Tekanan Ekonomi Picu Masalah Kesehatan Jiwa

Pandemi Covid-19 berdampak besar pada kondisi kesehatan jiwa masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perlu intervensi menyeluruh menanganinya. 

JAKARTA, KOMPAS - Masalah ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19 membuat sebagian masyarakat mengalami gangguan kesehatan mental. Kehilangan pekerjaan, pemotongan upah, kesulitan mendapat pekerjaan, dan ketidakpastian lainnya membebani psikologis warga.

"Cukup banyak rakyat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa, baik itu depresi, anxiety, maupun yang lebih parah seperti skizofrenia. Umumnya mereka kesulitan untuk, memperoleh perawatan," kata  Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin lewat telekonferensi daring dalam perayaan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia yang tahun 2021 bertema "Mental Health in an Equal World" di Rumah Sakit Jiwa Daerah  Surakarta, Kota Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (10/10/2021).

Secara terpisah, Direktur Pusat Psikologi Terapan Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Kristiana Haryanti, Sabtu (9/10) mengatakan, meski tidak mengetahui data pastinya, jumlah warga yang konseling saat kasus Covid-19 saat keluar rumah, kehilangan anggota keluarga, hingga kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja (PHK).   

Salah seorang yang mengalami gangguan kesehatan mental adalah Anty (23), disainer grafis. Ia merasakan emosi tidak stabil, seperti murung seharian dan tidak bersemangat. 

Selama pandemi Covid-19, ia tiga kali pindah pekerjaan karena dirumahkan, PHK, dan berhenti setelah dipotong gajinya 30 persen, imbas pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

"Pekerjaan tidak menentu sungguh melelahkan. Stres, jenuh di rumah saja, emosi jadi tidak stabil," kata Anty.

Menurut Kristiana tingkat asal dari gangguan kesehatan mental adalah rasa cemas. Jika ada rasa cemas berlebihan, akan menjadi stres. Stres berlebih kemudian menjadi depresi. Saat seseorang depresi, ia perlu bantuan psikiater serta pemberian obat-obatan.

Lonjakan kasus

Psikiater yang juga presiden Federation of Asian-Oceanian Neuroscience Societies (FAONS), Adhi Wibowo Nurhidayat, mengatakan, tekanan selama masa pandemi dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan jiwa. Berbagai riset pun memprediksi akan ada lonjakan kasus gangguan  jiwa dalam beberapa tahun ke depan. "Tsunami gangguan jiwa bisa terjadi dalam dua-tiga tahun ke depan. Saya meyakini ini " ucap Adhi.

Hasil swaperiksa Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia pada lima bulan pandemi Covid-19 di Indonesia menunjukkan, dari 4.010 pengguna swaperiksa, terdapat 64,8 persen pengguna yang mengalami masalah psikologis. Sebanyak 65 persen mengalami trauma.   

Masalah psikologis terbanyak ditemukan pada kelompok usia 17-29 tahun dan usia lebih dari 60 tahun. Satu dari lima orang berpikir tentang lebih baik mati. Sebanyak 15 persen pengguna setiap hari memikirkan lebih baik mati dan 20 persen memikirkan itu beberapa hari dalam seminggu. 

Kini, Adhi banyak menerima pasien dengan keluhan depresi akibat dampak ekonomi. Mereka tak hanya dari kelompok ekonomi menengah ke bawah, tetapi juga menengah ke atas. Maklum pandemi membuat sebagian warga kehilangan sumber pendapatan. Belum lagi ditambah kondisi tidak menentu. Sementara tabungan atau simpanan yang dimiliki sudah mulai menipis. Padahal, beban biaya hidup terus berkurang. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi depresi menjadi penyakit dengan jumlah yang terbanyak dialami publik pada 2030. Depresi perlu menjadi perhatian serius karena beban yang diakibatkan bisa lebih besar dari penyakit lain, seperti penyakit paru kronis, gangguan jantung iskemik, diabetesi, serta stroke. Dua kondisi kesehatan mental paling umum, yakni depresi dan kecemasan, menggerogoti ekonomi global sebesar 1 triliun dollar AS per tahun.

Budi mengatakan, akses sebagian masyarakat pada layanan kesehatan jiwa terbatas. Kementerian Kesehatan mendorong agar akses layanan kejiwaan semakin dibuka seluas-luasnya sehingga aksesibilitas terhadap layanan kejiwaan semakin merata. (TAN/NCA/DIT/DAN/KOR/SKA)  

Tekanan Mental Saat Pandemi

Bagi Anda tekanan apa yang paling berdampak/terasa dalam kehidupan Anda selama pandemi ini?

57,6% Tekanan ekonomi: Kehilangan pekerjaan, berkurang/kehilangan penghasilan, bisnis tutup, dll.

14,4% Tekanan pekerjaan. Tuntutan dari kantor bertambah selama WFH.

12,1% Tekanan sosial. Kehilangan momen bersama teman dan kerabat, jenuh di rumah.

7,5% Tekanan kesehatan. Pernah terpapar Covid-19, tidak tertangani di RS ketika sakit, dll.

5,1% Tekanan keluarga. Kehilangan anggota keluarga, tidak akur dengan orang rumah.

3,3% Tidak tahu.

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar