Mendengkur
Karena berisik selama ini kita sangka mendengkur hanya mengganggu teman tidur. Padahal, selain membuat cepat tua mendengkur rawan menyeret kita ke kematian mendadak akibat stroke dan serangan jantung ketika sedang mendengkur.
MENDENGKUR sesungguhnya merupakan kejadian yang sangat biasa. Karena diperkirakan 45 persen popluasi orang dewasa di dunia sesekali mendengkur dan 25 persen selalu mendengkur setiap malam. Bahkan, sebuah hasil penelitian lain menyebutkan bahwa satu di antara lima pria di dunia tidur mendengkur!
Hasil penelitian di AS menyebutkan 30 persen penduduk dewasa AS mendengkur, 5 persen di antaranya mengeluarkan suara dengkuran keras - pertanda adanya masalah kesehatan yang serius. Sebagian besar dari para pendengkur keras AS tersebut adalah pria berusia lebih dari 40 tahun, dan berat badannya berlebihan
Dibandingkan pria, jumlah wanita yang tidur mendengkur tidak seberapa. Menurut hasil penelitian University of Oklahoma College of Medicine di Oklahoma City, AS persentase pendengkur di antara para pria adalah 44 persen, sedangkan di antara wanita hanya 28 persen. Sebelum berusia 50 tahun, persentase pendengkur pria dibanding wanita adalah 30 banding 1. Namun setelah menopause wanita yang tadinya tidur tenang, bisa saja menjadi pendengkur.
Tak semua dengkur mengkhawatirkan
Secara sederhana, mendengkur dibedakan atas dua jenis. Pertama, mendengkur dengan suara dengkuran ringan, lembut, dan berlangsung terus-menerus. Yang ini suara dengkurannya nyaris tak terdengar. Biasanya terjadi pada fase awal tidur dan hanya muncul jika kita sedang sangat lelah. Mendengkur seperti ini bukan sebagai tanda adanya gangguan kesehatan dan tidak mengkhawatirkan.
Kedua, dengkuran keras. Biasanya berlangsung terputus-putus, terjadi tarikan napas dalam dan berat, suaranya keras terdengar hingga di luar kamar. Dengkuran seperti ini patut diwaspadai, karena berpotensi merusak organ-organ vital dalam tubuh disebabkan sepanjang malam tubuh tidak cukup mendapatkan pasokan oksigen.
Dengkuran keras ini biasanya terputus beberapa saat, kemudian berlanjut dengan entakan napas berat. Gejala ini menandakan pendengkur secara periodik berhenti bernapas. Entakan napas berat merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap risiko rendahnya kadar oksigen dalam darah. Selama tidur, tanpa sadar penderita sering berganti-ganti posisi dan mimpi tercekik atau mimpi buruk lainnya. Dengkur dengan henti napas karena adanya penyumbatan (obstruktif) ini disebut obstructive sleep apnea syndrome (OSAS), sering disebut sleep apnea, apnea saja, atau sindrom apnea.
Namun sering pula gangguan dengkur dibedakan secara lebih detail menjadi empat jenis.
Pertama, mendengkur ringan, hanya muncul ketika seseorang tidur telentang. Kedua, mendengkur dalam tidur dengan posisi apa pun. Kedua gangguan ini tidak disertai henti napas dan pendengkur tetap tidur nyenyak, sehingga tidak mengeluh mengantuk di siang hari.
Ketiga, mendengkur keras pada posisi tidur apa pun, disertai beberapa kali henti napas dan pendengkur merasa mengantuk pada siang hari. Rasa kantuk pada siang hari menandakan rendahnya kualitas tidur.
Keempat, mendengkur berat dan mengalami henti napas hingga jalan napas tertutup rapat (OSAS). Secara tiba-tiba di tengah tidur nyenyak dan tarikan dengkuran yang berat, dengkuran mendadak berhenti sama sekali dan napas ikut pula terhenti. Pendengkur akan terbangun dengan gelagapan, akibat tak bisa bernapas. Hal ini menandakan saluran napas sudah tertutup rapat.
Jenis gangguan dengkur pertama dan kedua umumnya tidak mengkhawatirkan. Macam dengkuran ketiga membutuhkan kewaspadaan, sedangkan pendengkur jenis keempat sudah saatnya untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter ahli.
Banyak penyebab dengkur
Mendengkur bisa dipicu oleh banyak sebab. Bisa karena kelainan anatomi hidung seperti hidung terlalu pesek, tulang rawan hidung salah tumbuh (membengkok), adanya sumbatan oleh polip, atau alergi yang membuat selaput lendir hidung membengkak sehingga penderita harus bernapas melalui mulut.
Penyebab lain adalah infeksi sinus, radang telinga, kelainan perkembangan wajah seperti rahang sempit, sindrom Down, adanya kista atau tumor pada rongga hidung. Bahkan, kegemukan sering memicu terjadinya dengkur setiap kali tidur.
Pada orang dewasa, dengkur tak jarang disebabkan oleh hal 'sepele'. Tanpa disadari banyak organ tubuh yang kurang bugar dan melemahnya kekuatan otot akibat kurang berolahraga, serta penuaan, sering menjadi penyebab munculnya dengkuran. Sebab lain yang sering kurang disadari adalah merokok dan minuman beralkohol. Sumbatan pada kerongkongan akibat naiknya asam lambung menjadi penyebab lain terjadinya dengkuran.
OSAS sering merupakan indikasi adanya suatu penyakit, khususnya di bagian tenggorok. Kelainan saraf di daerah tenggorok mengakibatkan otot di sekitarnya lemas dan tidak berfungsi. Kondisi ini bisa ditemui pada penderita stroke di bagian kepala yang melumpuhkan saraf otot tenggorok. Kemungkinan lain adalah adanya penyakit tumor di batang tenggorok.
Apa pun penyebabnya, dengkuran menandakan adanya penyumbatan pada saluran napas ketika kita sedang tidur. Saat itu seluruh otot tak terkecuali otot pernapasan menjadi rileks dan mengendur. Pada sebagian orang, kondisi ini tidak menimbulkan masalah. Namun pada orang tertentu, terutama yang berusia lebih dari 40 tahun, otot yang rileks mengakibatkan saluran napas di antara tenggorok (faring) dan jakun (laring) menyempit dan tersumbat.
Nah, suara dengkuran berasal dari udara yang terdorong melewati saluran yang menyempit tersebut, yang menggetarkan bagian lunak tenggorok. Semakin sempit jalan udara dalam tenggorok. Semakin keras suara dengkuran. Dengkuran biasanya menghebat jika penderita tidur telentang, karena saluran napas akan tertutup lidah yang melemas dan terjatuh di pintu pangkal mulut, jalan napas jadi menyerupai leher botol, tiba-tiba menyempit di rongga tekak.
Selain orang dewasa, anak-anak bisa mendengkur. Biasanya akibat pembengkakan tonsil (amandel) dan jaringan adenoid yang terdapat di rongga tekak di pangkal mulut belakang hidung.
Mendengkur pada bayi, biasanya disertai henti napas, bisa dialami bayi prematur. Penyebabnya bukan penyumbatan pada rongga tekak seperti yang umum terjadi pada orang dewasa dan sebagian anak-anak, tapi karena sel-sel otak sebagai pusat pengendali pernapasan tidak bekerja sempurna. Gangguan ini disebut central sleep apnea syndrome (CSAS).
CSAS sangat berbahaya bagi bayi prematur, karena sering menyebabkan mati mendadak saat tidur. Terutama jika bayi terlalu lama tidur tengkurap tanpa pengawasan.
Apa akibatnya?
Sulit konsentrasi dan kecenderungan menjadi pelupa merupakan akibat rendahnya kuantitas dan kualitas tidur. Gangguan tidur kronis pada pengidap OSAS kerapkali disertai perubahan tingkah laku yang negatif, seperti mudah tersinggung, pemarah, agresif, pencuriga, cemas, depresi.
Sekitar 28 persen penderita OSAS pria maupun wanita mengeluhkan penurunan hasrat seksual. Pada pria, OSAS menjadi penyebab penting menurunnya kemampuan ereksi, sehingga terjadi impotensi temporal.
Pada orang sehat bukan pendengkur, tekanan darah dan frekuensi detak jantung saat tidur lebih rendah daripada saat terjaga. Namun pada pengidap OSAS terjadi hal sebaliknya, pasokan oksigen yang terbatas membuat tekanan darah dan frekuensi detak jantung meningkat. Kombinasi ini rawan memicu stroke atau bahkan mati mendadak akibat serangan jantung ketika tidur. Kasus stroke yang terjadi pada saat pasien sedang tidur atau sejam setelah bangun mencapai 40 persen.
Pengidap OSAS berisiko besar meninggal akibat serangan jantung dan penyakit pembuluh darah. Sebuah penelitian di AS yang dilakukan pada tahun 1995 menyebutkan 45 persen penderita OSAS meninggal akibat gangguan jantung dan pembuluh darah. Sebaliknya, dalam hasil penelitian terhadap pengidap jantung koroner terungkap 35 persen penderita adalah pengidap OSAS.
Aktivitas penghancuran bekuan darah pada penderita OSAS umumnya mengalami penurunan. Hal ini makin mempertinggi risiko munculnya penyakit koroner dengan penyakit vaskuler otak. Fase henti napas pada penderita OSAS menghambat pasokan oksigen ke otak, sehingga sel-sel otak kekurangan oksigen. Akibatnya, dapat terjadi kematian sel-sel otak serupa stroke. Dilaporkan bahwa 41,9 persen serangan stroke terjadi saat tidur, 70 persen di antara penderita memiliki kebiasaan mendengkur.
Menurut Dr. Douglas Bradley, juru bicara Canadian Heart and Stroke Foundation di Toronto, Kanada, orang yang tidur malam lebih dari 8 jam, mengantuk sepanjang hari, dan mendengkur berisiko tinggi menderita stroke. Seluruh gejala tersebut dimiliki pengidap OSAS, pendengkur dengan fase henti napas yang harus sering terbangun untuk menarik napas akibat tenggorokannya tercekat. Dan jika dalam tidur sehari-semalam pendengkur terbangun 200-400 kali, tekanan darah akan meningkat secara signifikan.