Memutuskan Langkah ke Perkawinan
Berikut dua surat dari pembaca yang berbeda, tapi tampak ada persamaannya. Karena itu, tanpa berniat mengabaikan masalah Anda masing-masing, saya mencoba membahasnya sekaligus.
Saya adalah mahasiswi pascasarjana berusia 29 tahun. Sudah 10 bulan ini saya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang lebih muda 7 tahun. Pacar saya bekerja sebagai seorang karyawan di hotel berbintang 4, ia lulusan sekolah tinggi pariwisata. Walaupun usia mereka lebih muda, saya merasa dia bisa melindungi dan menopang saya. Tahun depan saya akan selesai pendidikan dan berencana untuk mencari kerja lagi.
Orangtua menginginkan saya menikah tidak lebih dari usia 30 tahun. Ketika saya sampaikan kepada pacar, dia mengatakan bahwa dia sanggup menikahi dan menopang saya, tidak ada masalah. Akan tetapi, jujur dari dalam hati, saya justru ragu-ragu dengan keadaan kami - karena usia dan keadaannya yang masih pegawai muda. Orangtua tidak melarang saya berhubungan dengan dia, terapi malah saya sendiri yang jadi takut akan gagal tanpa merendahkan pacar saya.
Ibu, bagaimana caranya sehingga saya bisa memenuhi semuanya? Bagaimana cara saya bicara kepada pacar mengenai keadaan ini? Apakah saya tetap perlu waktu lagi untuk memastikan bahwa pacar saya memang cukup kuat menopang saya?
(A, di S)
Saya adalah seorang dokter muda berusia 28 tahun. Saat ini saya masih menjalani praktik di sebuah rumah sakit, sebelum akhirnya melanjutkan kuliah spesialis di bidang anak. Teman-teman saya sudah menikah begitu mereka lulus sarjana kedokteran (sekitar 4 tahun lalu). Saya termasuk minoritas yang belum berencana menikah dalam waktu dekat. Saya sudah memiliki seorang pacar yang usianya 8 tahun di atas saya dan bekerja bukan sebagai dokter. Masalahnya, orangtua saya sekarang menghendaki, baik kerja maupun kuliah berjalan sesudah menikah. Menurut saya, itu tidak mungkin untuk dilakukan, dan saya ingin fokus pada kuliah dulu. Pacar saya pun belum ada tanda-tanda ingin meminang saya. Dia masih ingin bekerja dahulu, bahkan mungkin sekolah lagi. Bagaimana caranya membuat orangtua saya memahami pilihan yang saya ambil ini tanpa membuat mereka kecewa? Saya tidak mau apa yang saya pilih menjadi menjadi kesalahan untuk orangtua saya.
(B, di J)
ANALISIS MASALAH
A dan B berada pada usia hampir 30 tahun, usia di mana kebanyakan orangtua dan masyarakat kita umumnya menganggap sudah sepantasnya perempuan menikah atau berkeluarga. Tapi, Anda sama-sama belum siap, A masih ragu dengan kondisi perbedaan usia di mana pacar lebih muda, sedangkan B merasa tidak sanggup menjalani peran mengikuti pendidikan spesialis sekaligus berkeluarga.
Menurut saya, hal yang pertama dan terpenting harus dilakukan adalah memantapkan hubungan Anda bersama calon suami terlebih dahulu. Kalian harus benar-benar yakin bahwa Anda kenal, kemudian mau belajar menerima kekurangan dan kelebihan pasangan sehingga merasa siap dan mantap menikah dengannya. Hal ini akan memudahkan penanganan berbagai persoalan setelah menjalani kehidupan berkeluarga nanti.
Persamaan lain dari masalah A dan B adalah keduanya sama-sama tak mampu menyampaikan maksud hati dan perasaannya kepada orangtua. Anda berdua sangat terpaku pada keinginan untuk mematuhi dan menyenangkan orangtua atas keputusan menikah yang akan Anda jalani. Anda berada di persimpangan antara ingin memuaskan keinginan orangtua tapi Anda sendiri sebenarnya belum mantap atau belum ingin menikah.
Pertimbangan bagi A:
Sebenarnya, tak ada patokan atau aturan baku mengenai mengapa dalam berpasangan laki-laki harus lebih tua dari perempuan. Ada stereotip yang mengatakan, karena perempuan itu cepat matang secara seksual, jadi lebih cepat tua. Dampak dari stereotip inilah yang kemudian menimbulkan kekhawatiran berlebihan pada pasangan dengan beda usia terbalik ini.
Faktanya, tidak demikian. Cukup banyak pasangan dengan beda usia seperti ini yang bisa mengatasi masalah "penampilan" mereka. Yang jauh lebih penting adalah kedewasaan pribadinya, banyak pasangan dengan usia kronologis lebih tua tapi kematangan pribadinya sangat kurang.
Saya adalah mahasiswi pascasarjana berusia 29 tahun. Sudah 10 bulan ini saya menjalin hubungan dengan seorang laki-laki yang lebih muda 7 tahun. Pacar saya bekerja sebagai seorang karyawan di hotel berbintang 4, ia lulusan sekolah tinggi pariwisata. Walaupun usia mereka lebih muda, saya merasa dia bisa melindungi dan menopang saya. Tahun depan saya akan selesai pendidikan dan berencana untuk mencari kerja lagi.
Orangtua menginginkan saya menikah tidak lebih dari usia 30 tahun. Ketika saya sampaikan kepada pacar, dia mengatakan bahwa dia sanggup menikahi dan menopang saya, tidak ada masalah. Akan tetapi, jujur dari dalam hati, saya justru ragu-ragu dengan keadaan kami - karena usia dan keadaannya yang masih pegawai muda. Orangtua tidak melarang saya berhubungan dengan dia, terapi malah saya sendiri yang jadi takut akan gagal tanpa merendahkan pacar saya.
Ibu, bagaimana caranya sehingga saya bisa memenuhi semuanya? Bagaimana cara saya bicara kepada pacar mengenai keadaan ini? Apakah saya tetap perlu waktu lagi untuk memastikan bahwa pacar saya memang cukup kuat menopang saya?
(A, di S)
Saya adalah seorang dokter muda berusia 28 tahun. Saat ini saya masih menjalani praktik di sebuah rumah sakit, sebelum akhirnya melanjutkan kuliah spesialis di bidang anak. Teman-teman saya sudah menikah begitu mereka lulus sarjana kedokteran (sekitar 4 tahun lalu). Saya termasuk minoritas yang belum berencana menikah dalam waktu dekat. Saya sudah memiliki seorang pacar yang usianya 8 tahun di atas saya dan bekerja bukan sebagai dokter. Masalahnya, orangtua saya sekarang menghendaki, baik kerja maupun kuliah berjalan sesudah menikah. Menurut saya, itu tidak mungkin untuk dilakukan, dan saya ingin fokus pada kuliah dulu. Pacar saya pun belum ada tanda-tanda ingin meminang saya. Dia masih ingin bekerja dahulu, bahkan mungkin sekolah lagi. Bagaimana caranya membuat orangtua saya memahami pilihan yang saya ambil ini tanpa membuat mereka kecewa? Saya tidak mau apa yang saya pilih menjadi menjadi kesalahan untuk orangtua saya.
(B, di J)
ANALISIS MASALAH
A dan B berada pada usia hampir 30 tahun, usia di mana kebanyakan orangtua dan masyarakat kita umumnya menganggap sudah sepantasnya perempuan menikah atau berkeluarga. Tapi, Anda sama-sama belum siap, A masih ragu dengan kondisi perbedaan usia di mana pacar lebih muda, sedangkan B merasa tidak sanggup menjalani peran mengikuti pendidikan spesialis sekaligus berkeluarga.
Menurut saya, hal yang pertama dan terpenting harus dilakukan adalah memantapkan hubungan Anda bersama calon suami terlebih dahulu. Kalian harus benar-benar yakin bahwa Anda kenal, kemudian mau belajar menerima kekurangan dan kelebihan pasangan sehingga merasa siap dan mantap menikah dengannya. Hal ini akan memudahkan penanganan berbagai persoalan setelah menjalani kehidupan berkeluarga nanti.
Persamaan lain dari masalah A dan B adalah keduanya sama-sama tak mampu menyampaikan maksud hati dan perasaannya kepada orangtua. Anda berdua sangat terpaku pada keinginan untuk mematuhi dan menyenangkan orangtua atas keputusan menikah yang akan Anda jalani. Anda berada di persimpangan antara ingin memuaskan keinginan orangtua tapi Anda sendiri sebenarnya belum mantap atau belum ingin menikah.
Pertimbangan bagi A:
Sebenarnya, tak ada patokan atau aturan baku mengenai mengapa dalam berpasangan laki-laki harus lebih tua dari perempuan. Ada stereotip yang mengatakan, karena perempuan itu cepat matang secara seksual, jadi lebih cepat tua. Dampak dari stereotip inilah yang kemudian menimbulkan kekhawatiran berlebihan pada pasangan dengan beda usia terbalik ini.
Faktanya, tidak demikian. Cukup banyak pasangan dengan beda usia seperti ini yang bisa mengatasi masalah "penampilan" mereka. Yang jauh lebih penting adalah kedewasaan pribadinya, banyak pasangan dengan usia kronologis lebih tua tapi kematangan pribadinya sangat kurang.
Jadi, benar kalau Anda perlu waktu lebih lama untuk menjajaki pribadi dan tanggung jawab pacar Anda. Cobalah untuk lebih sering berbincang dari hati ke hati dengannya mengenai kekhawatiran Anda ini. Bila dia memang cinta dan punya tanggung jawab, pasti dia akan dapat meyakinkan Anda.
Pertimbangan bagi B:
Anda harus meminta klarifikasi terlebih dahulu kepada pacar Anda. Apakah dia memang serius menjalin hubungan dengan Anda? Minta penjelasan apa yang dia harapkan dari hubungannya dengan Anda. Secara halus, cari tahu mengapa di usianya yang sudah sekitar (maaf) 36 tahun ia belum juga segera ingin menikah. Sangat bisa dimengerti jika Anda merasa berat untuk menjalani pendidikan spesialisasi sekaligus berumah tangga. Tapi, beberapa orang lain ada juga yang berhasil. Tanyakan kepada mereka kiat-kiat membagi waktu, juga kepada diri sendiri, seberapa kuat kesanggupan Anda, bicarakan semua ini dengan pacar. Apakah dia mau menolerir kondisi Anda?
Bersikap asertif
Mengenai cara menyampaikan maksud hati kepada orangtua maupun pacar, agar mereka bisa memahami kesulitan Anda, cobalah belajar bersikap lebih asertif, yaitu sikap di mana tercapai kondisi "saya oke, Anda juga oke".Dengan sikap ini, Anda mampu berbicara menyampaikan keinginan atau perasaan Anda tanpa membuat orang lain menjadi tersinggung. Sampaikan perasaan Anda yang sesungguhnya mengenai kondisi saat ini, bukan perasaan orang lain, dampaknya buat Anda sendiri dan buat orang lain. Hindari sikap defensif (ngotot pada pendapat sendiri) atau malah menyalahkan orang lain. Selamat berusaha.
Pertimbangan bagi B:
Anda harus meminta klarifikasi terlebih dahulu kepada pacar Anda. Apakah dia memang serius menjalin hubungan dengan Anda? Minta penjelasan apa yang dia harapkan dari hubungannya dengan Anda. Secara halus, cari tahu mengapa di usianya yang sudah sekitar (maaf) 36 tahun ia belum juga segera ingin menikah. Sangat bisa dimengerti jika Anda merasa berat untuk menjalani pendidikan spesialisasi sekaligus berumah tangga. Tapi, beberapa orang lain ada juga yang berhasil. Tanyakan kepada mereka kiat-kiat membagi waktu, juga kepada diri sendiri, seberapa kuat kesanggupan Anda, bicarakan semua ini dengan pacar. Apakah dia mau menolerir kondisi Anda?
Bersikap asertif
Mengenai cara menyampaikan maksud hati kepada orangtua maupun pacar, agar mereka bisa memahami kesulitan Anda, cobalah belajar bersikap lebih asertif, yaitu sikap di mana tercapai kondisi "saya oke, Anda juga oke".Dengan sikap ini, Anda mampu berbicara menyampaikan keinginan atau perasaan Anda tanpa membuat orang lain menjadi tersinggung. Sampaikan perasaan Anda yang sesungguhnya mengenai kondisi saat ini, bukan perasaan orang lain, dampaknya buat Anda sendiri dan buat orang lain. Hindari sikap defensif (ngotot pada pendapat sendiri) atau malah menyalahkan orang lain. Selamat berusaha.