NAPZA. Terapi Substitusi Belum Efektif

DEPOK, KOMPAS - Program Kementerian Kesehatan dalam penanggulangan kecanduan narkoba melalui terapi substitusi dinilai belum efektif. Implementasi terapi itu juga memperkecil peluang pecandu narkoba kembali bekerja dan beraktivitas normal.

Menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 486 Tahun 2007, kebijakan dan rencana strategi penanggulangan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) menjadi panduan program pengurangan dampak buruk atau harm reduction. Salah satu kegiatannya adalah terapi substitusi memakai metadon dan suboxone bagi pengguna narkoba suntik. 

"Tetapi substitusi hanya mengalihkan pecandu dari kecanduan ilegal ke kecanduan legal. Tiap hari mereka hanya memikirkan bagaimana mendapat metadon dan suboxone," kata Sari Damar Ratri, peneliti dari Pusat Kajian Jender dan Seksualitas Universitas Indonesia pada Koentjaraningrat Memorial Lectures XII/2015 di Depok, Jawa Barat, Kamis (15/10).

Proses pemulihan

Hasil penelusuran etnografis selama tiga bulan di komunitas metadon dan suboxone oleh tim peneliti dari Pusat Kajian Jender dan Seksualitas UI, menunjukkan, harm reduction menempatkan pecandu  di posisi rentan tanpa hubungan bermutu bersama keluarga dan sahabat. " Yang penting bukan menurunkan angka pengguna narkoba saja, harus ada rencana matang dan proses memulihkan mereka," kata Sari.

Harm reduction sebagai terapi dalam rehabilitasi narkoba belum bisa menghilangkan kecanduan itu sendiri. Jadi, rehabilitasi  narkoba perlu mempertimbangkan karakteristik kecanduan itu. 

"Rehabilitasi yang ada hanya satu periode waktu, satu tahun. Padahal, pemulihan pecandu narkoba butuh waktu dan proses panjang," kata Ignatius Prapto  Raharjo, peneliti dari Pusat Penelitian HIV/AIDS Universitas Katolik Atma Jaya.

Dalam kampanye darurat narkoba, pemerintah menganggap kondisi relaps atau kembali memakai narkoba adalah kegagalan rehabilitasi. Banyak pecandu yang sudah direhabilitasi kembali mengonsumsi narkoba.  

Setelah direhabilitasi dan pulih, pecandu punya dorongan relaps yang sulit ditolak. Sebab secara psikologis  pecandu dipengaruhi antara lain kejadian masa lalu, kembali ke komunitas lama dan gangguan sistem saraf pusat. "Perlu reorientasi sistem rehabilitasi  demi memperbaiki mutu hidup pecandu," ujarnya. 

Mario (32), petugas lapangan Pusat Penelitian Kesehatan UI, memaparkan, terapi metadon mencegah penularan HIV pada pecandu karena penggunaan jarum suntik steril dan kontrol rumah sakit. "Ada yang bisa bekerja, tetapi pekerjaan terganggu waktu suntik," ujarnya. (B09)  

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar