Demi Pelayanan Kesehatan yang Lebih Baik
Saat penyakit datang menyerang atau kecelakaan menimpa hingga keselamatan jiwa terancam, lokasi yang pertama kali Anda tuju tentunya rumah sakit. Di sanalah harapan akan pemulihan kondisi terpagut.
Akan tetapi, tujuan ke rumah sakit tak hanya sekadar untuk perawatan kondisi tubuh dan pengobatan. Masyarakat menginginkan pula pelayanan yang terbaik serta suasana yang nyaman, bersahabat, dan juga mampu mengusir kegelisahan saat orang terdekat terbaring sakit.
Akreditasi JCI
Kualitas rumah sakit pun tak hanya terlihat dari bangunan megah, dokter-dokter berpengalaman, obat-obatan yang lengkap, dan peralatan medis yang serba canggih. rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik dan lebih terbuka pada masyarakat.
Namun, pertanyaannya, tolok ukur apa yang bisa dijadikan pegangan untuk menentukan bahwa sebuah rumah sakit memiliki pelayanan terbaik? Mengingat hingga kini sebagian masyarakat Indonesia lebih melirik rumah sakit di negara tetangga daripada rumah sakit di negeri sendiri.
"Sebenarnya pemerintah telah menerapkan standar kualitas pelayanan rumah sakit dan membaginya menjadi sejumlah golongan. Ada pula penghargaan semacam ISO untuk rumah sakit. Namun, alangkah lebih baik jika kita mengikuti standar lain seperti JCI untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan," tutur Ketua Komite Harijanto SpAn-KIC pada Kamis (10/3).
Joint Commission International (JCI) adalah divisi dari Joint Commission International, di bawah The Joint Commission. Selama lebih dari 50 tahun, The Joint Commission dan organisasinya telah mendedikasikan diri dalam peningkatan kualitas dan keselamatan kesehatan. Kini, The Joint Commission adalah akreditor organisasi kesehatan terbesar di Amerika Serikat. Lembaga ini telah menyurvei sekitar 18.000 program pelayanan kesehatan melalui proses akreditasi nirlaba.
Misi The Joint Commission sendiri adalah meningkatkan kualitas kesehatan secara terus-menerus kepada masyarakat, dengan bekerja sama dengan para stakeholder, mengevaluasi organisasi pelayanan kesehatan, serta memberikan inspirasi dalam peningkatan penyediaan pelayanan yang aman, efektif yang paling tinggi, dan bernilai mutunya.
Dari ribuan rumah sakit di Indonesia, baru empat rumah sakit yang berhasil mendapatkan akreditasi dari JCI. Rumah sakit yang mendapatkan akreditasi JCI baru-baru ini adalah Rumah Sakit Premier Bintaro (RSPB), Jakarta, pada 15 Januari 2011 lalu. Akreditasi yang diterima ini menggunakan standar terbaru JCI (edisi keempat) JCI yang terakhir sebelum ini adalah pada tahun 2008.
Dalam penentuan akreditasi, ada ribuan parameter yang dipergunakan. Parameter tersebut secara singkat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Patient Center dan Organization & Infrastructure Sector.
"Setiap negara sebenarnya memiliki standar yang berbeda mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit. Namun, dengan standar JCI ini, pada dasarnya semua rumah sakit mengacu pada standar yang diterapkan di Amerika, yang lebih terukur dan lebih mendetail," ungkap Ketua Komite Medis, dr Bambang Tutuko, SpAn-KIC.
Aspek implementasi
Implementasi untuk meraih akreditasi ini pun tak mudah. Parameter JCI mempersyaratkan hal yang lebih mendetail. Misalnya untuk obat, bagaimana cara penyimpanan obat yang sesuai, bagaimana peletakan obat-obatan yang memiliki nama yang serupa, bagaimana pelabelan obat, bagaimana penakaran obat yang sesuai untuk pasien, dan lain-lain. Inti dari JCI ini adalah Patient Safety (keselamtan pasien).
Sebagai contoh, dari segi dokter dan ahli medis lain. Sesuai standar JCI, dokter diharapkan tidak sekadar memeriksa, menuliskan resep obat, dan mengoperasi. Lebih dalam lagi, dokter harus bisa menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita, langkah penanganan apa yang akan diberikan, dan konsultasi pemilihan langkah selanjutnya.
Dengan kata lain, dokter diharapkan lebih bersikap terbuka dan komunikatif terhadap pasien dan keluarganya. Proses pencatatan pemeriksaan dan hasil pun diharapkan lebih lengkap dan komprehensif.
Syarat bagi dokter dan ahli medis sendiri pun lebih spesifik. Dokter harus lolos melalui screening yang di antaranya memiliki ijazah sah dokter dengan identitas jelas (misalnya lulusan universitas X di bidang onkologi tahun 1990). Rumah sakit sendiri juga perlu memiliki kejelasan dalam pemberian wewenang kepada dokter (Clinical Privileges).
Dari segi pasien, akreditasi JCI mempersyaratkan bahwa pasien mengerti mengenai penyakit yang diderita dan memahami tindakan dokter. Pasien pun berhak untuk menyuarakan pendapatnya mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Sementara, dari segi keperawatan, JCI juga memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas pelayanannya. Perawat pun tak sekedar menjalankan profesi semata, tetapi juga dapat lebih terintegrasi dengan tenaga medis lain, seperti ahli gizi, radiologi, dokter, dan sebagainya.
Mulai dari hal yang paling sederhana mengenai dokumentasi pasien. Misalnya, nama dan tanggal lahir pasien, riwayat kesehatan, jam kedatangan, dan jam periksa dokter, cara mengedukasi pasien mengenai penyakit yang diderita selayaknya dikomunikasikan antarbagian dalam rumah sakit.
Secara umum, manfaat akreditasi JCI antara lain memberikan rumah sakit keuntungan kompetitif, menguatkan kepercayaan komunitas, meneguhkan pelayanan yang berkualitas untuk pasien, meningkatkan kesadaran pentingnya kesehatan pasien di semua bagian serta secara berkesinambungan menurunkan potensi risiko terhadap pasien dan staf rumah sakit.
"Dengan memenuhi syarat-syarat JCI ini, banyak manfaat yang kami dapatkan. Dokter menjadi lebih komunikatif, dokumentasi dan ketepatan pasien sejak masuk dan berobat hingga keluar terdata, pelayanan dan sarana-prasarana rumah sakit semakin baik dan terawat dan sebagainya," tutur dr Zunida S Bustami, MS, Ketua Komite Farmasi dan Terapi RSPB.
Harapan ke depan tentunya akreditasi JCI bukanlah sekadar ambisi untuk menggenggam gengsi. Sebaliknya, diharapkan rumah sakit lain di seluruh Nusantara bisa mencapai prestasi yang serupa. (MIL)