Energi dari Hidup Terjadwal
Sederet rencana dan jadwal membuat Slamet yang sudah puluhan tahun pensiun tetap memiliki hari-hari sehat dan penuh warna.
Usia harapan hidup manusia Indonesia, menurut Kementerian Kesehatan, kini 72 tahun. Karena itu, dalam memperingati ulang tahun ke-45 sosok berusia 70 tahun ke atas. Mereka menginspirasi dalam upaya menjaga raga dan jiwa untuk kehidupan yang panjang, bahagia, dan berkualitas. Berikut ialah sosok ke-16.
SEKILAS rutinitas Slamet Suryodimedjo tidak kalah dengan orang di usia produktif. Saban pagi, ia siap untuk beraktivitas.
Jika para pekerja meninggalkan rumah dengan kemeja, Slamet penuh semangat dalam setelan olahraga. Seperti pada Rabu (29/4), pria berusia 76 tahun ini tampak cerah dengan kaus merah muda, celana biru tua, dan sepatu putih.
Pada jam sibuk Ibu Kota itu, Slamet kemudian mengayuh sepedanya ke halte dekat Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta Pusat. Di halte yang berjarak sekitar 2,5 kilometer dari kediamannya itu tiga sahabatnya menanti.
"Setiap hari bersepeda bareng bapak-bapak yang lain. Dulu ada banyak anggotanya, tapi semakin berkurang. Ada yang berobat, ada yang ngemong cucu, tetapi komunikasi tetap jalan," tutur Slamet kepada Media Indonesia.
Kegiatan bersepeda itu kerap merupakan aktivitas kesekian di pagi Slamet. Seusai salat subuh, ia biasa berjalan kaki sekitar 5 km. Setelahnya, terkadang ia mengikuti senam bagi para pensiunan Garuda Indonesia di Garuda Sentra Medika yang juga tidak jauh dari rumahnya.
Begitu pulang ke rumah sekitar pukul 10.00, pria yang pensiun pada 1995 ini dengan ringan menyapu dan mengepel rumah. Setelah itu, ia beristirahat sejenak sambil membaca koran. Siang hari, Slamet bersiap menjemput cucunya yang duduk di kelas 3 sekolah dasar.
Segala rutinitas itu sama sekali tidak dirasa melelahkan, justru menjadi kunci sehat bagi ayah dua anak dan kakek tiga cucu tersebut.
"Istilahnya hidup harus punya rencana dan jadwal, jadi gak ngawur," terang pria kelahiran Kutoarjo, Jawa Tengah ini.
Slamet percaya dengan aktivitas, fungsi tubuh pun otomatis terjaga. Ibarat mesin yang terus berputar, begitulah Slamet. Meski sudah puluhan tahun pensiun, energi tetap terpancar dari dirinya.
Rutinitas pun bukan sekadar dijalani. Suasana hatinya yang cerah bisa terasa dari suaranya yang tegas dan kehangatannya mengobrol.
Memang ada banyak cara membuat tubuh terus aktif, tapi bagi Slamet, olahraga merupakan hobi yang tidak bisa ditinggalkan. Di bangku sekolah, Slamet muda dikenal gemar sepak bola.
Masuk di dunia kerja, hobinya meluas ke badminton, tenis, dan lari. Bahkan Slamet sempat memimpin tim olahraga di kantornya.
Sayang, saat memasuki usia 70 tahun, Slamet yang masih kerap berolahraga yang melelahkan beberapa kali jatuh. Dari situlah ia memilih bersepeda dan jalan kaki.
Tidak hanya berolahraga, sejak muda Slamet membiasakan diri mendonorkan darah tiga kali dalam setahun. Suami dari Sundari Slamet ini bahkan sempat menerima penghargaan di Istana Negara pada 1994, setelah melakukan 100 kali donor darah. Sesuai dengan peraturan Slamet baru pensiun berdonor darah begitu melewati usia 60 tahun.
Silaturahim menyehatkan pikiran
Tidak hanya fisik, Slamet juga menjaga kebugaran batin dengan beribadah maupun aktif secar sosial.
Kala magrib, Slamet hampir selalu tidak ada di rumah. Ia baru akan kembali dari masjid setelah isya. Dengan beribadah, ia mendapat kebahagiaan sekaligus ketenangan batin.
Di masjid, Slamet juga memanfaatkan waktu untuk bersilaturahim dan bertukar pikiran. "Silaturahim dari segi agama bagus, dari segi kesehatan juga bagus karena bisa bertukar pikiran. Apalagi yang sudah pensiun. Ngobrol seperti ini bisa bikin otak segar," kata pria yang memjaga kemampuan hafalan dengan membaca Alquran ini.
Bersama pengurus masjid di lingkungannya, Slamet juga pernah membuat gerakan untuk salat Jumat dengan berkeliling ke masjid berbeda. Tidak hanya masjid di sekitar Jakarta Pusat, seperti Masjid Istiqlal, 'safari ibadah' itu pun sampai ke masjid di daerah Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur. Namun karena merasa sudah semakin lelah naik kendaraan umum, kegiatan itu tidak lagi dilanjutkan.
Kegemaran berjalan-jalan juga kerap dilakukan Slamet bersama tiga sahabatnya yang hobi bersepeda. Bahkan, tanpa anggota keluarga lain, tahun lalu, kuartet itu menjelajah sampai ke Solo, Jawa Tengah, dan Pacitan, Jawa Timur.
Dengan naik kereta dan bus umum, mereka pergi ke rumah mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ke rumah Presiden Joko Widodo. Perjalanan serupa pun mereka rencanakan pada Mei ini, tapi batal karena ketiadaan tiket.
Di sisi lain, meski terus menjalani hari-hari dengan berbagai kegiatan, Slamet juga menjaga pola istirahatnya. Tidur siang merupakan kegiatan yang juga tidak boleh ditinggalkan. Namun, ia menjaga porsi tetap sehat dengan tidur sehabis zuhur dan bangun sebelum asar.
Dengan aktivitas dan istirahat seimbang itulah, hari-hari Slamet tetap penuh semangat layaknya mereka yang jauh lebih muda. (*/M-5)
bintang@mediaindonesiacom