mereka yang berpenampilan fisik menarik, terdidik, dan berpenghasilan tinggi cenderung mencari pasangan hidup yang sepadan. Pakar ekonomi menyebut fenomena ini sebagai penyebab kesenjangan penghasilan.
Tetapi benarkah kita selalu berlaku demikian saat mencari pasangan? Untuk menginvestigasi lebih jauh, tim psikolog di University of Texas meminta para mahasiswa menilai rekan sekelas yang berlawnan jenis berdasarkan ketertarikan mereka.
Di awal semester, mayoritas mahasiswa sepakat akan siapa sosok yang paling didambakan di kelas. Tetapi ketika percobaan serupa diulang sekitar tiga bulan kemudian, setelah mereka saling berinteraksi di dalam kelas, penilaian para murid menjadi semakin bervariasi.
"Persepsi mereka berubah seiring waktu dan interaksi yang dilakukan bersama," ujar Lucy Hunt, mahasiswa pascasarjana yang mempublikasikan penelitian ini bersama Paul Eastwick, asisten profesor bidang ilmu perkembangan manusia dan keluarga.
"Kadang Anda menyaksikan pasangan unik seperti di film-film, di mana seseorang akhirnya jatuh cinta seiring berjalannya waktu," ujar Hunt. "Hal sebaliknya juga bisa terjadi. Seseorang yang awalnya ditaksir, makin lama malah makin tidak menarik."
Menurut Eastwick, perubahan perilaku ini membuka kesempatan yang sama bagi siapa saja untuk mengadu peruntungan di dunia perjodohan.
Tidak ada satu sosok ideal tertentu yang diperebutkan sejuta umat, karena setiap orang bisa punya preferensi tersendiri. "Di saat konsensus umum mengenai sosok yang didamba menurun, kompetensi juga ikut turun. Sebabnya? Orang yang saya taksir bisa jadi bukan selera Anda," tutur Eastwick.
Untuk menguji fenomena ini, para penelti dari Texas bergabung dengan Eli Finkel, profesor psikologi di Northwestern University. Bersama, mereka meneliti sejumlah pasangan dan hasilnya telah dipublikasikan di Psychological Science.
Sejumlah pasangan dalam penelitian ini telah menikah hingga 50 tahun lamanya. Lalu, ada juga yang baru berkencan beberapa bulan. Ada yang mengawali kisah cintanya dari persahabatan, dan ada yang jatuh cinta pada pandangan pertama.
Dari rekaman video wawancara mereka, para narasumber dinilai tampilan fisiknya oleh sekelompok juri baru yang telah diminta mengamati setiap orang secara terpisah. Saat hasil penilaian ini dibandingkan, ada pola yang jelas akan durasi lamanya persahabatan sebelum mereka mulai berkencan.
Jika pasangan mulai berkencan dalam waktu satu bulan setelah berkenalan, mereka cenderung memiliki kualitas fisik yang setara. Tetapi jika mereka merupakan teman lama, biasanya salah satu memiliki tampilan fisik yang lebih menarik dari pasangannya.
Perubahan perasaan hati, dari persahabatan menjadi cinta, ternyata cukup sering terjadi, menurut antropolog Helen Fisher dari Kinsey Institute yang berpengalaman bekerja dengan Match.com dalam menyurvei para lajang di Amerika.
Dalam survei yang ia adakan pada 2012, para subjek penelitiannya diminta menjawab: "Pernahkah Anda jatuh cinta tetapi tidak pada pandangan pertama?"
Ternyata, jumlahnya sangat banyak. Dalam survey tersebut, 33 persen pria dan 43 persen wanita mengaku pernah jatuh cinta pada sosok yang awalnya tidak mereka anggap menarik. Fisher menjuluki proses ini "slow love," Dari pengamatannya seiring mundurnya usia nikah masyarakat, fenomena ini makin umum terjadi.
33 persen pria dan 43 persen wanita pernah jatuh cinta pada sosok yang awalnya tidak mereka anggap menarik.
"Banyak orang menuduh situs kencan online seperti ini telah merendahkan makna jodoh pada mereka yang tampanya menarik - seperti membolak balik akun Tinder," tuturnya dalam sebuah wawancara. "Tetapi hal ini hanyalah awal dari proses panjang. Sekali Anda bertemu dengan orang baru dan semakin mengenalnya, banyak hal bisa berubah."
Ketika para responden diminta menjelaskan penyebab perubahan preferensi mereka, alasan utama yang muncul "enak diajak mengobrol", "punya hobi yang sama", sampai "selera humor yang bagus". Faktor-faktor ini yang rupanya berkontribusi pada perubahan status dari teman jadi pasangan.
Maka sungguh tepat jika kita akhiri artikel ini dengan cuplikan dari novel Pride & Prejudice, " Mr. Darcy menikmati obrolannya dengan Elizabeth. Ia mengagumi kecerdasan wanita itu yang menyenangkan, sampai-sampai sosoknya jadi tampak berbeda."
"Dulu, ia berkata pada teman-temannya betapa tak menariknya sosok wanita ini. Kini, ia mendapati pesona yang tidak biasa dari ekspresi cantik sepasang mata warna gelap yang memancarkan kecerdasan. Mr. Darcy pada akhirnya mengakui Elizabeth adalah salah satu gadis paling mempesona yang pernah kukenal." MK