Menguak Rahasia Pikun
Berkat penelitiannya soal prion, Stanley B. Prusiner berhasil meraih Hadiah Nobel Kedokteran tahun ini.
KABAR dari Komisi Nobel Institut Karolinska sangat mengagetkan sekaligus membuat hati Profesor Stanley B. Prusiner berbunga-bunga. Ahli biokimia pada Universitas California, San Francisco, America Serikat, ini dinyatakan berhak menerima Hadiah Nobel Kedokteran, Senin pekan lalu. "Saya senang mendapatkan hadiah itu," ujar Prusiner dengan wajah berseri-seri.
Ini juga suatu kebetulan bahwa berita pemberian hadiah bergengsi dari Stockholm, Swedia, itu diterimanya pada saat dia sedang menyajikan makalah mengenai prion (proteinaceous infectious particle) pada pertemuan di Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Dan soal penemuan prion inilah yang membuat Komisi Nobel memberinya medali sekaligus uang sebesar 7,5 juta krona atau sekitar Rp 3,7 miliar.
Penemuannya itu dianggap sebagai pembuka cakrawala mengenai penyebab penyakit saraf. Prion adalah suatu protein yang berfungsi sebagai agen pemicu penyakit saraf, antara lain penyebab penyakit creutzfeldt jakob (CJ), dan bovine spongiform enchepalopathy (BSE), yang dikenal sebagai penyakit sapi gila pada hewan. Teori tersebut berhasil mematahkan dugaan banyak ahli yang sebelumnya mengatakan bahwa pikun hanya disebabkan faktor usia. "Temuan Prusiner memberikan informasi yang penting untuk mengetahui mekanisme biologis yang ada di belakang penyebab penyakit pikun," demikian bunyi pernyataan Lembaga Nobel.
Pria kelahiran San Francisco, 55 tahun silam, itu menemukan prion pertama pada 1972. Ia mengetahui prion setelah seorang pasiennya yang berusia 60 tahun meninggal gara-gara diserang penyakit CJ. Setelah membongkar batok kepala pasien dan mengutak-atik otaknya selama 10 tahun. Prusiner berhasil menemukan prion dalam susunan saraf pasiennya. Setelah meneliti selama 10 tahun, ia yakin bahwa prion merupakan agen yang merusak sel-sel protein normal otak. Prion yang berukuran lebih kecil dari bakteri dan virus itu mampu menghancurkan struktur partikel-partikel otak yang normal, dan dapat menyebabkan matinya fungsi otak. Unsur ini ada pada setiap manusia, serta bekerja seperti protein normal dan tak beracun.
Hasil temuan ini semula banyak ditertawakan teman sejawatnya. Mereka menganggap pekerjaan Prusiner itu sulit diterima akal. Banyak peneliti yang yakin bahwa CJ lebih banyak disebabkan oleh virus, mutasi gen, dan berkaitan dengan usia. Namun Prusiner tak goyah. Pada 1984, ia menemukan prion pada sapi gila - yang menderita BSE. Sebanyak 165.000 sapi mati digerogoti prion. Dan ternyata penyakit sapi gila yang melanda peternakan di Inggris tempo hari mampu menyeberang kepada manusia. Manusia yang menelan daging yang sudah tercemari prion akan menderita penyakit CJ.
CJ memang tergolong sebagai penyakit mematikan. Bila aktif, prion dapat menyerang sel-sel saraf yang mengontrol fungsi otot-otot tubuh. Wilayah yang diserang biasanya bagian depan otak. Namun prion pun dapat mengenai batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada penderita CJ, jika diperiksa, terdapat lubang-lubang di bagian otaknya.
Tiga bulan pertama, penderita yang terserang prion biasanya akan mengalami sulit tidur (insomnia), buta, pikun, dan tangan bergetar seperti pada penderita parkinson. Lama kelamaan penderita akan lumpuh dan hilang ingatan. Pasien biasanya meninggal setelah menderita selama tiga bulan sampai dua tahun. Namun sebagian besar (90%) meninggal setelah menderita kurang dari satu tahun.
Begitu pula penyakit BSE yang menyerang sapi di Inggris. Tahun lalu, misalnya, penyakit ini menggemparkan hampir seantero dunia. Beberapa negara anggota Masyarakat Ekonomi Eropa melarang semua bentuk impor daging sapi yang menghebohkan itu. Akibatnya, sekitar Januari lalu, sebanyak 14 orang meninggal terserang prion.
KABAR dari Komisi Nobel Institut Karolinska sangat mengagetkan sekaligus membuat hati Profesor Stanley B. Prusiner berbunga-bunga. Ahli biokimia pada Universitas California, San Francisco, America Serikat, ini dinyatakan berhak menerima Hadiah Nobel Kedokteran, Senin pekan lalu. "Saya senang mendapatkan hadiah itu," ujar Prusiner dengan wajah berseri-seri.
Ini juga suatu kebetulan bahwa berita pemberian hadiah bergengsi dari Stockholm, Swedia, itu diterimanya pada saat dia sedang menyajikan makalah mengenai prion (proteinaceous infectious particle) pada pertemuan di Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat. Dan soal penemuan prion inilah yang membuat Komisi Nobel memberinya medali sekaligus uang sebesar 7,5 juta krona atau sekitar Rp 3,7 miliar.
Penemuannya itu dianggap sebagai pembuka cakrawala mengenai penyebab penyakit saraf. Prion adalah suatu protein yang berfungsi sebagai agen pemicu penyakit saraf, antara lain penyebab penyakit creutzfeldt jakob (CJ), dan bovine spongiform enchepalopathy (BSE), yang dikenal sebagai penyakit sapi gila pada hewan. Teori tersebut berhasil mematahkan dugaan banyak ahli yang sebelumnya mengatakan bahwa pikun hanya disebabkan faktor usia. "Temuan Prusiner memberikan informasi yang penting untuk mengetahui mekanisme biologis yang ada di belakang penyebab penyakit pikun," demikian bunyi pernyataan Lembaga Nobel.
Pria kelahiran San Francisco, 55 tahun silam, itu menemukan prion pertama pada 1972. Ia mengetahui prion setelah seorang pasiennya yang berusia 60 tahun meninggal gara-gara diserang penyakit CJ. Setelah membongkar batok kepala pasien dan mengutak-atik otaknya selama 10 tahun. Prusiner berhasil menemukan prion dalam susunan saraf pasiennya. Setelah meneliti selama 10 tahun, ia yakin bahwa prion merupakan agen yang merusak sel-sel protein normal otak. Prion yang berukuran lebih kecil dari bakteri dan virus itu mampu menghancurkan struktur partikel-partikel otak yang normal, dan dapat menyebabkan matinya fungsi otak. Unsur ini ada pada setiap manusia, serta bekerja seperti protein normal dan tak beracun.
Hasil temuan ini semula banyak ditertawakan teman sejawatnya. Mereka menganggap pekerjaan Prusiner itu sulit diterima akal. Banyak peneliti yang yakin bahwa CJ lebih banyak disebabkan oleh virus, mutasi gen, dan berkaitan dengan usia. Namun Prusiner tak goyah. Pada 1984, ia menemukan prion pada sapi gila - yang menderita BSE. Sebanyak 165.000 sapi mati digerogoti prion. Dan ternyata penyakit sapi gila yang melanda peternakan di Inggris tempo hari mampu menyeberang kepada manusia. Manusia yang menelan daging yang sudah tercemari prion akan menderita penyakit CJ.
CJ memang tergolong sebagai penyakit mematikan. Bila aktif, prion dapat menyerang sel-sel saraf yang mengontrol fungsi otot-otot tubuh. Wilayah yang diserang biasanya bagian depan otak. Namun prion pun dapat mengenai batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada penderita CJ, jika diperiksa, terdapat lubang-lubang di bagian otaknya.
Tiga bulan pertama, penderita yang terserang prion biasanya akan mengalami sulit tidur (insomnia), buta, pikun, dan tangan bergetar seperti pada penderita parkinson. Lama kelamaan penderita akan lumpuh dan hilang ingatan. Pasien biasanya meninggal setelah menderita selama tiga bulan sampai dua tahun. Namun sebagian besar (90%) meninggal setelah menderita kurang dari satu tahun.
Begitu pula penyakit BSE yang menyerang sapi di Inggris. Tahun lalu, misalnya, penyakit ini menggemparkan hampir seantero dunia. Beberapa negara anggota Masyarakat Ekonomi Eropa melarang semua bentuk impor daging sapi yang menghebohkan itu. Akibatnya, sekitar Januari lalu, sebanyak 14 orang meninggal terserang prion.
Beberapa ahli tampak gembira setelah mengetahui Prusiner yang meraih Nobel Kedokteran tahun ini. Dokter Susan Michleson menganggap hadiah itu pantas diberikan kepada Prusiner, karena tahun ini merupakan tahun sapi gila yang melanda daratan Eropa. "Sangatlah sukar bagi Prusiner untuk membuktikan keberadaan prion," ujar ahli virus pada Institut Pasteur, Paris, itu.
Namun tak demikian dengan Dokter Adriano Aguzzi. Peneliti pada Universitas Zurich, Swedia, ini menandaskan bahwa Prusiner melakukan penelitian tersebut bersama koleganya. "Ia tak hanya melakukan penelitian di San Francisco, melainkan juga di Zurich," kata Aguzzi. Aguzzi menunjuk Profesor Charles Weissman sebagai tokoh yang membantu Prusiner menguak rahasia prion. Karena itu, Aguzzi menganggap Weissman pun layak mendapatkan penghargaan serupa. Tapi Weissman belum berhasil diminta komentar mengenai soal tersebut.
Yang jelas, penemuan Prusiner telah membuka cakrawala para ahli kedokteran untuk menghantam penyakit CJ dan sejenisnya. Prusiner yakin, pada tahap selanjutnya, temuannya ini akan mampu membuka rahasia soal obat penangkal penyakit otak mematikan itu dalam kurun 5 - 10 tahun lagi. Cuma masalahnya, untuk memastikan seseorang terserang penyakit CJ, dokter harus mengebor kepala orang itu. Padahal tak banyak orang yang rela kepalanya dibongkar hanya untuk didiagnosis.
Aries Kelana