Menemukan Diri dengan Berbagi

Ada rasa bahagia saat berbagi dengan sesama. Perbuatan baik adalah pelantang doa sehingga hidup mudah dijalaninya. Itulah pegangan hidup Valentina Suhendra (36). Lewat Yayasan Kechara Indonesia, dia menebarkan jaring-jaring mengajak siapa saja untuk berbagi. 

Tak kurang dari 54 anak lulus sekolah menengah atas dan 30 lainnya dapat melanjutkan sekolah atas biaya yang dihimpun dari para donatur lewat Kecahra, lembaga tempat Valentina mengabdikan diri. Kegiatan sosialnya itu kemudian mendapat apresiasi dari pemerintah antara lain berupa Juara II Lomba Pilar Sosial Kategori Organisasi Sosial Tingkat Kota Jakarta Barat, 2015.

"Tapi bukan itu tujuan saya. Saya hanya ingin berbagi. Karena dengan demikian saya menemukan kebahagiaan," kata Valentina dengan senyum ramah, bahagia. 

Dulu ia berjalan sendiri, sekarang banyak yang menemani. Kawan dan orang-orang yang dia bantu membantu balik mengembangkan jaring-jaring sosial. Mereka antara lain Rick  (22), yang kini kuliah di Sekolah Tinggi Manajemen dan Ilmu Komputer Global LP3I serta Nizar (20) yang kuliah komputer akuntansi. "Nizar membantu pencatatan kami. Jadi pembukuan lebih tertata," kata Valentina.

Ketika kecil Valentina melihat orangtuanya pemilik pabrik mesin ketik, menyumbang untuk keperluan sosial, seperti pembangunan rumah ibadah atau bencana. Begitu juga dengan ibunya. Suatu saat, ibunya berujar, "Kita harus rajin berbuat baik demi karma baik," demikian ingatan Valentina. 

Ketika duduk di bangku SMP, Valentina menyisakan uang jajannya untuk disumbangkan kepada rekannya yang tidak mampu. Kala itu, Valentina merasakan, berbuat baik bukan lagi sebagai beban atau pamrih atau karma baik. Berbuat baik adalah kewajiban semua orang. Selulus SMA, dia menyerahkan setengah tabungannya kepada kepala sekolah untuk diberikan kepada siswa yang kurang mampu.

Kekosongan hidup

Valentina menyelesaikan kuliah di Universitas Washington, Seattle, Amerika Serikat, pada tahun 2001. Sepulang dari AS, ia bekerja dan mendapat gaji yang lebih dari cukup sebagai seorang manager pada sebuah perusahaan multinasional. Kini ia adalah Direkur KPMG Siddharta Advisory di Indonesia, salah satu perusahaan jasa terbesar di dunia yang cabangnya tersebar di 144 negara.  

Pada suatu titik, ia merasa  ada yang kurang dalam dirinya. "Masa hidup hanya bangun tidur, lalu kerja sampai malam. Besok begitu lagi. Lalu nanti saya tiba-tiba sudah berumur 60 tahun. Terus apa hasilnya"? katanya.

Tahun 2005 dalam perjalanan dinas ke Malaysia, dia menjumpai para aktivis Kechara membagi-bagikan nasi kepada kaum miskin kota. Valentina berpikir hal serupa bisa dia lakukan di Jakarta. Niat itu mendapat dukungan dari Tsem Rinpoche, yang kemudian menjadi guru spiritual Valentina pada 2006. Tsem Rinpoche merupakan guru spiritual  dan pendiri organisasi Kechara di Malaysia.

Setelah mantap, tahun 2010 Valentina mulai merogoh kantong membagi-bagikan belasan nasi bungkus kepada kaum papa di kawasan Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta, setiap Sabtu pagi. Ia lalu mengajak kenalan dan teman kantor turut menyumbang untuk membeli nasi bungkusnya pun terus bertambah hingga sekitar 100 bungkus.

Pada suatu Sabtu pagi, datang sekitar 150 orang meminta nasi bungkus padahal nasi yang dibawa Valentina tidak sebanyak itu. "Orang-orang itu beringas meminta nasi, saya sampai takut. Saya tidak di-apa-apain, tapi pengalaman itu sangat traumatis. Saya sempat berpikir apa perlu pembagian nasi ini saya lanjutkan."

Namun, dia ingat pesan gurunya, berbuat baik di dalam zona nyaman itu biasa. Manusia sebisa mungkin mendorong dirinya sampai batas terjauh dalam berbuat baik. Dia teringat pengalaman saat berjalan bersama sang guru di AS. Gurunya sering memberi uang dan memesankan kamar penginapan untuk tunawisma yang ditemui di jalan. "Agar dia dapat membersihkan diri dan siapa tahu besok dia mau mencari kerja."

Semangat itulah yang membuat Valentina tak berhenti berbagi. Dia tak hanya memberi nasi bungkus, tetapi juga menyalurkan bantuan pengobatan dan biaya sekolah bagi kaum miskin kota. Dananya yang dia dapat dari berbagai aktivitas penggalangan dana mencapai sekitar Rp 30 juta sebulan.

Valentina kemudian memutuskan membuat Yayasan Kechara Indonesia, agar pengelolaan dana itu lebih rapi dan dapat dipertanggungjawabkan. Biaya pendirian dan pembangunan kantor lembaga itu ternyata tidak sedikit sehingga ia harus berutang Rp 70 juta.

Lari dan mendaki

Kebetulan Valentina mempunyai teman yang gemar mendaki gunung, Hau Shio Wei. Dia menawarkan diri mendaki Gunung Peclet di Perancis untuk penggalangan dana pada 2012. Sebelum naik gunung, dia membuat pengumuman bahwa pendakian kali ini  untuk donasi Yayasan Kechara Indonesia. Begitu bendera Kechara berkibar di puncak gunung dana mengucur dan sanggup menutupi utang yayasan. Valentina menantang diri untuk mendaki demi donasi meskipun sebenarnya dia takut ketinggian. "Saat melihat memar yang diderita, Shio Wei, saya tergerak untuk ikut mendaki."

Pada 2013 Valentina mendaki Semeru. Dia tenang-tenang saja sepanjang perjalanan hingga saat melewati perbatasan vegetasi pada ketinggian sekitar 3.000 di atas permukaan air laut. "Waktu itu tersisa jalan setapak yang kanan diri jurang. Tiba-tiba badan saya gemetar dan nyali saya ciut. Saya hanya sampai pada 3050," kata Valentina. Tetapi dia mencoba mendorong dirinya sampai batas maksimal. Di atas gunung, dia membayangkan anak-anak dan para orangtua, kaum miskin kota yang membutuhkan dana. Usahanya tak sia-sia, pendakian itu berhasil mengumpulkan dana Rp 110 juta.

Tahun ini mereka mendaki Gunung Agung. Kondisi tidak begitu mengizinkan karena terjadi badai. Demi kaum miskin kota, Valentina akan teus berjuang mengalahkan dirinya. Berjuang mendorong batas-batas kemampuan fisiknya. Suatu hari pada tahun 2013 dia ikut lari maraton 10 kilometer dan berhasil meskipun sebelumnya tak pernah ikut lari setelah itu dia menantang dirinya untuk ikut maraton 20 kilometer. "Waktu itu saya tidak menargetkan bisa sampai finish karena saya tahu kemampuan saya paling hanya sampai 12 km pertama."

Tetapi kawan-kawannya bertaruh, jika Valentina mampu sampai finish, mereka akan menyumbang nasi bungkus. Ada yang bertaruh 100 bungkus, ada pula yang 200 bungkus. Bukan hal mudah berlari sampai 20 km bagi Valentina karena memang dia tak bisa lari. Tetapi, dia terus berlari demi ratusan bungkus nasi. Setelah 12 km terlampaui, dia lebih banyak berjalan tertatih dan sesekali mencoba kembali berlari. Wajah-wajah orang yang pernah dia bantu kembali membayang, menyuntikkan semangat.

Mohammad Hilmi Faiq  

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar