AMBANG RASA NIKMAT & SAKIT
Di otak kita, pusat saraf yang mengatur kenikmatan terletak sebelah menyebelah dengan pusat yang mengatur rasa sakit. Serabut-serabut saraf yang menghantarkan sensasi erotis melalui tulang belakang bertetangga dekat dengan jalur yang menghantarkan rasa sakit. Tak heran, kadangkala kedua jenis sinyal ini campur aduk. Sinyal yang membawa rasa nikmat dapat tertafsirkan sebagai rasa nyeri.
Menurut Dr Brancroft, dalam buku yang sama, sistem saraf pusat mengatur semacam sistem pintu kendali yang bekerja menyaring dan menyeleksi esinyali indrawi yang akan masuk ke otak. Ada sensor yang dibiarkan masuk, ada pula yang ditahan. Kadangkala, ketika bercinta, dua macam jenis sinyal yang pengendalinya berdekatan ini tumpang tindih. Sensasi yang mestinya menyenangkan dirasakan sebagai rasa sakit. Biasanya, kekacauan ini terjadi pada tahap perangsangan oleh pasangan, dan jarang oleh stimulasi sendiri.
Apa pun yang diperbuat oleh sistem saraf pusat kita, selalu punya persepsi sendiri terhadap apa yang kita rasakan. Persepsi ini diwarnai oleh kenangn dan pengalaman seksual di masa silam, keadaan emosi, dan bahkan pesan dan ajaran budaya yang membesarkan kita. Dan aspek-aspek fisiologis ini sulit dipisahkan dari aspek psikologis. Misalnya, efek suasana hati (mood) kita terhadap seksualitas, hanya dapat ditandai, tetapi belum dapat dijelaskan. Bila wanita was-was akan orgasme yang dialaminya (takut gagal, takut akan sakit, takut jadi kehilangan kontrol, terutama di depan pasangannya), maka kecemasannya ini akan terpendam jauh di dalam dan dapat membuatnya berinterpretasi bahwa seksnya tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan. Tanpa disadarinya, ia sudah mengaktifkan mekanisme di saraf pusatnya untuk membentuk hambatan ketika sensasi yang menyenangkan datang.
Ada wanita yang takut dan menahan orgasme karena tidak ingin kehilangan kontrol. Ia tidak mau pasangannya menyaksikan reaksinya ketika merasakan orgasme, misalnya membuat mimik dan mengeluarkan seruan yang aneh atau bergerak tidak terkendali. Maka, ia sengaja menahan agar tidak sampai pada orgasme, yang sebenarnya dapat membuatnya kesakitan. Ya, bayangkanlah suatu puncak ketegangan yang mestinya dilepas perlahan, tetapi ditahan-tahan, maka yang timbul adalah rasa tidak nyaman.
Setelah kecemasan, kemarahan adalah penyebab psikologis kedua yang mengacaukan sinyal kenikmatan sebagai rasa sakit. Rasa amarah dapat langsung berpengaruh terhadap respons seksual. Itulah sebabnya, orang tidak bisa marah sekaligus terangsang dalam waktu yang bersamaan. Namun, tentu saja selalu ada pengecualian. Ada orang yang dapat memanfaatkan amarah atau rasa sakit sebagai stimulasi seksual. Ada yang merasakan terbius secara erotis bukan oleh stimulasi di daerah peka seksualnya seperti biasa, tetapi oleh kepekaan rasa sakitnya. Ada pula yang membutuhkan rasa sakit untuk dapat terangsang sempurna. Inilah yang terjadi pada tipe sadomasochist, mereka yang menikmati rasa sakit sebagai rangsangan seksual. Mereka menanggapi stimulasi sakit sebagai stimulasi seksual, sebatas rasa sakit itu tidak sampai mengganggu.