Penyakit Infeksi. Stok Vaksin untuk Cacar Monyet Ditambah
JAKARTA, KOMPAS - Jumlah kasus Mpox atau cacar monyet yang dilaporkan di Indonesia terus bertambah. Karena itu, pengendalian diperkuat, salah satunya lewat imunisasi. Pemerintah berencana menambah stok vaksin Mpox setidaknya untuk populasi rentan.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, mengutarakan, julmlah kasus Mpox terkonfirmasi saat ini 14 orang. Dua kasus lain masuk kasus probable dan sembilan kasus berstatus suspek.
"Penularan kasus sudah transmisi lokal. Jadi, tiap kasus yang bertambah tiap hari pasti ada. Dari hitungan epidemiologi diperkirakan kasus (Mpox) di Indonesia bisa mencapai 3.600 kasus," ujar Maxi dalam konferensi pers daring, Kamis (26/10/2023), di Jakarta.
Kasus Mpox pertama kali di Indonesia dilaporkan pada 20 Agustus 2023. Saat itu, kasus yang dilaporkan sebanyak satu orang. Sejak 13 Oktober 2023, kasus cacar monyet kembali dilaporkan dan terus bertambah hingga kini mencapai 14 kasus.
Dari catatan Kementerian Kesehatan, kasus yang dilaporkan terbanyak ditemukan pada usia 25-29 tahun (64 persen). Semua kasus yang dilaporkan berjenis kelamin laki-laki dengan metode penularan berasal dari kontak seksual.
Berdasarkan kondisi gejala yang muncul, sebagian besar pasien mengalami gejala. Adapun gejala itu, antara lain muncul lesi (luka), demam, limfadenopati (pembengkakan kelenjar getah bening), nyeri tenggorokan, ruam, mialgia (nyeri otot), dan sulit menelan. "Gejala paling khas Mpox limfadenopati. Itu jadi pembeda dari penyakit lain," ucap Maxi.
Populasi berisiko
Maxi mengatakan, pemerintah kini mengupayakan pemberian vaksin Mpox. Untuk sementara, ketersediaan vaksin Mpox sekitar 1.000 dosis. Kementerian Kesehatan mengidentifikasi 477 orang yang akan jadi sasaran imunisasi Mpox.
Pemberian vaksin diprioritaskan bagi kelompok paling berisiko dan kontak erat dengan kasus. Kelompok risiko utama dari penularan Mpox pada laki-laki yang berhubungan seks dengan sejenis.
Dengan perkiraan jumlah kasus Mpox mencapai 3.600 kasus, pemerintah menyiapkan vaksin tambahan. Setidaknya 2.000 dosis vaksin telah didapatkan dari bantuan ASEAN.
Secara khusus, vaksin Mox diberikan dalam dua dosis dengan interval empat minggu. Jenis vaksin Mpox yang digunakan saat ini merupakan vaksin impor buatan Bavarian, Nordic, Denmark. Vaksin yang diberikan itu telah mendapat sertifikasi pelulusan vaksin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Konsultan penyakit tropik dan infeksi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat Ciptomangunkusumo, Robert Sinto menegaskan, vaksin Mpox tak bisa 100 persen mencegah penularan Mpox. Namun, vaksin ini menekan risiko perburukan dan jumlah atau luas lesi akibat penularan.
"Selain sebagai pencegahan vaksin Mpox bisa diberikan sebagai post-exposure prophylaxis. Empat hari setelah ada kontak dengan pasien Mpox, vaksin bisa diberikan untuk perlindungan," tuturnya.
Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia, Prasetyadi Mawardi menyebutkan, surveilans penting dilakukan dalam penanganan Mpox di masyarakat. Sebab penularan Mpox terkait erat dengan perilaku warga.
Dalam upaya surveilans, komunitas dengan fokus pada populasi khusus perlu dilibatkan. Pendekatan pada populasi khusus perlu dilibatkan lebih mudah dilakukan melalui komunitas.
"Penularan Mpox tidak mudah. Berbeda dengan cacar air yang penularannya amat cepat, penularan Mpox lambat. Tingkat kematian dari penyakit Mpox rendah, tidak sampai 1 persen," ucapnya.
Warga khususnya populasi berisiko diharapkan terbuka jika mengalami gejala Mpox. Keterbukaan itu diperlukan agar surveilans dan penemuan kasus lebih cepat.
"Jika tak terbuka, kami kesulitan melakukan tracing (pelacakan). Untuk mencegah penularan diharapkan tak berhubungan seks dengan pasangan bergejala Mpox dan tak berhubungan seks dengan banyak pasangan," tuturnya. (TAN)