Aspirin Ampuh Atasi Serangan Jantung
Bagi penderita kelainan jantung bawaan maupun non bawaan, masalah sindroma koroner akut (SKA) tentu merupakan hal yang sangat menakutkan. Masalahnya, sedikit saja terjadi penanganan yang salah atau terlambat mencari pertolongan medis, hal itu akan berakibat fatal.
Sebenarnya menurut Harimani Kalim, spesialis kardiologi yang juga kepala klinik emergensi dan ICVCU Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, faktor yang paling penting dalam keberhasilan penanganan SKA adalah waktu atau kecepatan pemberian terapi. Namun pada kenyataannya banyak waktu berharga yang terbuang sejak timbulnya gejala sakit dada pada seseorang pasien sampai pemberian pengobatan awal.
Kelambatan penanganan bisa terjadi akibat anggota keluarganya ragu-ragu untuk segera mencari pertolongan medis. Begitu juga dengan response ambulan yang terlalu lama, sehingga perjalanan ke rumah sakit menjadi terlambat. Tidak jarang pula kelambatan ini berasal dari prosedur dari pihak rumah sakit yang memang bekerja lamban.
"Selama hampir 20 tahun, saya menangani dan mengamati penderita serangan jantung dengan manifestasi utama sakit dada adalah yang sangat serius. Untuk setiap 1.000 orang yang terkena serangan jantung, 180 di antaranya meninggal dalam satu jam dan yang lainnya dalam tempo 24 jam. Sementara yang selamat, 10% meninggal pada tahun pertama, 15%-25% pada tiga tahun pertama dan 50% meninggal setelah 10 tahun," papar Harimani pada pidato pengukuhan guru besar ilmu kardiologi Universitas Indonesia di Jakarta, baru-baru ini
Kenali serangan jantung
Lantas bagaimana sih caranya memberikan pertolongan cepat kepada penderita serangan jantung?
Harimani mengatakan pada tahap awal, pertolongan dapat diberikan cepat apabila masyarakat, keluarga, atau penderita dapat segera mengenali serangan jantung yang timbul. Pertolongan awal ini bisa diberikan dengan resusitasi jantung, paru, atau basic life support apabila mereka telah mendapatkan pelatihan. Pesan pokok yang perlu disampaikan adalah segera mencari pertolongan medis atau membawa penderita segera mungkin ke rumah sakit terdekat, lebih-lebih pada mereka yang berisiko tinggi mendapatkan serangan jantung, yakni pria berusia di atas 40 tahun dan wanita menopause.
Karena itu masyarakat dan keluarga perlu mengetahui siapa saja yang paling rentan terhadap kegawatan jantung. Memang semua orang dewasa bisa terkena serangan jantung atau angina pektoris (sakit dada yang berlangsung beberapa menit dan dicetuskan kegiatan fisik, emosi, dan sebagainya) merupakan kelompok yang paling rentan.
Begitu juga dengan mereka yang mempunyai faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK) seperti kebiasaan merokok, hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia dan usia lanjut.
Golongan ini umumnya lebih rentan dibandingkan dengan golongan yang lain.
Faktor risiko tersebut bersifat independen dan aditif, artinya semakin banyak seseorang memiliki faktor risiko, maka semakin besar risikonya untuk menderita penyakit aterosklerosis.
Selain itu terdapat pula faktor-faktor lain yang berhubungan dengan meningkatkan risiko PJK yaitu faktor predisposisi dan faktor kondisional. Predisposisi adalah faktor yang memperbesar risiko PJK yang diakibatkan oleh faktor-faktor risiko seperti obesitas abdominal, kebiasaan kurang bergerak/aktivitas fisik, riwayat keluarga menderita PJK pada usia muda (kurang dari 55 tahun untuk pria dan kurang dari 65 tahun untuk wanita etnik tertentu serta faktor psikososial).
Faktor risiko kondisional seperti hipertrigliseridemia, faktor-faktor protrombotik misalnya fibrinogen juga diduga berhubungan dengan peningkatan risiko PJK kendati efek kasusnya secara independen belum terbukti. "Sekali lagi yang harus dilakukan jika menduga mengalami serangan jantung segera cari pertolongan medis ke RS terdekat, telepon ambulance atau minta tolong orang lain untuk mengantar, jangan mengendarai kendaraan sendiri," tandas Harimani.
Jika tidak pernah alergi tak ada salahnya segera mengunyah dan menelan aspirin 300 mg.
Terhadap mereka ini seorang dokter memang diperkenankan, memberikan aspirin 300 mg dan nitrat sublingual.
Mati karena terlambat
Harimani mengingatkan banyak kematian pada serangan jantung yang terjadi akibat terlambatnya penderita datang ke unit gawat darurat (UGD). Karena itulah masyarakat perlu mengetahui bagaimana gejala awal serangan jantung. Sebenarnya gejala awal serangan itu sudah banyak ditulis di sejumlah literatur sejak 75 tahun silam. Sayangnya, masyarakat awam maupun tenga medis sendiri masih banyak yang belum mengetahui," katanya.
Gejala pra yang biasanya timbul 2-4 Minggu sebelum serangan jantung di antaranya penderita mengeluh rasa lelah berlebihan, gelisah, sakit dada ringan, gangguan tidur, nafas pendek, sakit perut dan sebagainya.
Gejala seperti ini terkadang juga bisa dirasakan satu bulan atau lebih sebelum terjadi serangan jantung. Jika mengetahui dan memahami kondisi seperti itu seharusnya mempunyai kesempatan untuk mencegah timbulnya serangan jantung.
Dokter yang bertugas di IGD pun dituntut untuk bisa bertindak cepat dan tepat. Penting bagi mereka ini untuk memahami presentasi klinik serangan jantung, terutama kecepatan di dalam menilai, diagnosa, dan pemberian terapi atau tindakan awal.
"Saya kira petugas UGD pun perlu mendapat instruksi untuk bisa mengenali, menilai, dan memberikan terapi dan bila perlu segera mentransportasi penderita," ujarnya seraya menambahkan rumah sakit dan apotek terdekat juga perlu menyediakan obat fibrinolitik agar terapi dapat diberikan dalam 30 menit setelah penderita datang.
Begitu juga dengan fasilitas di UGD yang lain seperti oksigen, nitrat, aspirin, morfin, infus, defibrillator dan sebagainya. Bahkan, tindakan menolong penderita serangan jantung tidak hanya berhenti di situ atau hanya pada saat kondisi akut. Penderita bersama keluarga secara bersama-sama harus mulai mengupayakan pencegahan sekunder yang ketat.
Pencegahan ini bisa meliputi perubahan gaya hidup, terapi farmakologis serta stratifikasi risiko. Bahkan upaya semacam ini harus dilakukan sebelum penderita keluar dari rumah sakit. Gaya hidup merokok misalnya, seorang penderita yang berhenti merokok mempunyai risiko kematian 50% lebih rendah dibanding mereka yang tetap merokok. Sayangnya, masih banyak penderita serangan jantung yang merokok kembali setelah pulang ke rumah.
Gaya hidup berikutnya adalah mengatur pola makan atau diet dengan mengurangi lemak, dan kolesterol. Sedangkan pencegahan sekunder berikutnya adalah dengan rajin mengonsumsi aspirin. Serangan kambuh dapat berkurang 25% pada penderita yang minum aspirin 80-160 mg per hari. Aspirin memang terbukti ampuh atas serangan jantung. (dw)