"Darbepoetin" Berpotensi Jadi Terapi Gagal Ginjal

BANDUNG, KOMPAS - Darbepoetin generasi II eritropoetin, temuan peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, akan diproduksi PT Biofarma. Penggunaan darbepoetin berpotensi meningkatkan harapan hidup pasien gagal ginjal. 

Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Bambang Sunarko memaparkan, agar darbepoetin diproduksi, pihaknya mengembangkan gen darbepoetin sintetik bersumber dari Bank Sel Riset (RCB). Penyerahan RCB kepada Biofarma dilakukan di Bandung, Jawa Barat, Senin (28/12). Acara tersebut dihadiri Kepala LIPI Iskandar Zulkarnain.

"Gen yang dikembangkan berasal dari gen mamalia yang punya kemiripan dengan gen di tubuh manusia yang berfungsi produksi eritropoetin," kata Bambang.

Nama sel atau gen mamalia ialah CHO DG44. Gen EPO itu diperoleh secara sintetik yang dipesan pada perusahaan DNA 2.0. Secara alamiah, tubuh manusia memproduksi protein tersebut. Namun, yang dikembangkan LIPI ialah produksi EPO dalam sel DG44. "RCB yang diserahkan ke Biofarma ialah sel DG44 yang mengandung protein EPO manusia," kata peneliti Puslit Bioteknologi LIPI, Ning Herawati.

Direktur Utama Biofarma, Iskandar mengatakan, sebelum diproduksi, akan dilakukan karakterisasi gen RCB dan pengujian. "Biofarma meneruskan karakterisasi gen RCB dan pengujian. "Biofarma meneruskan karakterisasi RCB dan pengujian "Biofarma meneruskan karakterisasi RCB yang sebelumnya dilakukan LIPI berskala laboratorium. Karakterisasi lanjutan butuh 6 bulan," ujarnya.

Karakterisasi lanjutan bertujuan meningkatkan kestabilan RCB yang memproduksi darbepoetin sehingga  berkinerja konstan saat diproduksi massal di pabrik. Setelah produksi stabil, skala ditingkatkan. Itu butuh 3 tahun.

Sebelum dilempar ke pasar, uji klinis akan dilakukan setahun demi menjamin keamanan produk. Setelah 4 tahun percobaan, baru bisa produksi komersial darbepoetin, yakni Darbepoetin alfa.

Ahli Utama Pengembangan Produk Biofarma, Neni Nurainy, menjelaskan, darbepoetin punya gugus gula lebih banyak daripada EPO generasi pertama. Jadi, frekuensi pemberian ke pasien sekali seminggu. Darbepoetin 2 kali lebih efektif," ujarnya.

Darbepoetin dan obat EPO terdahulu berfungsi menstimulasi pembentukan sel darah merah di tubuh. Itu untuk mengobati anemia berat yang kerap dialami pasien gagal ginjal dan yang dikemoterapi. Pada pasien itu, jumlah eritropoetin yang diproduksi ginjal tak cukup.

Menurut Bambang, riset EPO dilakukan sejak 2005, melibatkan Konsorsium EPO, bagian dari Forum Riset Vaksin Nasional. Konsorsium antara lain terdiri dari peneliti di Puslit Bioteknologi LIPI, Universitas Gadjah Mada, dan Biofarma. Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Enny Sudarmonowati menilai, kerja sama penelitian lembaga riset dan industri penting untuk hilirisasi inovasi. (YUN/CHE)

Postingan populer dari blog ini

Awet Muda: Tubuh Bugar