Susah Payah Membakar Tumpukan Lemak Lebaran
Lebaran menjadi "cobaan" bagi orang-orang yang sedang diet. Susah sekali menghindar dari makanan dan minuman lezat, sarat lemak dan gula. Setelah Lebaran, mereka yang merasa diet berantakan dan badan melar lagi berbondong-bondong datang ke "gym", mengayuh lagi sepeda atau lari berkilo-kilometer untuk membakar timbunan lemak.
Seusai libur Lebaran, kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, mulai diramaikan lagi oleh warga urban yang berolahraga, Kamis (12/5/2022), selepas petang, atap kedai Inn Taman GBK bermandikan keringat sekaligus cahaya lampu-lampu kota Jakarta. Di sana, belasan orang yang sebagian masih muda-muda sibuk membakar lemak dengan pound fit.
Ini semacam senam aerobik di mana pesertanya memegang tongkat kecil. Tongkat berwarna hijau terang itu digerakkan seperti menabuh drum, diiringi dengan musik yang mengentak-entak. Gerakannya memang terinspirasi penabuh drum. Semakin malam suasana tambah riuh. Ada puluhan orang lainya yang datang belakangan dan menunggu giliran untuk sesi pound fit berikutnya.
Mereka semua tergabung dalam Rocca Space, komunitas olahraga yang mempertemukan antara penggemar olahraga yang memiliki anggaran terbatas dan instruktur berpengalaman. Selain pound fit, mereka bisa ikut cardio dance, zumba, pilates, hingga fat loss workout. Yang terakhir banyak dipilih warga urban yang selama Lebaran "khilaf" menyantap kue nastar, opor ayam, rendang, dan makanan bersantan atau tinggi gula dan lemak.
Malam itu, Lusy Hidayat (47) salah satu anggota Rocca Space, menjalani program fat loss workout. Karyawan swasta asal Cinere, Depok, Jawa Barat itu, digojlok setidaknya enam gerakan mulai dari sit up, squat, lompat, lari di tempat atau lompat-lompat. Tubuhnya kuyup oleh keringat sejam kemudian.
Lusy mengikuti program itu lantaran selama Lebaran terlalu banyak makan makanan enak dan berlemak. Akibatnya, lemak menumpuk dan berat badannya bertambah. Dia menargetkan untuk menurunkan lagi berat badan dan mengencangkan otot. "Kalau rajin (olahraga), badan jauh lebih berisi otot ketimbang lemak," katanya.
Hal yang sama dilakukan Taufik Anggoro (28), warga Cipinang, Jakarta. Dia mengaku selama Lebaran agak kalap menyantap kue putri salju, opor ayam, dan makanan bersantan lain. Lemak mulai menumpuk di badan. Seusai Lebaran, ia mati-matian membakar lemak di bawah bimbingan instruktur Rocca Space.
Di Pondok Aren, Tangerang Selatan, Ari Saputra (40) terkejut mendapati berat badannya naik 3 kilogram akibat kebanyakan makan enak di antaranya sate kambing, tongseng, nasi Padang, mendoan, dan soto Soekaraja selama mudik lima hari di Purwokerto. Ia sungguh merasa tidak nyaman. Badannya terasa cepat lemas dan tidak segar. Ia juga menyesal lantaran tidak sempat bersepeda selama mudik. Padahal, ia rutin bersepeda sejak 2018.
Setelah pulang dari mudik, Ari segera mengeluarkan lagi sepedanya. Ia mengayuhnya lagi demi menggelontorkan lemak di badan serta melatih lagi otot-ototnya. "Saya bersepeda ke Sentul (Bogor). Total tanjakan yang ditempuh sampai 1.400 meter," kata Ari.
Ditemui di kedai kopi saat mengaso seusai bersepeda sekitar 8 kilometer, ia terlihat bugar. "Hanya seminggu sudah balik lagi. Berat badan saya sekarang 70 kg," ucap Ari dengan nada bangga.
Sementara itu, Farah Dhilah (26) kembali berolahraga di sebuah gym di Bintaro, Tangerang Selatan, seusai pulang mudik dari Pemalang, Jawa Tengah. Ia merasa tubuhnya bertambah gemuk karena kalap menyantap makanan berlemak selama bulan puasa dan libur Lebaran. Untuk membakar lemak yang menumpuk, ia kini banyak berlatih mengangat beban.
Latihan beban ia gandakan. Durasi latihan ditambah dari satu jam menjadi tiga jam. "Olahraga kardio saya kurangi, tapi angkat beban ditambah. Selain menguatkan otot, latihan ini bisa membakar lemak," ujar Farah sambil memperlihatkan otot perutnya yang sebetulnya masih rata.
Fenomena tahunan
Rupanya banyak orang yang menebus rasa bersalah setelah menyantap makan-makanan berlemak selama Lebaran. Sebagian dari mereka menebusnya di gym, fasilitas olahraga, atau ruang -ruang di mana mereka bisa lari dan bersepeda.
Julia Nurdin (47), pendiri Rocca Space, mengatakan, itu adalah fenomena yang biasa terjadi setiap tahun, sebelum pandemi.
Sebelum mendirikan Rocca Space, Julia pernah bekerja hampir satu dekade di pusat kebugaran terkenal. Ia melihat setiap menjelang Lebaran, jumlah anggota gym berkurang signifikan. Dua tahun terakhir, penurunan jumlah anggota lebih banyak karena terjadi pandemi.
"Sebelum pandemi, peserta pusat kebugaran banyak berkurang, malah pada saat tertentu pengurangannya bisa mencapai 40 persen. Hal sama terjadi menjelang Natal dan Tahun Baru. Setelah libur hari raya, biasanya peserta bertambah lagi," katanya. Banyak orang yang terbiasa hidup sehat, lanjut Julia, umumnya termotivasi kembali untuk berolahraga setelah libur hari raya. Saat liburan mereka tidak tertib olahraga dan makan apa saja. "Perasaan bersalah pun muncul. Lantas mereka balas dendam bakar lemak," ujar Julia.
Dokter Gizi Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan Jakarta, Elfina Rachmi, menjelaskan, hidangan hari raya seperti Lebaran umumnya tinggi kalori. "Sepotong nastar seberat 20 gram mengandung 75 kilokalori," ujarnya saat Virtual Media Gathering Tokopedia, Kamis (12/5).
Asupan itu hampir setara setengah porsi nasi. Sementara itu 100 gram ketupat mengandung 160 kilokalori. Opor ayam dengan berat yang sama mengandung 415 kilokalori.
Anda tinggal hitung sendiri dengan bantuan aplikasi berapa kilometer Anda harus berlari, menggowes sepeda, atau berapa lama harus senam untuk membakar kalori dari nastar, ketupat, dan opor ayam yang Anda makan.
Pelepasan psikologis
Pakar budaya pop dan gaya hidup Idi Subandy Ibrahim melihat, kesadaran masyarakat urban untuk hidup sehat terus meningkat dari tahun ke tahun. Hal itu tidak lepas dari semakin banyak fasilitas umum dan ruang terbuka yang dibangun pemerintah. Di situ masyarakat berolahraga bersama dan membentuk komunitas olahraga.
Namun, selama pandemi kebablasan berolahraga dan berkumpul di ruang terbuka terhalang kebijakan pembatasan jarak sosial. Bahkan banyak warga terpaksa harus tinggal di rumah untuk menjalani karantina mandiri atau bekerja dan belajar dari rumah. "Kita tertekan lantaran terpaksa tinggal di ruang sempit perkantoran. Mereka dikelilingi beton dan gedung. Belum lagi tertekan akibat waktu bekerja panjang dan deadline ketat. Sementara orientasinya mendapatkan uang, uang, dan uang," ujar Idi.
Saat pendemi melandai dan aneka pembatasan dilonggarkan, orang kembali menemukan kebebasan. Kebebasan itu lantas dirayakan dengan mudik Lebaran, berkumpul dengan keluarga, dan menyantap makanan enak. Setelah dua tahun dibekap pandemi, bisa mudik dan kumpul-kumpul dengan keluarga memang terasa ajaib "Tekanan psikologis terlepas," kata Idi.
Seusai Lebaran dan makan-makan enak, warga urban kembali teringat pada kebiasaan hidup sehat dan obsesinya untuk punya badan langsing atau perut kotak-kotak. Sebagian dari mereka kini tengah susah payah membakar sisa-sisa lemak opor atau rendang yang disantap saat Lebaran.
Wisnu Dewabrata dan Nawa Tunggal