Murah Tak Selalu Efisien

Faktanya, cermat memilih obat sangat penting. Karena keampuhan obat bukan semata ditentukan harga.

Orang bijak berkata "Kesehatan amat mahal harganya". Ungkapan itu memang tak berlebihan, mengingat bukan rahasia lagi jika biaya pengobatan sering kali membuat kita mengelus dada. Alhasil, dari sekian ragam pilihan metode dan bentuk pengobatan yang beredar, tak jarang masyarakat memilih pengobatan termurah, demi segera meraih kesehatan seperti sedia kala. 

Namun, benarkah pengobatan termurah itu selalu efektif? Sebelum menyimpulkan, simak dahulu serba-serbi obat dari Drs. Nurul Falah Eddy Pariang, Apt., Ketua Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) berikut ini.

Paten vs Generik

Obat generik sering diidentikkan dengan harganya yang murah. Tak jarang juga, karena dianggap harganya lebih murah, obat generik malah dianggap kalah ampuh dibanding obat biasa. Sebenarnya, apa yang membedakan obat generik dan obat paten?

Obat paten ini adalah jenis obat yang masih memiliki paten karena inovasi yang dibuatnya. Penemu obat paten ini berarti menemukan zat kimia atau yang disebut senyawa aktif farmasi yang berperan untuk menyembuhkan keluhan.

Selama masa patennya masih berlaku, maka belum boleh ada tiruan atas racikan dari zat tersebut. Kecuali, jika masa patennya habis dan tidak diperpanjang.

Obat generik: Saat senyawa aktif farmasi dijadikan obat paten, kemudian masa patennya habis dan tidak diperpanjang, maka zat tersebut dapat digunakan untuk membuat obat lain yang serupa. Obat baru yang menggunakan zat itulah yang dinamakan generik.

Dalam artian, selama obat paten masih berlaku masa patennya, maka tak akan ada versi generiknya. Harga obat generik memang cenderung lebih murah dibanding obat paten.

Pasalnya, selain telah menemukan zat berkhasiat yang baru, obat paten juga berbasis riset yang panjang dan melewati  berbagai uji klinis. Sehingga biaya selama riset itu berpengaruh terhadap harga obat. Sementara obat generik menggunakan zat kimia yang sebelumnya telah diteliti oleh pembuat patennya.

Branded Generik: Obat generik pun ada yang sudah dilabelkan merek, yaitu dinamakan branded generics. Zat khasiatnya kurang lebih akan sama, yang membedakan hanya ia diberi merek lain.

Pilihan Efisien

Lebih lanjut, Nurul Falah menegaskan, korelasi antara harga dan keampuhan obat tak bisa disamaratakan begitu saja.

"Tak bisa disebut bahwa obat A itu lebih mahal, berarti lebih ampuh. Karena itu memerlukan evidence based tergantung kasusnya," ujarnya. Di sisi lain, efisiensi biaya pengobatan juga tak melulu dengan cara memilih obat murah. Intinya, efisiensi pengobatan tak selalu masalah kuantitas, melainkan juga kualitas. Apa saja yang dapat dilakukan? Berikut saran Nurul Falah.

1. Baca Kandungan Obat.

Pasien harus mengetahui obat yang cocok untuknya dengan cara menandai senyawa aktif dalam obat dan bagaimana pengaruhnya untuk tubuh.

Pasalnya, obat seperti parasetamol saja diproduksi oleh banyak produsen  dan bisa saja ada satu produsen yang paling cocok untuk pasien. Produsen ini, bisa juga berhubungan dengan harga jual obat tersebut. Sehingga jika pasien mengetahui obat yang sesuai untuknya, maka pengobatan bisa lebih efektif karena obat yang tepat pun mempercepat atau memaksimalkan kesembuhan.

2. Patuh Konsumsi Obat.

Saat dikonsumsi, obat akan memberikan reaksi darah pada reseptor. Sehingga saat konsumsi obat tidak disiplin, maka kondisi darah pun tak seperti yang seharusnya. Lebih lanjut, obat itu bisa dikatakan tak manjur karena tak berpengaruh terhadap kesembuhan pasien.

Oleh karena itu, Nurul Falah menegaskan, berhemat saat pengobatan tak hanya dengan cara memilih obat berdasarkan harga semata. "Jika kita memilih obat yang ampuh dan mahal, tapi justru tak dikonsumsi dengan disiplin, maka percuma. Keampuhannya tak bermanfaat secara maksimal bagi tubuh."

3. Rekaman Pengobatan.

Biasakan membuat medical record untuk mencatat obat apa saja yang dikonsumsi dan bagaimana pengaruhnya pada tubuh. Lebih lanjut, catatan ini akan sangat berguna bagi pemberian obat di kemudian hari. Pemberian obat yang salah atau tak cocok akan memperpanjang waktu pengobatan sekaligus menambah biaya penyembuhan.

Pengaruh Herbal

Selama masa pengobatan pasien harus memonitor zat apa saja yang ia konsumsi dan bercampur dalam tubuhnya. Pasalnya, antara obat satu dengan lainnya bisa saja memberi reaksi yang  berbeda. Atas alasan ini pula. Ia menyarankan untuk tidak mengonsumsi obat dari dua sumber yang berbeda. Dokter atau farmasis harus mengetahui apa saja obat yang dikonsumsi oleh pasien.

Sama halnya ketika pasien mengonsumsi obat kimia bersamaan dengan obat herbal. Nurul Falah menjelaskan, saat mengonsumsi obat kimia, maka senyawa aktif farmasi akan langsung menuju reseptor yang dikeluhkan. Sementara obat herbal lebih berfungsi untuk menormalkan zat-zat yang ada.

"Meski demikian, saat sedang mengonsumsi obat kimia, sebaiknya hentikan dahulu obat herbalnya. Pasalnya, khawatir ada campuran bahan kimia yang akan menimbulkan reaksi lain dalam obat tersebut." sarannya.

ANNELIS BRILIAN    

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar